Unik, Musakkar Naik Pete-Pete Hadiri Pelantikan di DPRD Sulsel Hari pelantikan anggota DPRD Sulawesi Selatan kali ini terasa berbeda dan meninggalkan kesan yang tak biasa. Pelantikan Bukan karena kemegahan acara atau panjangnya sambutan pejabat, melainkan karena aksi sederhana namun bermakna dari salah satu tokoh Sulsel, Musakkar, yang memilih datang ke gedung DPRD menggunakan pete-pete, angkutan umum khas Makassar.
Di tengah deretan mobil mewah dan iring-iringan kendaraan dinas, kehadiran Musakkar dengan pete-pete biru tuanya menarik perhatian banyak orang. Bagi sebagian orang, mungkin itu hal kecil. Namun bagi warga Sulsel yang paham nilai simbolik di balik tindakan itu, langkah Musakkar punya makna besar: pesan tentang kesederhanaan, kedekatan dengan rakyat, dan penolakan terhadap kemewahan di tengah situasi sosial yang penuh tantangan.
“Sebuah jabatan seharusnya mendekatkan seseorang kepada rakyat, bukan menjauhkannya dengan kaca gelap mobil dinas.”
Pete-Pete dan Filosofi Kesederhanaan
Pete-pete bukan sekadar moda transportasi bagi masyarakat Makassar. Ia adalah bagian dari kehidupan sehari-hari warga kota — kendaraan yang mengantar anak sekolah, pedagang, hingga pekerja dari pagi hingga malam. Ketika seorang pejabat atau tokoh publik memilih naik pete-pete di hari pentingnya, itu bukan keputusan tanpa makna.
Musakkar dikenal sebagai sosok yang membumi. Ia datang ke pelantikan DPRD tanpa protokol berlebihan, tanpa ajudan berjejer, tanpa mobil mewah. Dengan kemeja rapi dan senyum tenang, ia duduk berdampingan dengan warga biasa di kursi belakang pete-pete. Beberapa penumpang bahkan tidak menyadari siapa yang sedang duduk di sebelah mereka, hingga berita tentangnya viral di media sosial beberapa jam kemudian.
Sikap ini menggambarkan bentuk kepemimpinan yang rendah hati. Di saat banyak pejabat berlomba menunjukkan kemewahan, Musakkar memilih cara yang paling sederhana untuk menunjukkan siapa dirinya.
“Kesederhanaan bukan berarti miskin, tapi cara cerdas untuk tetap waras di tengah dunia yang terlalu sibuk memuja citra.”
Viral di Media Sosial dan Disambut Antusias Warga
Video dan foto Musakkar di dalam pete-pete dengan latar suara klakson khas Makassar langsung beredar luas di berbagai platform media sosial. Banyak warga yang merasa bangga, karena jarang ada tokoh politik yang mau berbaur seperti itu di tengah hiruk-pikuk seremoni pelantikan.
Komentar positif pun membanjiri unggahan tersebut. Beberapa netizen menulis bahwa tindakan Musakkar menjadi tamparan halus bagi pejabat lain yang kerap menunjukkan gaya hidup berlebihan. Ada juga yang berharap lebih banyak pejabat publik meniru sikap seperti ini, agar mereka benar-benar memahami bagaimana rasanya hidup di tengah rakyat.
Langkah Musakkar juga mendapat apresiasi dari kalangan muda. Banyak mahasiswa dan komunitas sosial memuji tindakannya sebagai contoh nyata bahwa pemimpin bisa tetap sederhana tanpa kehilangan wibawa.
“Tindakan kecil bisa menjadi inspirasi besar ketika dilakukan dengan ketulusan, bukan pencitraan.”
Suasana Pelantikan di Gedung DPRD Sulsel
Setibanya di gedung DPRD Sulawesi Selatan, suasana sontak ramai. Para tamu undangan terkejut sekaligus kagum melihat Musakkar turun dari pete-pete dan melangkah santai menuju pintu utama gedung. Beberapa awak media langsung mengerubunginya untuk mengabadikan momen tersebut.
