Rektor UIN Alauddin Makassar Kukuhkan Tiga Guru Besar

Rektor UIN Alauddin Makassar Kukuhkan Tiga Guru Besar Balairung kampus UIN Alauddin Makassar pagi itu berdenyut khidmat. Deretan toga hijau zaitun dan hitam menyusun irama warna, sedangkan lantunan ayat suci membuka acara sebelum musik orkestra kampus mengalun pelan. Di mimbar utama, Rektor UIN Alauddin Makassar berdiri menatap hadirin, dari Senat Akademik, pimpinan fakultas, sivitas, tokoh agama, hingga perwakilan pemerintah daerah. Momen yang ditunggu pun tiba, pengukuhan tiga guru besar untuk masa kerja yang akan menandai babak baru kiprah akademik kampus keagamaan terbesar di Indonesia Timur itu.

“Gelar profesor bukan mahkota yang disimpan di lemari kaca, melainkan kompas yang dipakai setiap hari untuk menuntun arah pengetahuan dan pengabdian.”

Seremoni yang Menghubungkan Tradisi dan Transformasi

Prosesi pengukuhan mempertemukan dua wajah universitas. Wajah tradisi tercermin pada pembacaan risalah ilmiah yang dimulai dengan salam dan doa, sementara wajah transformasi hadir pada paparan roadmap riset berbasis data dan kolaborasi lintas disiplin. Rektor menekankan bahwa pengukuhan hari ini bukan hanya penghormatan bagi pencapaian individu, tetapi juga peneguhan mandat institusi untuk memperkuat riset, memperluas jejaring, dan memperhalus dampak pengabdian kepada masyarakat.

Ribuan pasang mata menyimak penuh minat ketika nama ketiga profesor dipanggil satu per satu. Sosok yang selama ini akrab di laboratorium, perpustakaan, dan ruang kuliah maju menerima penyematan tanda kehormatan. Di layar besar, ringkasan rekam jejak mereka ditayangkan, dari indeks sitasi, buku rujukan, hingga teknologi sederhana yang lahir untuk memecahkan persoalan lokal.

Tiga Bidang, Satu Arah: Ilmu yang Membumi

Pengukuhan kali ini merentang tiga bidang yang saling melengkapi. Ada profesor di rumpun ilmu keislaman yang menekuni tafsir sosial dan hukum keluarga kontemporer, profesor di rumpun sains yang fokus pada bioteknologi terapan untuk lingkungan pesisir, serta profesor di rumpun pendidikan dan teknologi pembelajaran yang merintis platform literasi digital berbasis kearifan lokal. Ketiganya menandai arah universitas yang kian percaya diri, merangkai tradisi keilmuan Islam dengan sains modern dan pedagogi inovatif.

Di podium, masing masing menyampaikan pidato akademik yang padat namun komunikatif. Mereka mengajak hadirin melihat bahwa ilmu tidak berhenti di halaman jurnal, melainkan menjadi pijakan kebijakan publik, praktik sekolah, dan perubahan perilaku sosial yang terukur.

“Keilmuan yang matang bukan yang paling keras berbicara, melainkan yang paling jelas manfaatnya bagi orang banyak.”

Profesor Keislaman: Menjahit Teks, Konteks, dan Keadilan

Guru besar dari bidang keislaman memaparkan rumusan ijtihad sosial di tengah lanskap keluarga muslim modern. Ia menelusuri bagaimana teks klasik dibaca ulang tanpa kehilangan ruh, serta bagaimana fatwa responsif dapat merawat harmoni rumah tangga, melindungi kelompok rentan, dan menguatkan institusi sosial. Di laboratorium naskah, timnya mengkaji manuskrip lokal Sulawesi Selatan yang merekam praktik hukum adat bernafaskan Islam, lalu memetakan kemungkinan integrasinya dengan sistem hukum nasional melalui pendekatan maqasid al shariah.

Di luar ruang akademik, ia memimpin klinik konsultasi keluarga yang terhubung dengan Pusat Studi Gender dan Anak. Klinik itu menjadi jembatan antara teori dan praktik, menangkap data lapangan untuk menyempurnakan kurikulum dan pelatihan penghulu serta penyuluh agama.

