Di balik dinding tebal Lapas Narkotika Sungguminasa, ada 54 wajah penuh harap yang menanti keputusan penting dalam hidup mereka. Mereka adalah warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang mengikuti Sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan), sebuah momen krusial yang akan menentukan nasib mereka apakah berhak memperoleh pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau justru harus menjalani masa korvei tambahan.
“Bagi sebagian WBP, sidang ini bukan sekadar formalitas, melainkan garis batas antara kebebasan dan kelanjutan masa pembinaan.”
Sidang TPP: Tahapan Penting dalam Pembinaan Narapidana
Sidang TPP yang digelar di Aula Lapas Narkotika Sungguminasa dihadiri oleh berbagai unsur penting. Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Lapas, pejabat struktural, perwakilan Balai Pemasyarakatan (Bapas), serta tim pembina yang menilai perkembangan perilaku warga binaan selama masa tahanan.
Kegiatan ini merupakan bagian dari mekanisme resmi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI dalam memastikan proses reintegrasi sosial berjalan sesuai prosedur. Dalam sidang ini, setiap WBP dinilai berdasarkan indikator pembinaan, seperti kedisiplinan, keikutsertaan dalam program kerja, kerajinan, serta kemampuan menyesuaikan diri.
Menurut Kepala Lapas Narkotika Sungguminasa, Akbar Taufik, A.Md.IP., S.H., M.H., pelaksanaan sidang ini dilakukan dengan prinsip objektivitas dan transparansi agar keputusan yang diambil benar-benar adil.
“Kami ingin memastikan setiap keputusan didasarkan pada perilaku nyata dan bukan hanya catatan administratif. Siapa pun yang benar-benar berubah, layak diberi kesempatan kedua.”
54 WBP Masuk Daftar Penilaian
Sebanyak 54 WBP yang mengikuti sidang kali ini terdiri dari berbagai kategori pelanggaran, dengan mayoritas merupakan kasus narkotika. Mereka telah menjalani masa hukuman antara dua hingga delapan tahun. Sebagian di antaranya bahkan sudah mendekati akhir masa tahanan dan berharap bisa menghirup udara bebas melalui program pembebasan bersyarat.
Setiap WBP mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan hasil evaluasi dari tim pengamat. Penilaian dilakukan secara mendalam, mencakup aspek mental, perilaku sosial, dan partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Ada yang terlihat tegang, ada pula yang tampak pasrah, menunggu keputusan dengan wajah penuh doa.
Seorang petugas pembinaan lapas narkotika mengungkapkan bahwa tidak sedikit dari mereka menunjukkan perubahan signifikan selama masa pembinaan.
“Banyak yang dulunya keras dan tertutup, kini lebih terbuka dan disiplin. Mereka sadar bahwa masa tahanan bukan hukuman abadi, tapi kesempatan memperbaiki diri.”
Program Pembinaan yang Mendorong Perubahan

Lapas Narkotika Sungguminasa dikenal sebagai salah satu lembaga pemasyarakatan yang aktif menerapkan pendekatan rehabilitasi dan vokasional dalam pembinaan narapidana. Program-program seperti pelatihan keterampilan menjahit, pertanian hidroponik, hingga servis elektronik menjadi bagian penting dari proses pemulihan.
Selain itu, kegiatan keagamaan dan konseling psikologis juga rutin dilakukan untuk membantu warga binaan menata kembali arah hidup mereka. Kolaborasi antara petugas lapas dan lembaga non-pemerintah yang bergerak di bidang rehabilitasi menjadi nilai tambah dalam memperkuat proses reintegrasi sosial.
“Perubahan tidak bisa dipaksakan dari luar lapas narkotika. Tapi ketika sistem pembinaan berjalan dengan empati, banyak WBP yang menemukan harapan baru di balik jeruji.”
Pembebasan Bersyarat: Harapan Baru di Ujung Masa Tahanan
Bagi banyak WBP, pembebasan bersyarat adalah momen yang sangat ditunggu. Program ini memungkinkan narapidana yang telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk menjalani sisa masa hukumannya di luar lapas dengan pengawasan.
Namun, tidak semua bisa langsung mendapatkannya. Tim TPP menilai dengan ketat kelayakan setiap peserta. Mereka yang masih dinilai belum stabil secara emosional atau masih memiliki risiko tinggi untuk mengulangi tindak pidana akan direkomendasikan untuk melanjutkan pembinaan.
Salah satu WBP berinisial MA, yang sudah menjalani hukuman lima tahun, mengaku telah banyak belajar selama berada di Lapas Sungguminasa. Ia kini menjadi salah satu peserta aktif dalam program pertanian.
“Kalau saya diberi kesempatan bebas, saya ingin buka usaha sayur hidroponik di kampung. Di sini saya belajar banyak tentang hidup yang bersih dan jujur.”
Korvei: Bentuk Tanggung Jawab dan Disiplin Tambahan
Korvei adalah bentuk kegiatan kerja wajib yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan (WBP) di dalam lembaga pemasyarakatan sebagai bagian dari proses pembinaan disiplin dan tanggung jawab. Kegiatan ini biasanya meliputi pekerjaan sosial seperti menjaga kebersihan lingkungan, membantu dapur umum, merawat taman, atau memperbaiki fasilitas lapas.