Musakkar tampak tenang menjawab setiap pertanyaan jurnalis. Ketika ditanya alasannya memilih naik pete-pete, ia hanya tersenyum dan berkata, “Saya ingin mengingatkan diri sendiri bahwa jabatan itu bukan untuk dipuja, tapi untuk melayani. Rakyat setiap hari naik pete-pete, jadi mengapa saya harus merasa lebih tinggi dari mereka?”
Kalimat sederhana itu langsung menjadi kutipan viral di berbagai media daring. Di dalam ruang pelantikan, kehadiran Musakkar membawa nuansa berbeda. Ia tidak hanya hadir sebagai tokoh politik, tetapi sebagai simbol moral yang mengingatkan banyak pihak tentang makna sejati dari pengabdian.
“Kehormatan sejati bukan pada kursi yang kita duduki, tetapi pada cara kita sampai ke sana.”
Sosok Musakkar di Mata Publik
Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, nama Musakkar bukanlah sosok asing. Ia dikenal luas karena kiprahnya di dunia sosial dan politik, serta gaya kepemimpinan yang tegas namun santai. Ia sering turun langsung ke lapangan tanpa pengawalan ketat, berbincang dengan nelayan, pedagang, atau tukang becak tanpa sekat formalitas.
Musakkar termasuk figur yang menolak citra glamor. Dalam beberapa kesempatan, ia pernah terlihat menolak mobil dinas baru dan lebih memilih kendaraan lama yang sudah biasa digunakan. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial, seperti program pendidikan untuk anak jalanan dan kampanye lingkungan di pesisir pantai.
Banyak yang mengatakan bahwa tindakan Musakkar naik pete-pete bukanlah strategi pencitraan, melainkan cerminan dari karakter yang sudah lama dikenal: apa adanya, rendah hati, dan dekat dengan masyarakat.
“Orang besar tidak perlu diperkenalkan, cukup tindakannya yang berbicara.”
Simbol Perlawanan terhadap Budaya Elitisme
Langkah Musakkar ini juga dianggap sebagai bentuk sindiran halus terhadap budaya elitisme yang kerap mengakar dalam dunia politik. Di saat sebagian pejabat publik sibuk menjaga jarak dari masyarakat dengan pagar rumah tinggi dan iring-iringan kendaraan mewah, Musakkar justru menabrak sekat itu dengan sederhana: naik pete-pete.
Sikapnya menunjukkan bahwa seorang pejabat seharusnya hadir di tengah rakyat, merasakan denyut kehidupan mereka, dan tidak hanya melihat dari balik jendela mobil berpendingin udara.
Banyak analis politik melihat langkah Musakkar sebagai simbol perlawanan terhadap gaya hidup pejabat yang sering dianggap jauh dari realitas masyarakat. Ia membawa pesan kuat bahwa kekuasaan harus berjalan beriringan dengan empati, bukan sekadar prestise.
“Kekuasaan tanpa empati hanyalah panggung kosong yang penuh tepuk tangan palsu.”
Dukungan dari Berbagai Kalangan
Tak butuh waktu lama, dukungan terhadap tindakan Musakkar datang dari berbagai kalangan. Akademisi, tokoh agama, hingga aktivis sosial menyampaikan apresiasi mereka. Bagi mereka, tindakan sederhana itu bisa menjadi pelajaran bagi generasi muda dan pejabat lain tentang makna kepemimpinan sejati.
Sejumlah tokoh menilai Musakkar telah memberi contoh nyata bagaimana seorang pemimpin bisa tetap membumi meski berada di posisi tinggi. Ia tidak hanya bicara tentang kerakyatan, tapi benar-benar menjalankannya.
Para sopir pete-pete di Makassar bahkan mengaku bangga karena moda transportasi mereka yang kerap dianggap remeh kini menjadi bagian dari momen bersejarah. Beberapa bahkan menjadikan foto Musakkar di pete-pete sebagai wallpaper ponsel mereka.
“Ketika rakyat merasa dihargai, mereka tidak perlu diberi janji. Cukup diberi contoh.”