Profesor Sains: Bioteknologi untuk Pesisir yang Tangguh

Guru besar kedua membawa kabar gembira dari pesisir. Ia meneliti mikroorganisme lokal yang mampu memulihkan kualitas air tambak udang dan bandeng, mengurangi ketergantungan pada bahan kimia, sekaligus meningkatkan produktivitas nelayan kecil. Risetnya merangkai bioteknologi ramah lingkungan dengan ekonomi rakyat, memberi manfaat langsung pada ratusan keluarga di kampung kampung pesisir.

Di laboratorium bioproses kampus, timnya mengembangkan konsorsium bakteri yang distandardisasi sehingga petambak bisa menerapkannya tanpa alat canggih. Model kemitraan yang dipilih bukan sekadar distribusi produk, melainkan pelatihan, monitoring bersama, dan skema bagi hasil untuk pembiayaan riset lanjutan. Pendekatan ini menyamakan kedudukan antara peneliti dan masyarakat sebagai mitra belajar.

“Sains yang menyentuh lumpur adalah sains yang paling diingat, karena ia mengubah tangan yang bekerja menjadi tangan yang lebih sejahtera.”

Profesor Pendidikan: Literasi Digital Berakar Budaya

Guru besar ketiga memusatkan perhatian pada pendidikan abad ke 21 di sekolah dan madrasah. Ia merancang platform literasi digital yang menautkan cerita rakyat Bugis Makassar dengan kompetensi membaca kritis dan keterampilan numerasi. Siswa diajak mengeksplorasi legenda lokal sambil belajar merangkum, memverifikasi informasi, dan memecahkan masalah sederhana berbasis data. Hasilnya adalah pembelajaran yang dekat dengan identitas, sekaligus mutakhir dalam metode.

Di jenjang perguruan tinggi, ia memantau program micro credential untuk calon guru, memperkuat kemampuan desain pembelajaran, asesmen autentik, dan penggunaan analitik belajar. Mitra sekolah menjadi laboratorium hidup tempat mahasiswa praktik mengajar, sementara dosen dan guru memproduksi modul terbuka yang dapat diunduh bebas.

Rektor: Pengetahuan sebagai Ibadah Sosial

Dalam orasi rektor, pengetahuan diposisikan sebagai ibadah sosial. Kampus keagamaan, kata rektor, harus menjadi rumah bagi ide yang berani sekaligus akhlak yang jernih. Pengukuhan tiga guru besar ini meneguhkan prinsip itu. Universitas tidak bertugas mengurung pengetahuan di dinding kampus, melainkan membawanya ke pasar, sawah, pelabuhan, dan ruang keluarga.

Rektor menggarisbawahi empat agenda operasional yang menunggu untuk ditangani bersama. Interdisiplin yang nyata, bukan seremoni; hilirisasi riset yang mengukur dampak; internasionalisasi yang membumi; serta tata kelola data yang rapi agar keputusan didorong bukti. Seruan itu disambut tepuk tangan, karena terasa konkret dan sejalan dengan kebutuhan lapangan.

“Arah universitas hari ini seperti kompas pada kapal. Bila jarum lurus, layar apapun yang kita bentang akan menemukan angin.”

Senat Akademik dan Standar Mutu yang Meninggi

Ketua Senat menyoroti standar mutu akademik yang kian menanjak. Dalam lima tahun terakhir, jumlah artikel bereputasi meningkat, tetapi Senat menekankan bahwa indikator keberhasilan tidak berhenti pada publikasi. Standar baru mensyaratkan keterukuran hilirisasi, jejaring lintas kampus, serta kontribusi pada kebijakan sektor publik. Senat menyepakati mekanisme pemantauan tahunan bagi setiap profesor, bukan untuk membatasi, melainkan memastikan dukungan institusi tepat sasaran.

Format pemantauan disederhanakan. Setiap profesor menyampaikan satu peta jalan riset, satu rencana pengajaran inovatif, dan satu program pengabdian ber-impact. Kampus menyiapkan dukungan administratif dan keuangan yang akuntabel agar profesor tidak tersandera urusan non akademik.

