Ketua Komisi B DPRD Makassar Tinjau Normalisasi Saluran di Rappokalling Langit Makassar tampak mendung ketika rombongan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar tiba di kawasan Rappokalling. Dengan mengenakan rompi lapangan berlogo pemerintah kota, Ketua Komisi B DPRD Makassar berjalan di sepanjang sisi saluran yang sedang dibersihkan alat berat. Lumpur tebal dan tumpukan sampah plastik terlihat di beberapa titik. Tinjauan ini menjadi simbol keseriusan legislatif dalam memastikan proyek normalisasi saluran air berjalan efektif dan sesuai kebutuhan warga.
“Air adalah sahabat jika kita menatanya dengan baik, tapi bisa jadi ancaman ketika kita abai menjaga jalannya.”
Kondisi Rappokalling Sebelum Normalisasi
Rappokalling selama ini dikenal sebagai wilayah yang rawan genangan saat musim hujan tiba. Beberapa titik di kelurahan ini bahkan menjadi langganan banjir akibat tersumbatnya aliran air. Warga berkali kali mengeluhkan air yang meluap hingga ke dalam rumah ketika hujan deras mengguyur. Akumulasi sampah rumah tangga, sedimentasi lumpur, serta bangunan yang menutupi jalur air menjadi faktor utama penyebab masalah tersebut.
Ketua Komisi B yang membidangi urusan pembangunan dan infrastruktur menilai kondisi ini sudah masuk tahap serius. Ia menegaskan bahwa upaya normalisasi bukan sekadar membersihkan saluran, tetapi juga merancang ulang sistem drainase agar lebih tahan terhadap curah hujan ekstrem.
“Selama bertahun tahun masyarakat menganggap banjir itu takdir, padahal banyak hal yang bisa kita perbaiki agar air kembali ke tempatnya.”
Langkah Konkret di Lapangan
Dalam kunjungan tersebut, rombongan DPRD disambut oleh jajaran Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan aparat kecamatan. Mereka menjelaskan proses pengerjaan yang telah berjalan selama dua minggu terakhir. Beberapa titik telah dikeruk hingga dua meter untuk mengembalikan kapasitas aliran air seperti semula. Pihak kontraktor juga menyiapkan rencana lanjutan berupa penguatan dinding saluran agar tidak mudah runtuh.
Ketua Komisi B terlihat aktif berdiskusi dengan warga yang ikut menyaksikan proses pengerukan. Ia mencatat aspirasi mereka, termasuk usulan untuk memperluas area kerja hingga ke perumahan yang sering tergenang. Respons cepat seperti ini menunjukkan pendekatan yang partisipatif, di mana keputusan tidak diambil hanya dari atas meja, tetapi langsung dari suara masyarakat yang terdampak.
“Kebijakan yang lahir dari lapangan akan lebih berumur panjang karena di sana ada rasa, ada logika, dan ada kepentingan nyata warga.”
Suara dan Harapan dari Warga
Sejumlah warga sekitar Rappokalling mengaku lega dengan hadirnya proyek normalisasi tersebut. Mereka sudah lama menanti perhatian serius dari pemerintah. Beberapa ibu rumah tangga menceritakan bagaimana setiap musim hujan mereka harus menyiapkan ember dan sapu air untuk menghalau genangan. Kini, dengan alat berat yang bekerja di depan mata, mereka merasa sedikit lebih tenang.
Meski demikian, ada pula harapan agar pekerjaan tidak berhenti di titik awal. Warga berharap agar program ini dilanjutkan secara menyeluruh hingga ke muara, bukan hanya di sekitar permukiman. Sebab jika penyumbatan masih terjadi di hilir, upaya di hulu akan sia sia. Ketua Komisi B merespons permintaan tersebut dengan janji untuk berkoordinasi dengan dinas terkait agar penanganan dilakukan secara menyeluruh.
“Kita tidak ingin proyek ini berhenti di foto seremonial. Keberhasilan normalisasi hanya bisa dirasakan ketika air benar benar mengalir bebas sampai ke laut.”
