Penduduk Miskin di Pangkep dan Jeneponto Tembus Puluhan Ribu, Pengamat Bilang Begini Gelombang perhatian publik tertuju ke Sulawesi Selatan setelah angka kemiskinan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan serta Kabupaten Jeneponto dilaporkan menembus puluhan ribu jiwa. Isu ini tidak sekadar mencerminkan statistik, melainkan potret keseharian yang dihadapi keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dari harga bahan pokok yang naik turun hingga akses layanan publik yang belum merata, dua kabupaten ini sedang berada di simpang jalan antara peluang dan tantangan.
“Ketika angka berubah menjadi wajah manusia, kita sadar bahwa kemiskinan bukan sekadar grafik, tetapi seruan agar kebijakan menyentuh kehidupan nyata.”
Gambaran Umum Angka dan Sebaran Wilayah
Pangkep memiliki karakter wilayah yang unik. Ada daratan, pesisir, dan gugusan pulau yang berjauhan satu sama lain. Kondisi geografis seperti ini memengaruhi biaya logistik, harga barang, serta kemudahan akses layanan. Sementara itu Jeneponto dikenal dengan karakter iklim yang lebih kering pada periode tertentu, dengan mata pencaharian yang masih didominasi pertanian lahan kering dan ternak. Kombinasi faktor alam dan infrastruktur membuat keduanya rentan ketika terjadi guncangan ekonomi.
Di kedua kabupaten, angka penduduk miskin disebut mencapai puluhan ribu jiwa. Sebagian besar bertempat tinggal di desa desa yang jaraknya jauh dari pusat layanan dasar. Persebaran ini menuntut kebijakan yang tidak seragam di semua kecamatan, sebab tantangan di wilayah pulau tentu berbeda dengan tantangan di dataran yang terhubung jalan raya.
“Satu resep tidak bisa menyembuhkan semua penyakit. Begitu juga satu program tidak bisa mengatasi semua wajah kemiskinan.”
Potret Pangkep yang Kompleks dan Berlapis
Pangkep sering disebut miniatur Sulawesi Selatan karena punya daratan produktif, pesisir yang ramai nelayan, serta pulau pulau yang menantang logistik. Pada musim barat, gelombang tinggi kerap menghambat aktivitas melaut dan pengiriman barang ke pulau. Harga beras, bahan bakar, dan kebutuhan pokok bisa lebih tinggi dari rata rata daratan. Ketika pengeluaran naik dan pemasukan turun, rumah tangga miskin terdorong semakin dekat ke garis rapuh kemiskinan.
Di sejumlah desa daratan, mata pencaharian utama masih pertanian skala kecil. Produktivitas lahan bergantung pada musim dan ketersediaan air. Tanpa dukungan irigasi yang memadai, petani sulit mendorong panen kedua. Di sisi lain, usaha kecil di sektor olahan hasil laut dan hasil kebun belum sepenuhnya terhubung dengan pasar yang lebih menguntungkan.
“Potensi itu ada, tetapi potensi akan tetap menjadi kata benda jika tidak diubah menjadi kesempatan yang nyata.”
Potret Jeneponto dengan Ekonomi Rakyat sebagai Tulang Punggung
Jeneponto dikenal sebagai lumbung ternak dan lahan kering yang mengandalkan komoditas tahan cuaca. Ketika musim kemarau panjang terjadi, daya beli rumah tangga merosot karena hasil panen menurun dan biaya pakan meningkat. Banyak keluarga menggantungkan harapan pada kiriman saudara yang merantau atau pada pekerjaan musiman.
Di sentra pasar tradisional, perputaran ekonomi berjalan, namun skala usaha mikro masih terbatas. Akses ke permodalan formal belum sepenuhnya ramah bagi pelaku kecil. Biaya administrasi, jaminan yang diminta, serta literasi keuangan yang tidak merata menjadi penghambat banyak usaha untuk naik kelas.
“Ekonomi rakyat bisa tumbuh kuat jika dibekali kepercayaan, pengetahuan, dan akses. Tanpa tiga hal itu, mereka berlari di tempat.”
Akar Masalah yang Menjalar dari Infrastruktur hingga Kualitas SDM
Akar masalah kemiskinan di Pangkep dan Jeneponto bersifat majemuk. Pertama adalah keterhubungan. Jalan desa, jembatan kecil, dermaga rakyat, dan layanan transportasi antarpulau menentukan biaya logistik serta kecepatan akses warga terhadap layanan dasar. Kedua adalah layanan pendidikan dan kesehatan yang belum merata. Jarak yang jauh ke sekolah menengah atau puskesmas membuat biaya tidak langsung meningkat, dari ongkos perjalanan hingga kehilangan jam kerja.