Tujuan utama dari korvei bukanlah hukuman tambahan, melainkan sarana untuk melatih kedisiplinan, etos kerja, dan rasa tanggung jawab sosial bagi WBP sebelum mereka kembali ke masyarakat.
“Korvei mengajarkan kerja keras dan rasa tanggung jawab. Dari hal sederhana seperti menyapu halaman, mereka belajar tentang arti kejujuran dan kontribusi.”
Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengambilan Keputusan
Sidang TPP di Lapas Narkotika Sungguminasa dilakukan secara terbuka dengan dokumentasi resmi dan pengawasan dari tim independen. Proses ini bertujuan agar tidak ada diskriminasi dan semua keputusan didasarkan pada data pembinaan yang valid.
Petugas dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) turut hadir untuk memastikan kesiapan reintegrasi bagi WBP yang akan dibebaskan. Setiap calon penerima pembebasan bersyarat diwajibkan menandatangani surat pernyataan dan mengikuti bimbingan lanjutan.
“Kami tidak ingin warga binaan kembali ke jalan yang salah. Karena itu, setiap pembebasan selalu disertai komitmen moral dan pendampingan sosial.”
Suasana Haru dan Tegang di Ruang Sidang
Suasana sidang di Aula lapas narkotika terasa tegang. Satu per satu nama WBP dipanggil untuk mendengarkan hasil keputusan. Beberapa tersenyum lega ketika mendengar namanya masuk daftar pembebasan bersyarat, sementara yang lain hanya menunduk, menerima kenyataan bahwa masa pembinaannya masih harus diperpanjang.
Bagi petugas, momen ini juga tidak mudah. Mereka menyadari bahwa setiap keputusan menyangkut kehidupan manusia dan masa depan keluarga mereka di luar sana.
“Setiap kali sidang TPP, kami juga ikut terbebani secara emosional. Tapi kami harus tegas, karena tujuan utama kami adalah memastikan perubahan benar-benar terjadi.”
Lapas yang Humanis dan Edukatif
Citra lapas narkotika sering kali diasosiasikan dengan tempat hukuman, namun Lapas Narkotika Sungguminasa berupaya mematahkan stigma tersebut. Dengan konsep pemasyarakatan humanis, petugas lebih berperan sebagai pembimbing daripada sekadar penjaga.
Pendekatan ini telah membawa perubahan besar. Banyak WBP yang kini mampu berkarya, bahkan beberapa di antaranya berhasil menghasilkan produk yang dijual di luar lapas, seperti kerajinan tangan dan makanan ringan.
“Setiap manusia punya sisi gelap, tapi juga punya peluang untuk menyalakan cahaya baru di dalam dirinya.”
Evaluasi dan Peningkatan Pembinaan ke Depan
Kegiatan sidang TPP menjadi sarana evaluasi bagi pihak lapas untuk memperbaiki program pembinaan ke depan. Kepala lapas narkotika menyatakan akan terus memperkuat kerja sama dengan lembaga sosial, BNN, dan pemerintah daerah agar pembinaan narapidana narkotika tidak hanya berhenti di dalam lapas, tetapi juga berlanjut setelah mereka kembali ke masyarakat.
“Tujuan akhir dari pemasyarakatan bukan sekadar bebas, tapi kembali menjadi manusia yang bermanfaat.”
Dalam rencana jangka panjang, Lapas Narkotika Sungguminasa juga tengah mengembangkan program pelatihan kewirausahaan bagi narapidana yang akan bebas dalam waktu dekat. Program ini diharapkan bisa mengurangi risiko residivisme dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mandiri secara ekonomi.
Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Tidak bisa dipungkiri, dukungan keluarga menjadi faktor penting dalam proses reintegrasi sosial. Oleh karena itu, pihak lapas juga menggandeng keluarga WBP untuk turut serta dalam program pembinaan moral dan sosial.
Banyak keluarga yang datang berkunjung dengan penuh harap agar anggota keluarganya bisa segera pulang. Harapan itu terasa begitu kuat di setiap pelukan yang diberikan setelah sidang selesai.
“Bagi seorang ibu, tidak ada kebahagiaan yang lebih besar selain melihat anaknya pulang dengan hati yang bersih.”
Makna Sidang Bagi Proses Pemasyarakatan
Sidang TPP bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan refleksi dari filosofi pemasyarakatan Indonesia yang menempatkan pembinaan dan kemanusiaan sebagai fondasi utama. Proses ini memastikan bahwa setiap narapidana memiliki kesempatan untuk berubah, tanpa kehilangan martabat sebagai manusia.
Dengan 54 WBP yang kini menanti keputusan, Lapas Narkotika Sungguminasa kembali menegaskan perannya sebagai lembaga yang tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga memberi harapan. Sebuah harapan bahwa setiap orang, betapapun kelam masa lalunya, tetap memiliki kesempatan untuk menulis babak baru dalam hidupnya.
“Di balik setiap tembok lapas, selalu ada doa dan tekad untuk menjadi lebih baik. Dan itulah makna sejati dari pemasyarakatan.”