Koordinasi Antarlembaga
Normalisasi saluran bukan pekerjaan satu instansi. Ketua Komisi B menyoroti perlunya kolaborasi lintas sektor antara Dinas PU, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perumahan, hingga kecamatan dan kelurahan. Setiap lembaga memiliki peran yang saling melengkapi. PU mengeruk dan memperlebar saluran, Dinas Lingkungan Hidup memastikan pengelolaan sampah, sedangkan aparat kecamatan melakukan edukasi kepada warga agar tidak membuang sampah sembarangan.
Rombongan dewan juga meminta agar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ikut memetakan wilayah dengan risiko tinggi banjir. Dengan data yang akurat, alokasi anggaran tahun berikutnya dapat disesuaikan. Ketua Komisi B menegaskan pentingnya perencanaan yang berbasis data, bukan sekadar asumsi.
“Pemerintahan modern bukan lagi soal siapa yang bekerja paling cepat, tapi siapa yang bekerja paling tepat berdasarkan data yang benar.”
Tantangan di Lapangan
Meski pengerjaan berjalan lancar, sejumlah kendala masih ditemui. Salah satunya adalah bangunan yang berdiri di atas saluran. Beberapa warga membangun dapur atau gudang menjorok ke arah drainase, sehingga alat berat sulit bekerja maksimal. Ketua Komisi B menegaskan bahwa masalah ini harus diselesaikan dengan pendekatan yang bijak namun tegas. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan, jika perlu, penertiban demi kepentingan bersama.
Selain itu, cuaca yang tidak menentu juga memperlambat progres pekerjaan. Alat berat kerap berhenti ketika hujan mengguyur deras karena risiko longsor pada dinding saluran. Untuk itu, pengawasan harus dilakukan ketat agar pekerjaan tetap sesuai jadwal dan spesifikasi.
“Kita bisa memahami tantangan alam, tapi kita tidak boleh kalah oleh kebiasaan buruk yang justru bisa kita ubah.”
Fungsi Pengawasan DPRD
Salah satu fungsi utama DPRD adalah memastikan bahwa setiap proyek publik berjalan sesuai prosedur, anggaran, dan hasil yang diharapkan. Dalam konteks ini, Ketua Komisi B menegaskan peran legislatif bukan hanya mengawasi dari jauh, tetapi ikut memastikan transparansi penggunaan dana publik. Ia juga mengingatkan agar tidak ada praktik pembiaran terhadap pekerjaan yang tidak sesuai standar.
Pihak kontraktor diberi pesan agar bekerja dengan kualitas terbaik, karena setiap rupiah yang digunakan adalah uang masyarakat. Ketegasan ini mencerminkan semangat baru DPRD Makassar dalam memperjuangkan pembangunan yang berorientasi hasil nyata, bukan formalitas.
“Pengawasan bukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk memastikan kerja keras tidak berubah menjadi sia sia.”
Edukasi Lingkungan dan Keterlibatan Masyarakat
Normalisasi saluran tidak akan berhasil jika masyarakat tidak ikut menjaga kebersihannya. Ketua Komisi B menggunakan momen kunjungan ini untuk mengingatkan warga agar lebih disiplin dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Ia menyebutkan bahwa kebiasaan membuang sampah ke saluran air adalah akar dari banyak masalah banjir di kota.
Dalam dialog singkat, warga mengusulkan adanya tempat penampungan sampah sementara yang lebih dekat dengan rumah mereka. Ketua Komisi B menilai usulan itu rasional dan akan dibahas dengan Dinas Lingkungan Hidup. Dengan adanya fasilitas yang memadai, perilaku masyarakat pun bisa diarahkan ke arah yang lebih baik.
“Kita tidak bisa menuntut warga untuk disiplin tanpa menyediakan sarana yang memudahkan mereka untuk disiplin.”
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Normalisasi
Selain mengurangi risiko banjir, proyek ini juga memberikan dampak sosial dan ekonomi. Selama proses pengerjaan, sejumlah tenaga kerja lokal dilibatkan, baik sebagai pekerja lapangan maupun petugas keamanan proyek. Kehadiran proyek ini juga menggerakkan ekonomi mikro di sekitar lokasi, dari pedagang makanan hingga penyedia jasa transportasi kecil.
