RADARMAKASSAR.co.id, TAKALAR – Dialog Kebangsaan dan Konstitusi denga tema “Praktek Demokrasi Pancasila Dalam Kehidupan Masyarakat” menjadi bagian dalam rangka menyambut Hari Jadi Kabupaten Takalar ke 65 Tahun yang akan diperingati pada 10 Februari 2025, Forum Pemerhati Galesong (FPG) bekerjasama Balla’ Barakkaka ri Galesong (BBrG), Jum’at (17/01/2025).
Balla Barakkaka ri Galesong (BBrG) yang berlokasi di Desa Galesong baru yang dikenal dengan Desa Konstitusi Galesong, merupakan Destinasi Wisata berbasis budaya dan Konstitusi.
Pj Bupati Takalar, Muhammad Hasbi, menyambut baik dan mendukung penuh pelaksanaan dialog Kebangsaan dan Konstitusi yang digagas Prof Dr Aminuddin Salle, SH, MH dan Forum Pemerhati Galesong.
“Demokrasi Pancasila adalah sistem pemerintahan yang diarahkan oleh kebijakan melalui proses musyawarah dan perwakilan yang didasarkan pada ketuhanan serta kemanusiaan yang adil dan beradab,” ujar Hasbi.
Penerapan Demokrasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan sebagai upaya agar tidak terjadi perpecahan yang dapat merugikan negara dan daerah, khususnya di Kabupaten Takalar.
”Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki nilai-nilai yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya masyarakat sekitar yang berdomisili di wilayahnya masing-masing,” tegas Hasbi.
Lebih jauh dijelaskan, demokrasi wujudnya adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan proses demokrasi adalah suatu proses kebudayaan. Budaya demokrasi sangat penting artinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta ber-pemerintahan.
Pemerintahan di Kabupaten Takalar saat ini sangat wellcome kepada lapisan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial, sepanjang bertanggungjawab dan memberikan solusi terhadap jalannya pemerintahan.
Pemerintahan saat ini, akan menciptakan sebuah pemerintahan yang bersih (good governance) dan aparatur yang bersih dan berintegritas dengan memelihara budaya dan adat istiadat dalam berpemerintahan, seperti budaya malu melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta memiliki budaya malu melakukan pungutan liar (pungli),” tutup Muhammad Hasbi.