Mahasiswa Menyambut, Kolaborasi Menjadi Kata Kunci

Di luar gedung, perwakilan organisasi mahasiswa menggelar pameran kecil. Produk mahasiswa dari berbagai fakultas dipamerkan bersisian, dari aplikasi dakwah kreatif, sabun ramah lingkungan berbahan lokal, sampai permainan edukasi literasi yang memadukan aksara Lontara. Mereka menyambut pengukuhan ini sebagai momentum kolaborasi. Mahasiswa berharap ketiga profesor membuka klinik riset terbuka lintas angkatan, sehingga bibit penelitian tumbuh sejak dini.

Biro kemahasiswaan merespons dengan menautkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka ke laboratorium profesor. Skema asistensi dan bimbingan kolektif disiapkan, termasuk kredit pengakuan bagi mahasiswa yang bergabung dalam proyek riset dan pengabdian.

“Perguruan tinggi adalah kota kecil bernama harapan. Profesor yang ramah kolaborasi akan menjadikannya kota yang terang di malam hari.”

Jembatan Internasional yang Menghormati Akar Lokal

Kantor urusan internasional memanfaatkan momen ini untuk mengikat kerja sama baru. Dengan profesor keislaman, dibuka kolaborasi kajian manuskrip dengan pusat studi Islam Asia Tenggara. Dengan profesor sains, dijajaki riset bersama perubahan iklim pesisir dengan universitas mitra di Jepang dan Australia. Dengan profesor pendidikan, disiapkan proyek co teaching dan riset kurikulum transkultural bersama kampus di Malaysia dan Brunei.

Strateginya tidak glamor, tetapi efektif. Pertukaran staf pengajar jangka pendek, bimbingan bersama mahasiswa S2 S3, dan publikasi kolaboratif yang langsung menyasar isu lokal. Internasionalisasi model ini menjaga ritme kampus agar tetap berpijak pada kebutuhan sekitar, sambil memperluas cakrawala metode dan teori.

Ekosistem Riset: Dari Hibah ke Dampak

Lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat mengumumkan skema hibah tematik. Porsi pendanaan internal digeser ke proposal yang melibatkan mitra eksternal dan memiliki rencana hilirisasi. Setiap proposal wajib menyertakan indikator dampak, misalnya peningkatan pendapatan petambak, perbaikan capaian literasi siswa, atau rekomendasi kebijakan yang diadopsi oleh pemerintah daerah. Pelaporan dibuat ringkas dengan dashboard terbuka agar sivitas dan publik dapat memantau perkembangan.

Tiga guru besar yang baru dikukuhkan akan memimpin konsorsium tema. Mereka menjadi jangkar metodologis sekaligus juru bicara kampus ketika dialog kebijakan diperlukan. Dengan model ini, universitas memusatkan energi pada bidang unggulan, bukan menebar terlalu tipis.

“Dampak adalah bahasa yang dimengerti semua orang. Ketika angka dan cerita bertemu, kebijakan cenderung bergerak.”

Pengabdian yang Mengukur Perubahan Sosial

Pengukuhan juga menjadi jendela untuk menilai ulang pola pengabdian masyarakat. Selama ini, kegiatan sering menumpuk di penyuluhan satu arah. Kini kampus merancang pengabdian dua arah yang mengukur perubahan sosial. Misalnya, program pendidikan keluarga berbasis masjid yang dilengkapi asesmen pra dan pasca kegiatan, atau intervensi gizi pesantren yang dipantau indikator kesehatan sederhana.

Profesor pendidikan mengusulkan toolkit evaluasi yang mudah digunakan oleh dosen dan mahasiswa, sementara profesor sains menyiapkan protokol uji kualitas air sederhanayang bisa dipakai kelompok nelayan. Profesor keislaman menambahkan modul mediasi keluarga untuk penyuluh agama yang bertugas di wilayah urban padat penduduk.

Ruang Aman Akademik dan Etika Ilmiah

Rektor menegaskan kembali komitmen pada ruang akademik yang aman. Satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dan perundungan diperkuat dengan SOP yang lebih tegas. Etika ilmiah diperbarui, mencakup tata kelola data, kolaborasi, dan kepengarangan. Tiga profesor yang baru dikukuhkan menjadi teladan dalam hal ini, membuka data set non sensitif untuk keperluan replikasi dan pembelajaran metodologi.