Bagi warga, manfaat terbesar tentu adalah rasa aman dari ancaman genangan. Rumah yang sebelumnya harus dinaikkan lantainya atau dibuat tanggul sementara kini memiliki harapan baru. Aktivitas sehari hari tidak lagi terganggu setiap kali hujan turun. Anak anak bisa berangkat sekolah tanpa melewati genangan yang mengotori pakaian mereka.
“Ketika air berhenti menggenang, kehidupan masyarakat kembali mengalir dengan wajar. Itulah makna pembangunan yang sebenarnya.”
Upaya Jangka Panjang: Drainase Terpadu Kota
Kunjungan ini juga menjadi momentum bagi DPRD untuk mendorong konsep drainase terpadu di seluruh Kota Makassar. Ketua Komisi B menjelaskan bahwa sistem drainase di kota besar tidak boleh berdiri sendiri per wilayah. Semua harus terhubung dalam satu peta perencanaan agar air dari satu daerah tidak menumpuk di daerah lain.
Ia menegaskan bahwa dalam jangka panjang, pemerintah perlu memperkuat infrastruktur bawah tanah, memperbanyak kolam retensi, serta mengembangkan ruang terbuka hijau yang dapat menyerap air hujan. Semua kebijakan tersebut akan lebih mudah diterapkan jika memiliki dukungan politik dan anggaran yang kuat.
“Pembangunan yang cerdas bukan hanya memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain, tapi menciptakan sistem yang membuat air punya jalan alami menuju keseimbangannya.”
Sinergi antara Pemerintah dan DPRD
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi B juga berterima kasih kepada Wali Kota dan seluruh jajaran OPD yang telah bergerak cepat menanggapi keluhan warga. Ia menilai kolaborasi antara eksekutif dan legislatif di Makassar sudah semakin harmonis. Hubungan ini penting untuk memastikan setiap program berjalan dengan sinkron tanpa saling menyalahkan.
Ia juga menegaskan bahwa Komisi B akan terus melakukan pengawasan secara berkala, tidak hanya di Rappokalling, tetapi juga di wilayah lain yang memiliki masalah serupa seperti Tamalanrea, Panakkukang, dan Manggala. Tugas dewan, menurutnya, bukan hanya meninjau tetapi memastikan keberlanjutan hasil kerja.
“Kota yang maju bukan karena pemimpinnya sering turun ke lapangan, tapi karena semua pihak mau turun bersama dan bergerak serempak.”
Mengubah Krisis Jadi Kesempatan
Tinjauan lapangan ini memberi gambaran bahwa setiap masalah perkotaan, termasuk banjir, sebenarnya bisa menjadi kesempatan untuk membangun budaya baru: budaya kepedulian terhadap lingkungan. Ketua Komisi B berharap momentum normalisasi ini menjadi titik balik bagi masyarakat Rappokalling untuk lebih aktif menjaga lingkungannya sendiri.
Ia menyebut, dari krisis banjir bisa lahir solidaritas warga, kesadaran kebersihan, dan rasa tanggung jawab bersama. Jika semua pihak bergerak dengan arah yang sama, maka kota akan tumbuh bukan hanya dalam bangunan fisik, tetapi juga dalam kesadaran sosialnya.
“Ketika kita melihat saluran yang kembali bersih dan air yang mengalir tenang, sesungguhnya yang kita saksikan bukan hanya hasil kerja alat berat, tapi kerja hati dari orang orang yang peduli.”
Normalisasi saluran di Rappokalling bukan hanya proyek infrastruktur, tetapi cermin dari bagaimana sebuah kota belajar menata dirinya kembali. Dari tinjauan itu, Ketua Komisi B DPRD Makassar menunjukkan bahwa pembangunan sejati adalah ketika pemerintah dan rakyat berjalan di jalur yang sama, untuk satu tujuan: kesejahteraan bersama.