Ketiga adalah keterbatasan keterampilan yang sesuai kebutuhan pasar. Banyak anak muda menguasai pekerjaan tradisional tetapi belum familiar dengan teknik budidaya modern, pengolahan pascapanen, pemasaran digital, dan manajemen keuangan sederhana. Keempat adalah kerentanan terhadap guncangan harga. Saat harga gabah, ikan, atau ternak jatuh, tidak ada bantalan yang cukup untuk mencegah rumah tangga miskin terperosok lebih dalam.
“Kemiskinan tumbuh di tempat yang aksesnya mahal, keterampilannya stagnan, dan pasar tidak membuka pintu.”
Dampak Sosial yang Sering Tak Terlihat di Angka
Kemiskinan punya dimensi sosial yang tidak selalu tertangkap dalam tabel statistik. Anak anak dari keluarga miskin kerap menghadapi keterlambatan gizi dan stimulasi belajar. Remaja rawan putus sekolah karena harus membantu orang tua bekerja. Perempuan menanggung beban berlapis sebagai pengelola rumah dan pencari nafkah tambahan, sering tanpa pengakuan formal.
Kerap kali, masalah kesehatan muncul terlambat karena biaya dan jarak menjadi penghalang. Ketika sakit, keluarga menjual aset produktif kecil seperti peralatan kerja atau ternak. Langkah ini meredakan masalah jangka pendek tetapi memperburuk ketahanan ekonomi jangka panjang.
“Kemiskinan tidak hanya mengosongkan dompet, tetapi juga mencuri kesempatan masa depan.”
Apa Kata Pengamat Tentang Pola Penanganan
Pengamat menilai dua hal paling krusial. Yang pertama adalah presisi. Program harus berbasis data mikro hingga tingkat dusun, sehingga intervensi tepat mengenai rumah tangga yang paling rentan. Yang kedua adalah integrasi. Bantuan sosial, infrastruktur dasar, pelatihan keterampilan, dan akses pasar harus berjalan serentak, bukan sendiri sendiri.
Pendekatan spasial disorot penting. Wilayah kepulauan memerlukan solusi logistik yang berbeda dibanding wilayah daratan. Pada wilayah yang bergantung pada ternak, skema asuransi usaha tani dan ternak perlu diprioritaskan. Pada wilayah pesisir, teknologi pascapanen seperti pengeringan higienis dan pengemasan vakum dapat meningkatkan nilai jual.
“Uang bantuan akan habis, tetapi kapasitas dan akses jika dibangun dengan benar akan bertahan.”
Respons Pemerintah Daerah yang Mulai Bergerak
Pemerintah daerah disebut tengah memperkuat pendataan terpadu, meningkatkan perbaikan rumah tidak layak huni, serta memperluas pendampingan usaha mikro. Di sektor pendidikan, beasiswa daerah dan bantuan peralatan sekolah mulai dirapikan agar tepat sasaran. Di sektor kesehatan, pos layanan keliling diperbanyak untuk menjangkau dusun yang jauh.
Ada pula dorongan memperbaiki jaringan irigasi kecil, memperkuat kelompok tani dan nelayan, serta menata pasar desa agar produk lokal punya etalase yang pantas. Upaya ini memerlukan waktu, tetapi sinyal yang ditangkap publik adalah perlunya konsistensi dan pengawasan agar program tidak berhenti di tengah jalan.
“Program yang baik hanya akan berarti jika hadir di tempat yang benar, pada waktu yang tepat, bagi orang yang paling membutuhkan.”
Strategi Terarah untuk Pangkep dan Jeneponto
Beberapa strategi yang dipandang relevan untuk dua kabupaten ini antara lain penguatan konektivitas mikro. Untuk Pangkep, dermaga rakyat yang aman dan jadwal kapal kecil yang teratur akan menurunkan biaya logistik pulau. Untuk Jeneponto, irigasi tetes skala rumah tangga dan pengelolaan air sederhana dapat menjaga produktivitas kebun saat musim kering.
Di sisi ekonomi, koperasi modern yang dikelola profesional dapat menjadi tulang punggung pemasaran komoditas. Produk olahan rumput laut, abon ikan, keripik hasil kebun, dan susu kambing bisa naik kelas jika ada standar mutu, kemasan baik, dan akses ke pasar kota. Pelaku usaha mikro membutuhkan pendampingan pencatatan keuangan, bukan hanya permodalan.
“Nilai tambah yang lahir di desa membuat uang berputar lebih lama di desa.”
Pembiayaan dan Tata Kelola yang Transparan
Tantangan klasik di banyak daerah adalah kontinuitas pendanaan dan akuntabilitas. Penguatan kolaborasi antara pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, dan mitra swasta perlu diarahkan pada proyek proyek yang jelas indikator keberhasilannya. Pembangunan jalan penghubung, perbaikan jaringan air bersih, dan rehabilitasi pasar desa harus disertai target layanan yang terukur.
Transparansi anggaran wajib menjadi budaya. Papan informasi proyek, kanal pengaduan warga, dan laporan berkala akan meningkatkan kepercayaan publik. Partisipasi warga dalam musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat desa dan kecamatan harus dibuka selebar mungkin, dengan memastikan suara perempuan, difabel, dan pemuda didengar.