Di tingkat program studi, lokakarya etik ditata menjadi bagian dari mata kuliah metodologi. Mahasiswa tidak hanya belajar cara meneliti, tetapi juga belajar tanggung jawab sosial dari setiap data yang dikumpulkan.

“Ilmu tanpa etika bagaikan kapal tanpa jangkar, cepat melaju namun mudah karam.”

Tata Kelola Data dan Transformasi Digital Kampus

Unit teknologi informasi memanfaatkan momentum pengukuhan untuk meluncurkan dasbor kinerja akademik. Capaian penelitian, pengajaran, dan pengabdian tiap unit tampil dalam grafik yang mudah dipahami. Data bukan untuk memalukan, melainkan untuk memandu. Dengan dasbor ini, keputusan pendanaan dan prioritas program menjadi lebih objektif. Profesor baru mendapatkan akses penuh agar dapat memonitor program lintas fakultas yang mereka pimpin.

Transformasi digital merambah layanan kemahasiswaan. Pendaftaran asisten riset, jadwal klinik akademik, hingga sistem janji temu bimbingan dapat diakses melalui aplikasi. Langkah langkah kecil ini memotong birokrasi dan memberi waktu lebih banyak untuk hal paling penting, belajar dan meneliti.

Alumni dan Industri Menyambut

Ikatan alumni hadir membawa kabar baik. Mereka menyiapkan skema mentoring untuk mahasiswa akhir dan lulusan baru. Perusahaan rintisan milik alumni menawarkan ruang magang dan proyek nyata yang sejalan dengan tema riset para profesor. Kamar dagang daerah ikut hadir, menyatakan minat menjadi mitra hilirisasi produk bioteknologi kampus dan mengadopsi modul pelatihan keluarga sehat di lingkungan kerja.

Kolaborasi dengan industri tidak mengorbankan independensi akademik. Setiap kerja sama disertai klausul etika riset, perlindungan data, dan hak cipta yang adil. Dengan begitu, kampus menjaga marwah sekaligus menambah daya dorong bagi inovasi.

Menggandeng Masyarakat Pesantren dan Komunitas Adat

Sebagai kampus keagamaan, UIN Alauddin memperkuat jembatan dengan pesantren dan komunitas adat. Profesor keislaman memfasilitasi forum bahtsul masa’il tematik yang melibatkan ulama muda, akademisi, dan pemerintah daerah untuk membahas isu keluarga, ekonomi syariah, hingga digitalisasi layanan keagamaan. Profesor pendidikan bekerja dengan madrasah untuk merancang asesmen pembelajaran berbasis konteks lokal. Profesor sains membawa modul sanitasi dan pengolahan air sederhana yang bisa diaplikasikan di pesantren tanpa biaya besar.

Pertemuan tiga sektor ini menumbuhkan rasa memiliki. Kampus bukan menara gading yang jauh, melainkan tetangga yang dapat dipanggil saat diperlukan.

“Ketika universitas mendengarkan, masyarakat membuka pintu. Ketika universitas membantu, masyarakat menjadi sahabat.”

Napas Baru yang Menyusup ke Seluruh Sudut Kampus

Usai prosesi, lorong lorong kampus ramai oleh diskusi spontan. Dosen muda menandai halaman riset profesor favoritnya, mahasiswa mencatat alamat email untuk mendaftar asisten, pegawai administrasi membahas alur baru yang lebih ringkas. Di papan pengumuman, poster klinik akademik mingguan tiga profesor segera ditempel, lengkap dengan topik topik awal dan tautan pendaftaran.

Napas baru itu terasa merata. Ada semangat untuk lebih berjejaring, lebih teliti, dan lebih rendah hati. Pengukuhan menjadi sumbu yang menyalakan obor komitmen bersama, bahwa ilmu pengetahuan harus berjalan seiring akhlak, dan hasilnya harus kembali pada masyarakat sebagai cahaya yang menerangi. Di lintasan yang makin penuh tantangan, tiga guru besar ini akan menjadi mercusuar, sementara kampus adalah kapal yang menjaga haluan tetap tegak, layar tetap terentang, dan awaknya tetap belajar tanpa henti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *