RADAR MAKASSAR – Komisi A DPRD Kota Makassar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Jumat (4/7/2025). Rapat ini membahas penataan dan pengangkatan ribuan tenaga laskar R2 dan R3 menjadi pegawai paruh waktu.
RDP ini menyita perhatian publik karena menyangkut nasib lebih dari 3.000 tenaga honorer yang selama ini bekerja dengan status nonformal atau sering disebut “tenaga sukarela”.
Anggota Komisi A, Tri Sulkarnain, mempertanyakan transparansi proses seleksi dan keadilan dalam pengangkatan. Ia menyoroti laporan tentang ketimpangan, di mana tenaga dengan masa pengabdian puluhan tahun belum juga diangkat, sementara yang baru beberapa tahun sudah lolos seleksi.
“Kami menerima aduan dari tenaga yang sudah mengabdi hingga 20 tahun tapi belum juga diangkat. Harus ada kejelasan, apakah masa pengabdian tidak dijadikan indikator utama?” ujar Tri dalam rapat.
Tri juga menekankan perlunya penjelasan terbuka dari BKPSDM terkait potensi tenaga yang tidak lolos dalam proses pembuatan Nomor Induk Pegawai (NIP) paruh waktu. Ia khawatir ketidakjelasan ini menimbulkan kecemasan di kalangan tenaga kerja.
Sementara itu, Anggota Komisi A lainnya, Andi Makmur, mendesak agar data valid terkait tenaga laskar disampaikan secara merata ke seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Kami ingin tahu alasan tenaga-tenaga ini dirumahkan. Apakah karena tidak masuk data atau karena evaluasi? BKPSDM harus terbuka agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi di lapangan,” tegas Andi.
Ia juga menegaskan bahwa Komisi A DPRD Makassar berkomitmen mengawal proses ini agar berjalan transparan, adil, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
Di sisi lain, Ketua Aliansi Tenaga Honorer R2/R3 Kota Makassar, Sukri Zulkarnain menyambut baik komitmen BKPSDM yang memberikan harapan kepada ribuan honorer terkait kejelasan status kepegawaian mereka.
“Teman-teman tidak perlu gundah. Insya Allah, tahun ini kita semua akan menerima NIP dan dilantik sebagai pegawai paruh waktu,” ucap Sukri optimis.
Ia juga mengapresiasi langkah Wali Kota Makassar yang mengeluarkan edaran pembatasan penerimaan pegawai baru dari luar kota. Edaran ini dinilai sebagai bentuk keberpihakan kepada tenaga lokal yang telah lama mengabdi.
“Prioritas saat ini adalah tenaga kerja lokal yang sudah memahami medan. Ini langkah positif dari Pak Wali,” tegasnya.
Sukri menambahkan, sistem paruh waktu merupakan bagian dari masa transisi menuju pengangkatan penuh waktu. Ia menyebutkan, dalam waktu maksimal satu tahun, para tenaga tersebut diharapkan bisa memperoleh status kerja yang lebih permanen.
RDP ini merupakan salah satu langkah legislatif untuk memastikan bahwa penataan tenaga kerja non-ASN dilakukan secara adil dan objektif.
Pemerintah Kota Makassar diharapkan segera merampungkan proses administrasi dan memberikan kepastian hukum bagi ribuan tenaga R2 dan R3 yang selama ini menjadi ujung tombak pelayanan publik. (**)