Suasana reses anggota DPRD Makassar kali ini terasa berbeda. Bukan hanya soal aspirasi pembangunan atau infrastruktur lingkungan yang biasa muncul, tetapi karena seorang wakil rakyat, Dr. Udin Saputra Malik, menyoroti isu yang lebih mendasar dan sensitif pemilihan RT/RW yang kerap diwarnai intervensi dan praktik politik uang.
Dalam forum yang digelar di salah satu kelurahan di Kecamatan Panakkukang, Dr. Udin berbicara tegas. Ia meminta agar masyarakat, pemerintah, dan para tokoh lokal bersama sama menjaga agar proses pemilihan RT dan RW berjalan demokratis, transparan, dan bebas dari segala bentuk pengaruh kepentingan pribadi.
“Pemilihan RT/RW adalah fondasi demokrasi paling kecil di tingkat masyarakat. Kalau dari sini saja sudah rusak oleh intervensi dan uang, maka rusak pula semangat keadilan sosial kita.”
Suara Tegas dari Seorang Akademisi dan Legislator
Dr. Udin Saputra Malik bukan sosok baru di panggung politik lokal. Sebagai seorang akademisi yang lama berkecimpung di dunia pendidikan sebelum masuk ke DPRD Makassar, ia dikenal sebagai figur yang berpikir rasional, berbicara dengan data, dan menekankan integritas publik dalam setiap kebijakannya.
Dalam kegiatan reses yang digelar pekan ini, Dr. Udin tampil sederhana dengan kemeja putih dan peci hitam. Namun gaya bicaranya yang lugas membuat ruangan penuh perhatian. Ia tidak hanya berbicara soal anggaran kelurahan atau infrastruktur drainase, tetapi menyoroti cara warga memilih pemimpinnya di tingkat paling bawah.
Menurutnya, demokrasi tidak bisa tumbuh dari kecurangan yang dimulai sejak lingkup terkecil. Ia menegaskan bahwa pemilihan RT dan RW harus dijaga agar tidak menjadi ajang perebutan kekuasaan kecil atau alat politik menjelang pemilihan legislatif dan pilkada.
“Saya lebih khawatir ketika kecurangan dianggap biasa. Karena saat itu, masyarakat sudah kehilangan rasa malu terhadap keadilan.”
Pemilihan RT/RW dan Praktik Tak Sehat di Lapangan
Masalah pemilihan RT/RW di beberapa wilayah Makassar memang kerap menuai polemik. Ada laporan tentang oknum yang mengintervensi proses pemilihan RT/RW demi kepentingan tertentu. Bahkan, beberapa warga mengaku pernah menerima imbalan uang atau janji bantuan dari calon yang ingin menang.
Fenomena ini menurut Dr. Udin, mencederai semangat gotong royong dan kebersamaan di masyarakat. Ia menilai RT dan RW bukanlah jabatan politik, melainkan posisi sosial yang harus dijalankan dengan niat tulus untuk melayani, bukan untuk mendapatkan keuntungan.
“RT itu bukan penguasa kampung. Ia adalah pelayan warga. Kalau niatnya sejak awal sudah ingin mencari keuntungan, maka yang lahir bukan lagi pemimpin masyarakat, melainkan pengusaha pengaruh.”
Dr. Udin juga menambahkan bahwa praktik seperti ini tidak hanya merusak demokrasi, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan sosial di antara warga. Orang baik enggan mencalonkan diri karena merasa kalah sebelum bertanding, sementara mereka yang punya modal justru mengambil alih ruang sosial dengan cara yang tidak etis.
Mendorong Sistem Pemilihan yang Terbuka dan Akuntabel
Dalam forum reses tersebut, Dr. Udin Saputra Malik mengusulkan beberapa langkah strategis untuk memperbaiki sistem pemilihan RT/RW di Makassar. Ia menilai perlunya keterlibatan langsung dari masyarakat dalam mengawasi jalannya pemilihan, termasuk transparansi daftar pemilih dan pencalonan.
Ia menyarankan agar setiap tahapan pemilihan RT/RW diumumkan secara terbuka di papan informasi kelurahan dan di media sosial resmi pemerintah setempat, sehingga publik bisa mengawasi. Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah kota memberikan pedoman yang jelas terkait tata cara pemilihan RT/RW untuk menghindari celah manipulasi.
