Setelah Jadi Calon Tunggal, Ismail Resmi Terpilih sebagai Ketua KONI Makassar Arena musyawarah olahraga kota hari itu penuh sesak oleh delegasi cabang olahraga, para pengurus, dan tamu undangan. Kotak suara yang sudah disiapkan tetap berdiri di sudut ruangan sebagai simbol prosedur, meski semua yang hadir tahu arah peristiwa tidak akan berbelok. Ismail, yang sejak awal proses verifikasi menjadi satu satunya kandidat yang memenuhi syarat pencalonan, akhirnya ditetapkan secara aklamasi sebagai Ketua KONI Makassar untuk periode mendatang. Calon Tunggal Tepuk tangan merambat dari baris depan hingga ke belakang, menandai dimulainya babak baru organisasi payung olahraga di kota ini.
“Aklamasi bukan sekadar formalitas. Ia adalah tanda bahwa pekerjaan rumah begitu banyak hingga energi kita lebih baik dihabiskan untuk mengeksekusi, bukan berdebat tanpa ujung.”
Musyawarah yang Padat Prosedur namun Ringkas Perdebatan
Pengesahan aklamasi bukan berarti prosesnya dikebiri. Pimpinan sidang tetap membacakan tata tertib, laporan panitia penjaringan, dan hasil verifikasi berkas yang dijilid rapi. Sejumlah perwakilan cabang olahraga menyampaikan interupsi bukan untuk menggugat, melainkan untuk mencatatkan harapan. Ada yang menyoroti pendanaan pembinaan, ada yang menyinggung koordinasi event, ada pula yang menekankan urgensi pelatihan pelatih. Ketika palu diketukkan, suasana lega terasa karena proses berjalan tertib dan jelas.
Dalam sesi penyerahan mandat, panitia menegaskan kembali prinsip dasar organisasi: netral, merangkul semua cabang, dan fokus pada prestasi. Kalimat itu menjadi pengingat bahwa kemenangan aklamasi hanya pintu, bukan jaminan.
Siapa Ismail di Mata Cabang Olahraga
Nama Ismail bukan baru bagi pemangku kepentingan olahraga Makassar. Ia pernah berkutat di tingkat klub, terlibat di kepanitiaan event lintas cabor, dan menjadi penghubung antara pelatih pelatih muda dengan sponsor lokal. Reputasinya lebih dikenal lewat kemampuan menyambung komunikasi yang terputus dan keterampilannya merapikan detail. Di gelanggang administrasi, ia disebut rajin memeriksa catatan hingga ke angka kecil. Di lapangan, ia gampang ditemui karena gemar berkeliling dari satu venue ke venue lain.
Para pengurus cabor memaknai figur itu sebagai manajer yang tidak alergi terhadap keringat. Mereka menunggu bukti di kantor baru: keputusan cepat, transparan, dan keberpihakan pada pembinaan akar rumput.
“Prestasi kota dibangun oleh detail yang jarang masuk berita. Administrasi yang rapi dan jadwal yang disiplin sering lebih berguna daripada pidato panjang.”
Mandat Aklamasi dan Tanggung Jawab Ganda
Menjadi calon tunggal membawa dua sisi. Di satu sisi menunjukkan konsolidasi yang kuat. Di sisi lain menyisakan kewajiban etis untuk membuka ruang kritik lebih lebar. Ismail menyadari ini ketika menerima bendera pataka. Dalam pidato singkatnya, ia menekankan tiga kompas kerja: akuntabilitas keuangan, keterbukaan informasi, dan keberlanjutan program. Tiga hal yang terlihat umum, namun justru paling sering tergelincir.
Aklamasi, dalam kacamata banyak orang, menuntut imbal balik berupa partisipasi bermakna dari seluruh cabor. Itu berarti rapat koordinasi yang rutin, kanal pelaporan masalah yang responsif, serta kultur organisasi yang tidak meminggirkan suara minoritas.
Agenda 100 Hari: Dari Audit Hingga Kalender Lomba
Agenda cepat menjadi penentu ritme kepemimpinan baru. Ismail menyiapkan paket 100 hari yang masuk akal namun konkret. Pertama, audit menyeluruh atas program berjalan dan komitmen yang belum terselesaikan. Kedua, penyelarasan kalender kegiatan lintas cabor agar tumpang tindih dapat dikurangi dan potensi kolaborasi meningkat. Ketiga, peluncuran sistem informasi sederhana berbasis web untuk mengarsipkan surat, jadwal, dan hasil rapat sehingga keputusan terekam rapi dan bisa diakses pengurus terkait.