Makna Simbolik Bagi Rakyat Sulsel
Di Sulawesi Selatan, simbol memiliki kekuatan besar dalam kehidupan sosial dan budaya. Apa yang dilakukan Musakkar tidak hanya dilihat sebagai peristiwa unik, tetapi juga sebagai simbol bahwa kesederhanaan masih memiliki tempat di tengah hiruk-pikuk dunia politik modern.
Pete-pete yang ia tumpangi seolah menjadi jembatan antara kekuasaan dan rakyat kecil. Ia menunjukkan bahwa pemimpin sejati tidak harus berdiri di atas rakyat, tetapi berjalan bersama mereka.
Makna lain yang muncul adalah tentang identitas lokal. Dengan memilih pete-pete, Musakkar seolah ingin menegaskan kembali kebanggaan terhadap budaya dan kearifan lokal Makassar yang terkenal egaliter dan berjiwa sosial tinggi.
“Semakin tinggi jabatan seseorang, seharusnya semakin dekat ia duduk dengan rakyatnya.”
Respon Politik dan Media
Aksi Musakkar juga menarik perhatian kalangan politik. Beberapa rekan sejawat di DPRD Sulsel memberikan komentar positif dan menyebutnya sebagai “angin segar” dalam budaya politik lokal. Mereka menilai tindakan itu sebagai contoh kecil dari bagaimana seorang pejabat bisa menjadi inspirasi melalui hal-hal sederhana.
Namun, seperti biasa, tidak semua pihak menanggapinya dengan positif. Ada juga yang skeptis dan menilai langkah tersebut sebagai strategi untuk menarik perhatian publik menjelang agenda politik tertentu. Meski begitu, opini negatif itu tenggelam oleh gelombang apresiasi yang jauh lebih besar dari masyarakat.
Media nasional pun ikut mengangkat kisah ini sebagai berita utama. Foto Musakkar turun dari pete-pete menjadi viral di berbagai portal berita dan media sosial, lengkap dengan komentar masyarakat yang memuji kesederhanaannya.
“Kadang yang paling berpengaruh bukan pidato panjang, tapi satu tindakan kecil yang tulus di tengah keramaian.”
Refleksi Tentang Kepemimpinan dan Keteladanan
Tindakan Musakkar bisa dibilang sederhana, namun resonansinya besar. Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pejabat dan wakil rakyat, aksi seperti ini menjadi semacam penawar. Ia menunjukkan bahwa politik tidak harus selalu identik dengan kekuasaan, uang, atau kemewahan, tetapi bisa menjadi ruang bagi keteladanan.
Kehadiran Musakkar di pelantikan DPRD dengan pete-pete seolah mengingatkan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari kesediaan untuk merasakan apa yang rakyat rasakan. Bahwa simbol kemewahan bukanlah tolok ukur kehormatan, melainkan kemampuan untuk tetap berpijak di bumi yang sama dengan masyarakat.
“Seorang pemimpin yang tidak takut kotor bajunya saat duduk di pete-pete, tidak akan takut kotor tangannya saat bekerja untuk rakyat.”
Inspirasi yang Tertanam di Hati Rakyat
Setelah pelantikan usai, banyak warga yang masih membicarakan kisah Musakkar. Di warung kopi, di media sosial, hingga di ruang-ruang diskusi kampus, nama Musakkar disebut sebagai contoh nyata bagaimana tindakan sederhana bisa menggugah kesadaran sosial.
Anak-anak muda mulai memposting ulang videonya dengan caption motivasional. Komunitas sopir pete-pete pun berharap kejadian ini menjadi momentum agar pemerintah lebih memperhatikan nasib transportasi rakyat yang semakin terpinggirkan oleh kemajuan teknologi transportasi digital.
Bagi rakyat kecil, Musakkar bukan sekadar tokoh publik — ia adalah gambaran tentang pemimpin yang mereka rindukan: yang tidak menciptakan jarak, yang tidak lupa dari mana ia berasal, dan yang berani melangkah dengan kaki sendiri di antara rakyatnya.