Dr. Udin menekankan bahwa demokrasi tidak bisa berjalan hanya dengan slogan, tapi dengan aturan dan kontrol sosial yang kuat.
“Kalau pemilihan di tingkat RT saja bisa diatur dengan jujur, saya yakin pemilihan tingkat kota pun akan lebih beradab.”
Antusiasme Warga Saat Reses
Reses yang digelar di aula serbaguna kelurahan itu dipenuhi ratusan warga dari berbagai latar belakang. Ada tokoh masyarakat, ibu rumah tangga, pemuda karang taruna, hingga perangkat RT/RW yang hadir mendengarkan langsung gagasan Dr. Udin.
Seorang warga bernama Hj. Nurhayati, salah satu tokoh perempuan di daerah itu, mengatakan bahwa pandangan Dr. Udin mencerminkan harapan warga kecil yang selama ini jenuh dengan praktik tidak sehat dalam pemilihan ketua lingkungan.
“Banyak yang sudah bosan, Pak. Kadang yang jadi RT bukan karena dia mau kerja, tapi karena dia punya uang lebih. Kami ingin pemimpin yang mau dengar, bukan yang beli suara.”
Suasana reses malam itu pun berubah menjadi forum diskusi terbuka. Warga menyampaikan berbagai pengalaman tentang praktik intervensi dan money politics yang terjadi di lingkungan mereka. Beberapa di antaranya bahkan berharap agar ke depan, pemilihan RT/RW bisa dilakukan secara digital atau pengawasan langsung oleh lembaga independen kelurahan.
Sosok Udin Saputra Malik: Legislator dengan Visi Sosial Kuat
Siapa sebenarnya Dr. Udin Saputra Malik? Dalam perjalanan kariernya, ia dikenal sebagai sosok yang tidak banyak bermain retorika, tetapi kuat dalam pemikiran dan komitmen terhadap nilai kejujuran.
Sebelum menjadi anggota DPRD, Udin merupakan seorang akademisi dan peneliti di salah satu universitas di Makassar. Latar belakang pendidikannya yang kuat menjadikannya terbiasa melihat persoalan publik dengan kacamata ilmiah. Ketika masuk ke dunia politik, ia membawa pendekatan yang lebih rasional, memadukan pengalaman sosial dengan analisis berbasis data.
Ia aktif memperjuangkan kebijakan sosial seperti pemberdayaan masyarakat, transparansi pemerintahan, serta pembangunan berbasis partisipasi warga. Bagi Udin, politik bukan sekadar jalan menuju kekuasaan, tetapi wadah memperjuangkan nilai moral dalam tata kelola pemerintahan.
“Menjadi pejabat publik itu bukan tentang berapa lama kita duduk di kursi, tapi seberapa jujur kita menjaga kepercayaan orang yang memberi kursi itu.”
Tantangan Demokrasi di Level Terbawah
Pemilihan RT dan RW sering kali dianggap remeh, padahal posisi mereka sangat menentukan kehidupan warga sehari hari. Dari urusan surat pengantar, koordinasi bantuan, hingga keamanan lingkungan, semua bermula dari kepemimpinan mereka.
Dr. Udin menilai bahwa ketika proses pemilihannya tidak jujur, pelayanan publik otomatis ikut menurun. Ia bahkan menyebut bahwa banyak masalah di masyarakat berakar dari lemahnya kepemimpinan di tingkat RT dan RW.
Menurutnya, sistem demokrasi sejati bukan hanya soal memilih wali kota atau anggota DPR, tetapi tentang bagaimana masyarakat bisa memilih pemimpinnya sendiri di lingkungan terdekat secara adil. Ia menyebut pemilihan RT dan RW sebagai “laboratorium demokrasi”.
“Kalau laboratorium ini kotor, maka hasil politik kita di atas juga akan kotor.”
Seruan untuk Pemerintah Kota dan Camat
Dr. Udin dalam pidatonya juga meminta pemerintah kota untuk mengambil langkah tegas dalam memastikan pemilihan RT/RW berjalan netral. Ia menegaskan agar camat dan lurah tidak terlibat dalam permainan politik praktis, melainkan menjadi fasilitator netral bagi warga.
Ia juga menyarankan agar panitia pemilihan RT/RW di setiap kelurahan melibatkan unsur tokoh masyarakat, lembaga keagamaan, dan perwakilan pemuda untuk memperkuat legitimasi hasil pemilihan. Dengan begitu, hasilnya tidak hanya diakui oleh pemerintah, tetapi juga diterima oleh masyarakat luas.
