RADARMAKASSAR – Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menegaskan tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pegawai non-ASN di lingkup Pemkot Makassar.
Langkah penertiban yang dilakukan saat ini merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah pusat terkait penataan tenaga kerja non-ASN.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menyatakan bahwa langkah ini mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
UU tersebut mewajibkan seluruh instansi pemerintahan menyelesaikan penataan pegawai non-ASN paling lambat Desember 2024.
“Apa yang harus diributkan? Aturannya sudah jelas. Ini bukan PHK, tapi penegakan aturan,” tegas Munafri, Ahad (18/5).
Pria yang akrab disapa Appi itu meminta semua pihak untuk memahami regulasi sebelum mengkritik. Menurutnya, banyak tenaga honorer yang akan dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sementara itu, alternatif lain seperti mekanisme outsourcing perseorangan juga sedang dipertimbangkan.
Appi mengungkapkan bahwa penertiban dilakukan untuk memastikan akurasi data pegawai.
Dari sekitar 3.000 tenaga non-ASN, 2.600 di antaranya merupakan petugas kebersihan. Namun, ia menduga ada data pegawai yang ganda atau bahkan fiktif.
“Kami harus menyelamatkan mereka tanpa melanggar aturan. Tapi data ini harus diverifikasi dulu. Jangan sampai ada yang fiktif atau masuk setelah kami dilantik,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap proses penerimaan tenaga honorer.
“Kenapa bisa ada 3.000 pegawai yang tidak masuk dalam database BKN? Pola penerimaannya seperti apa? Ini yang harus ditelusuri,” kata Appi.
Menanggapi isu PHK, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDM) Makassar, Akhmad Namsum, menegaskan bahwa keputusan terkait tenaga honorer merupakan kebijakan pemerintah pusat.
“Penataan ini sesuai regulasi. Pemkot tidak melakukan PHK, tetapi tenaga non-ASN harus mengikuti mekanisme yang telah ditentukan, seperti seleksi PPPK,” jelasnya.
Bagi yang tidak lolos seleksi PPPK, pemerintah masih membuka opsi melalui pengadaan jasa lainnya perseorangan untuk tenaga yang sangat dibutuhkan, seperti petugas kebersihan dan operasional kantor.
“Semua dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi perangkat daerah (OPD) masing-masing, dengan tetap mengacu pada regulasi yang ada,” tutupnya.(**)