Langkah ini juga diikuti evaluasi status peralatan latihan milik KONI dan inventaris yang dipinjamkan ke cabor. Data akan memandu prioritas anggaran tanpa harus bergantung pada intuisi semata.
“Organisasi yang sehat adalah yang hapal pada asetnya, bukan yang sibuk mencari saat butuh.”
Transparansi Dana: Dari Hibah hingga Sponsorship
Salah satu gugatan yang kerap muncul di ruang olahraga daerah adalah kabar simpang siur tentang dana. Kepengurusan baru mengumumkan format laporan keuangan berkala yang ringkas namun memadai. Arus masuk dari hibah, sponsor, serta kontribusi lainnya akan ditempatkan dalam tabel yang bisa diikuti oleh pengurus cabor. Sisi pengeluaran akan memuat kata kunci program, bukan sekadar kode akun, agar semua paham manfaatnya.
Selain laporan, mekanisme persetujuan pengeluaran akan ditata bertingkat untuk mencegah kebut semu. Program yang mendekati tenggat harus mengantongi rencana rinci dan indikator hasil, bukan hanya poster acara.
Pemetaan Bakat dan Jalur Pembinaan
Makassar punya potensi atletik di lintasan, bela diri yang giat, renang yang mulai membaik, panahan yang pelan pelan menonjol, dan e sport yang terus tumbuh. Namun bakat tanpa jalur pembinaan yang konsisten akan habis oleh umur. Ismail mendorong penguatan pemanduan bakat di tingkat sekolah menengah, klub komunitas, dan turnamen kota yang rutin. Laporan pemanduan disatukan dalam bank data sederhana agar pelatih lintas cabor bisa berbagi referensi.
Sinergi sekolah atlet, klub, dan KONI menjadi target jangka menengah. Bukan untuk mengambil alih fungsi sekolah atau induk cabor, melainkan untuk memastikan jalur pembinaan tidak putus di tengah.
“Kita sering mengejar talenta besar dan lupa setia menyiangi talenta kecil. Padahal juara lahir dari kebiasaan baik yang diulang.”
Penguatan Peran Pelatih dan Lisensi
Pelatih adalah tulang punggung prestasi yang jarang disorot. Kepengurusan baru menempatkan pendidikan pelatih sebagai prioritas. Lisensi yang kadaluarsa akan didorong untuk diperbarui dengan skema bantuan biaya. Klinik ilmu terapan akan digelar lintas cabor, misalnya gizi dasar atlet, pencegahan cedera, periodisasi latihan, hingga literasi data latihan. Modul dibuat praktis dan relevan, bukan sekadar penambahan sertifikat.
Selain itu, pelatih didorong memiliki rencana latihan yang terdokumentasi. Tidak harus mewah, tetapi cukup untuk menunjukkan arah, beban, dan evaluasi. Dokumen ringkas ini memudahkan pergantian pelatih tanpa mengorbankan kontinuitas.
Infrastruktur Latihan: Peta Kebutuhan yang Realistis
KONI bukan kontraktor, namun ia bisa menjadi penyusun peta kebutuhan yang meyakinkan pemerintah daerah dan mitra swasta. Inventarisasi venue akan diperbarui, termasuk jam padat, kondisi peralatan, dan rencana perawatan. Peta ini menjadi dasar lobi perbaikan ringan hingga pengajuan proyek besar di tahun anggaran selanjutnya.
Untuk jangka pendek, skema berbagi venue antar cabor akan diujicoba pada jam jam sepi. Prinsipnya, lebih baik peralatan dan ruang terpakai penuh daripada menganggur menunggu giliran ideal yang tidak pernah tiba.
Tata Kelola Event: Prosedur yang Sederhana namun Tegas
Event olahraga sering kali jadi senjata branding kota, tetapi ia juga rawan salah kelola jika standar tidak disusun. Kepengurusan baru menyusun pedoman penyelenggaraan yang menjelaskan alur perizinan, standar keselamatan, pengelolaan relawan, hingga pelaporan pascakegiatan. Pedoman ini dimaksudkan agar panitia cabor punya panduan jelas, sementara KONI berperan sebagai pengawas prosedur, bukan sekadar pemberi rekomendasi.
Untuk menghindari tumpang tindih, semua rencana event diwajibkan masuk kalender bersama. Dari situ, peluang kolaborasi antarcabor dapat ditemukan, misalnya berbagi panggung pembukaan atau zona penonton.
“Event yang baik meninggalkan dua jejak: memori di penonton dan catatan rapi di meja auditor.”
Digitalisasi Administrasi dan Layanan
Banyak pekerjaan organisasi tersedak oleh surat menyurat. Ismail menugaskan tim kecil merancang portal administrasi yang dapat diakses pengurus cabor. Surat permohonan, persetujuan, serta stok dokumen standar akan tersedia di sana. Tanda tangan elektronik internal akan dipakai untuk keputusan rutin agar pengurus tidak bergantung pada pertemuan fisik yang sulit dijadwalkan.
Selain portal, kanal informasi cepat melalui pesan instan resmi akan dibuka dengan etika yang tegas. Hanya update program, keputusan, dan panggilan rapat yang boleh beredar. Larangan ghibah organisasi dicantumkan sebagai pengingat agar energi tidak habis pada hal yang tidak produktif.
Sinergi dengan Pemerintah Daerah dan DPRD
Tanpa dukungan anggaran publik, laju program akan terseok. Karena itu, kepengurusan baru menata ulang pola komunikasi dengan pemerintah kota dan DPRD. Alih alih datang membawa daftar belanja, KONI akan datang membawa matriks manfaat dan tolak ukur. Misalnya, program klinik gizi atlet disertai target penurunan cedera berulang dan peningkatan kepatuhan nutrisi. Pembangunan lintasan latihan diusulkan bersama rencana pemanfaatan bersama komunitas warga agar nilai turunan lebih besar.
Pendekatan berbasis manfaat dan data diharapkan memotong jarak psikologis antara dunia olahraga dan perencana kebijakan.
Etika Konflik Kepentingan dan Saringan Vendor
Keributan di organisasi olahraga sering lahir dari konflik kepentingan yang samar. Ismail mendorong kewajiban deklarasi kepentingan bagi pengurus yang punya usaha atau keterkaitan dengan vendor. Pada proyek di atas ambang tertentu, saringan vendor akan dibuka minimal tiga penawaran yang dapat diuji kewajarannya. Keputusan pengadaan wajib disertai catatan singkat alasan pemilihan.
Etika ini bukan untuk memusuhi pelaku usaha lokal, melainkan untuk menjaga martabat organisasi dan meminimalkan prasangka. Dunia olahraga butuh kepercayaan lebih dari sekadar hasil tanding.
“Transparansi bukan musuh kecepatan. Ia adalah sabuk pengaman yang membuat laju kencang tetap selamat.”
Perempuan dalam Manajemen dan Prestasi
Makassar menyimpan potensi besar atlet perempuan dan pelatih perempuan. Di level manajemen, representasi perempuan di struktural akan diperluas berdasarkan kompetensi. Bukan kuota kosmetik, melainkan kesempatan yang adil. Di tingkat program, jam latihan yang ramah keselamatan dan kebut kebutuhan khusus akan dirancang bersama pelatih. Edukasi pencegahan kekerasan berbasis gender dan saluran pengaduan yang aman akan menjadi standar organisasi.
Inklusivitas ini bukan tren, melainkan prasyarat ekosistem yang sehat. Prestasi yang adil tumbuh dari ruang latihan yang aman dan hormat.
Kesejahteraan Atlet: Skema Insentif dan Jaminan Dasar
Atlet kota sering berjibaku antara latihan, sekolah, pekerjaan, dan urusan rumah. Kepengurusan baru menyiapkan skema insentif berbasis capaian yang realistis untuk level kota. Selain bonus, hal yang tak kalah penting adalah jaminan dasar seperti akses fisioterapi dasar, pemeriksaan berkala, dan paket nutrisi dasar untuk masa persiapan event besar. Kerja sama dengan klinik atau kampus kesehatan akan dibangun agar biaya efisien.
Di sisi nonmateri, program after sport life akan diperkenalkan. Atlet didorong menyiapkan rencana karier, entah sebagai pelatih, wasit, atau profesi di luar olahraga. Organisasi berkewajiban menyiapkan jembatan ke fase hidup berikutnya.
Pengembangan Wasit dan Juri
Prestasi yang adil mustahil tanpa perangkat pertandingan yang kredibel. Wasit dan juri di tingkat kota akan mendapat pelatihan berkala, termasuk penguasaan aturan terbaru dan etika pertandingan. Rotasi penugasan dimatangkan agar peluang berkembang merata dan risiko kedekatan yang berlebihan dengan kontestan bisa ditekan.
KONI akan memfasilitasi sertifikasi dan mempromosikan wasit terbaik ke kejuaraan provinsi agar jam terbang meningkat. Ini investasi yang hasilnya mungkin tak tampak hari ini, namun menentukan kredibilitas kompetisi kota.
“Kejuaraan yang adil dimulai dari peluit yang dipercaya semua pihak.”
Kolaborasi dengan Kampus dan Industri
Penelitian olahraga terapan di kampus kampus Makassar menyimpan banyak temuan yang sayang dibiarkan di jurnal. KONI akan membuka pintu kolaborasi yang konkret. Mahasiswa keolahragaan dapat terlibat sebagai asisten pelatih, mahasiswa gizi membantu asesmen menu, mahasiswa teknik memodifikasi alat latihan sederhana, dan mahasiswa data menganalisis beban latihan. Industri lokal juga diajak bermitra melalui skema adopsi cabor, bukan sekadar pasang logo di spanduk.
Kolaborasi ini harus ditopang perjanjian kerja yang jelas agar hak dan kewajiban pihak pihak terlindungi. Ketika masing masing dapat nilai, kerja sama berumur panjang.
Komunitas dan Olahraga Rekreasi
Prestasi puncak dibangun dari dasar yang lebar. KONI akan merangkul komunitas lari, sepeda, senam, panahan rekreasi, hingga e sport komunitas untuk menyemarakkan kalender kota. Kejuaraan persahabatan digelar bukan hanya sebagai panggung lomba, melainkan sebagai sarana menemukan talenta baru dan memperluas budaya gerak di masyarakat. Dukungan prasarana ringan seperti cone, timer sederhana, dan bib nomor pinjaman akan disiapkan agar komunitas bisa mandiri.
Dengan masyarakat aktif, atlet tumbuh di lingkungan yang mendukung, sponsor tertarik karena massa ada, dan kota mendapat citra sehat.
“Kota yang warganya gemar bergerak, lebih tahan pada guncangan, baik sosial maupun ekonomi.”
Komunikasi Publik dan Akuntabilitas
Era digital menuntut organisasi hadir di ruang publik dengan suara yang konsisten. KONI di bawah Ismail akan mengaktifkan kanal komunikasi yang informatif. Jadwal, hasil, profil atlet, hingga klarifikasi isu akan dipublikasikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Setiap rilis memuat kontak humas agar media dan publik punya pintu tanya yang jelas. Transparansi ini bukan untuk memburu pujian, melainkan membangun rasa memiliki warga kota terhadap prestasi olahraga.
Rencana kuartalan akan dipublikasikan pada awal periode dan diikuti laporan singkat pada akhir kuartal. Ketika publik bisa memantau, organisasi terjaga di jalur.
Menjaga Ritme, Merawat Kepercayaan
Hari hari pertama setelah aklamasi sering tampak mudah karena semangat masih penuh. Tantangannya muncul setelah sebulan, ketika tugas harian menumpuk, telepon tidak berhenti berbunyi, dan rapat beruntun menggerus fokus. Ritme organisasi harus dijaga. Ismail menempatkan sekretariat sebagai mesin yang stabil, bukan sekadar ruang administrasi. Jadwal yang ketat namun manusiawi, pembagian kerja yang jelas, dan evaluasi yang rutin menjadi kunci agar energi tidak habis sebelum garis tengah.
Di atas semua itu, kepercayaan adalah mata uang. Ia ditabung melalui keputusan yang adil, pelayanan yang cepat, dan keberanian mengakui salah ketika keliru. Aklamasi telah memberi modal awal. Sisanya, tergantung pada komitmen harian yang mungkin terlihat kecil, namun menentukan arah besar.