Pemerintah, katanya, harus belajar untuk memberi ruang kepercayaan kepada rakyat.
“Tidak ada demokrasi tanpa kepercayaan. Kalau lurah atau camat ikut mengarahkan pilihan warga, maka mereka sedang mengajarkan rakyat untuk curiga pada negaranya sendiri.”
Isu Money Politics di Tingkat Mikro
Fenomena politik uang di level bawah memang kerap sulit dihapuskan. Namun bagi Dr. Udin, tidak ada alasan untuk menyerah. Ia menilai bahwa pendidikan politik masyarakat harus dimulai dari ruang kecil seperti pemilihan RT/RW.
Menurutnya, ketika warga menyadari bahwa uang tidak menjamin pelayanan, maka mereka akan belajar menolak suap politik. Ia bahkan berencana mendorong kampanye moral di seluruh dapilnya untuk mengedukasi warga tentang bahaya politik uang, sekecil apa pun bentuknya.
Ia mengingatkan bahwa money politics bukan hanya soal uang tunai, tapi juga janji fasilitas, bantuan sembako, atau proyek kecil yang dijadikan alat untuk mengikat dukungan.
“Politik uang itu seperti racun kecil di air bening. Awalnya tak terlihat, tapi lama-lama membuat kita tidak bisa membedakan mana air yang sehat dan mana yang kotor.”
Aspirasi Warga yang Didengar
Selain berbicara soal pemilihan RT/RW, Dr. Udin juga menampung berbagai aspirasi masyarakat selama reses berlangsung. Banyak warga mengeluhkan soal drainase, perbaikan jalan lingkungan, dan bantuan UMKM. Namun dalam semua diskusi itu, benang merahnya tetap sama: pentingnya kepemimpinan lokal yang bersih dan berintegritas.
Warga menilai, selama ini masalah lingkungan sering tidak selesai karena pemimpin RT/RW lebih sibuk mengurus urusan pribadi. Padahal, jika pemimpinnya jujur dan aktif, banyak masalah bisa diselesaikan di tingkat kampung tanpa harus menunggu bantuan pemerintah.
Dr. Udin berjanji untuk menyampaikan seluruh aspirasi itu dalam rapat paripurna DPRD. Namun ia menegaskan, perbaikan yang paling nyata bukan berasal dari dewan, tetapi dari kemauan warga menjaga integritas di lingkungan sendiri.
Peran Tokoh Masyarakat dalam Mengawal Demokrasi Lokal
Dalam kesempatan itu, Dr. Udin juga mengajak para tokoh agama, karang taruna, dan lembaga kemasyarakatan untuk ikut mengawal jalannya pemilihan RT/RW. Menurutnya, mereka adalah garda moral yang bisa menjaga agar proses pemilihan RT/RW tetap bersih.
Ia bahkan mencontohkan bahwa di beberapa kelurahan, partisipasi tokoh agama berhasil menurunkan potensi konflik antar calon. Kehadiran mereka memberi ketenangan bagi warga dan memastikan suasana pemilihan RT/RW berlangsung damai.
“Masyarakat kita itu sebenarnya dewasa. Mereka hanya butuh contoh dari orang yang dihormati. Kalau tokohnya netral, maka warganya juga akan bijak.”
Refleksi di Akhir Reses
Reses kali ini ditutup dengan suasana penuh keakraban. Warga menyalami Dr. Udin satu per satu, beberapa bahkan menyampaikan doa agar dirinya terus memperjuangkan keadilan di DPRD. Sebelum meninggalkan lokasi, Dr. Udin sempat berbicara singkat dengan perwakilan pemuda yang meminta agar ia menginisiasi forum pendidikan politik di tingkat kelurahan.
Menanggapi hal itu, Dr. Udin langsung menyetujui. Ia berjanji akan melibatkan akademisi dan aktivis muda untuk menjadi relawan pendidikan politik rakyat, khususnya di wilayah Makassar bagian tengah.
Di tengah riuh tepuk tangan warga, Dr. Udin menutup dengan satu kalimat yang menancap di ingatan semua yang hadir:
“Kalau kita ingin punya wali kota yang jujur, mulai dulu dari memilih ketua RT yang jujur. Demokrasi itu bukan hadiah dari atas, tapi kebiasaan baik yang dibangun dari bawah.”