“Kepercayaan warga adalah modal yang nilainya lebih tinggi daripada angka pada neraca kas.”
Peran Swasta, Kampus, dan Komunitas
Sektor swasta dapat mengambil bagian dalam rantai pasok yang adil. Misalnya dengan skema pembelian langsung dari kelompok produsen desa pada harga yang transparan. Kampus memiliki peran strategis melalui kuliah kerja nyata tematik, riset tindakan, dan inkubasi usaha rintisan desa. Komunitas lokal dapat menjadi motor literasi keuangan, literasi digital, dan literasi kesehatan melalui kegiatan rutin yang menyenangkan.
Sinergi lintas pihak ini akan memotong jarak antara inovasi dan pemanfaatan. Ketika teknologi pengeringan hasil laut sederhana ditemukan oleh kampus, komunitas bisa mengadopsinya, dan swasta bisa membantu memasarkan produk. Pemerintah berperan memastikan regulasi dan fasilitas umum berjalan menopang.
“Kolaborasi adalah jembatan yang membuat ilmu di kelas tiba di dapur rumah tangga.”
Teknologi dan Data untuk Mengunci Ketepatan Sasaran
Pemanfaatan peta digital tingkat dusun akan membantu memetakan rumah tangga rentan. Data ini bisa disandingkan dengan lokasi sekolah, puskesmas, titik air bersih, pasar, dan jalan desa, sehingga terlihat kantong kemiskinan yang paling terisolasi. Aplikasi sederhana di tingkat kecamatan dapat digunakan untuk memantau harga komoditas, stok pangan, dan laporan gangguan layanan.
Pelatihan pemasaran digital bagi pelaku usaha kecil perlu dirancang sesuai kebiasaan warga. Foto produk yang baik, deskripsi yang jujur, dan layanan pengiriman yang terjadwal akan menaikkan kepercayaan pembeli. Di wilayah kepulauan, pengelolaan pesanan berbasis grup pesan bisa dimanfaatkan agar pengiriman barang menumpang kapal yang sama, menekan ongkos.
“Data yang baik membuat empati menemukan arah.”
Perspektif Gender dan Perlindungan Anak
Strategi pengentasan kemiskinan harus berpihak pada perempuan dan anak. Perempuan kerap menjadi pengelola keuangan rumah tangga sekaligus pelaku usaha rumah. Pelatihan manajemen usaha dan akses permodalan ramah perempuan akan mempercepat perputaran ekonomi keluarga. Program gizi bagi ibu hamil, bayi, dan balita sangat penting agar generasi berikutnya tumbuh sehat dan siap belajar.
Pada sisi perlindungan anak, dukungan transportasi ke sekolah menengah dan beasiswa akan menekan angka putus sekolah. Fasilitas belajar bersama di desa, termasuk perpustakaan kecil, bisa menjadi ruang aman anak untuk belajar selepas sekolah.
“Jika kita ingin memutus rantai kemiskinan, mulailah dari memastikan anak anak tumbuh sehat, cerdas, dan berani bermimpi.”
Indikator Keberhasilan yang Mudah Dipahami Warga
Keberhasilan kebijakan sebaiknya diukur dengan indikator yang dirasakan warga. Beberapa indikator yang mudah dipantau antara lain jumlah keluarga yang memperoleh akses air bersih sepanjang tahun, penurunan biaya angkut ke pulau, peningkatan rata rata panen pada lahan irigasi sederhana, penurunan angka putus sekolah, bertambahnya usaha mikro yang memiliki pembukuan, dan menurunnya belanja rutin untuk pengobatan karena layanan pencegahan meningkat.
Ketika indikator ini bergerak ke arah yang benar, warga akan melihat dampak langsung. Kepercayaan meningkat dan partisipasi dalam program akan lebih tinggi.
“Indikator terbaik kebijakan adalah senyum yang lebih sering singgah di wajah warga.”
Menatap Peluang di Tengah Tantangan
Pangkep dan Jeneponto menyimpan potensi besar. Laut yang kaya, lahan yang luas, serta budaya gotong royong yang kuat adalah modal yang tidak ternilai. Tantangannya adalah menjahit modal itu menjadi kain perubahan. Dengan presisi data, integrasi program, transparansi anggaran, dan kolaborasi lintas pihak, angka kemiskinan yang kini menembus puluhan ribu jiwa dapat ditekan secara bertahap dan berkelanjutan.
Komitmen yang konsisten akan membuat kedua kabupaten ini bergerak dari sekadar bertahan menuju mampu tumbuh. Pada akhirnya, keberhasilan tidak hanya tercermin dari persentase yang menurun, tetapi dari kesempatan yang bertambah. Kesempatan untuk bekerja dengan layak, belajar dengan tenang, dan hidup dengan bermartabat.






