SMA 18 Makassar Seru Seruan Bareng Emina dan Kahf di Acara Citra Cosmetic Goes to School Hujan tipis baru saja reda ketika halaman SMA Negeri 18 Makassar berubah menjadi arena pesta kecil. Tenda putih berdiri rapi, balon warna pastel berpendar di bawah langit yang mulai cerah, sementara musik pop remaja mengalun lembut dari panggung mini. Spanduk besar menyambut siapa pun yang melangkah masuk: Citra Cosmetic Goes to School. Bukan sekadar roadshow promosi, gelaran ini menjahit sesi edukasi perawatan diri, kelas konten kreator, hingga permainan interaktif bersama dua brand yang dekat di telinga anak muda, Emina dan Kahf. SMA 18 Antusiasme terasa menular sejak bel berbunyi, siswa siswi bergegas menuju lapangan dengan catatan kecil dan ponsel yang siap merekam momen.
“Sekolah yang memberi ruang bermain sambil belajar soal perawatan diri sedang membangun kepercayaan diri siswanya pelan pelan namun pasti.”
Pagi Dibuka dengan Sapaan dan Sorak
Acara dimulai dengan sapaan ceria dari pembawa acara yang mengajak seluruh siswa berdiri melakukan peregangan ringan. Kepala sekolah menyusul naik panggung, menegaskan bahwa literasi perawatan diri bukan urusan dangkal. Ia menyebut kehadiran Emina dan Kahf sebagai peluang membingkai ulang tema kebersihan, kesehatan kulit, hingga etika merawat diri sebagai bagian dari pendidikan karakter. Sorak terdengar ketika nama kedua brand dipanggil. Bagi sebagian siswa, ini momen melihat langsung produk yang selama ini hanya mereka tonton di gawai.
Kelas X hingga XII sudah dibagi dalam beberapa kelompok. Ada yang duduk di depan panggung utama, ada yang bergerak ke aula untuk sesi mendalam, sementara beberapa kelas mengikuti workshop bergantian di laboratorium yang disulap menjadi studio kecil. Panitia OSIS sigap mengatur arus, menempelkan petunjuk area, dan menyiapkan meja registrasi digital agar peserta mencatatkan diri di sesi pilihan.
Emina Class: Perawatan Diri untuk Kulit Remaja
Di aula utama, Emina membuka sesi dengan pendekatan menyenangkan. Seorang beauty educator memulai dengan pertanyaan sederhana tentang jenis kulit, lalu membongkar mitos yang mengitari jerawat remaja. Mereka menekankan rutinitas dasar tiga langkah yang aman untuk usia SMA, yaitu membersihkan wajah secara lembut, melembapkan tanpa menyumbat pori, dan melindungi kulit dari matahari. Formulanya dibuat ringan agar tidak memicu iritasi dan mudah diikuti bahkan ketika jadwal sekolah padat.
Para siswi diajak praktik langsung mencuci wajah dengan teknik yang benar, menepuk toner tanpa menggosok keras, hingga mengenali tekstur moisturizer yang cocok untuk kulit berminyak maupun kering. Edukator juga mencontohkan penggunaan tabir surya di area yang sering terlupa seperti belakang telinga dan punggung tangan. Sesi tanya jawab mengalir lancar karena mereka membebaskan peserta bertanya tanpa takut disorot. Ada yang menanyakan cara mengatasi bekas jerawat, ada yang bingung kapan harus berhenti mencoba produk baru, ada juga yang penasaran soal riasan tipis untuk pentas seni.
“Kulit remaja tidak butuh lima belas langkah yang rumit, ia butuh kebiasaan yang setia diulang setiap hari.”
Kahf Station: Grooming Maskulin yang Ringkas
Di sisi lain lapangan, tenda Kahf menjadi magnet bagi para siswa. Konsepnya ringkas sekaligus bersih. Educator membuka obrolan dengan isu yang dekat di telinga anak laki laki, mulai dari keringat berlebih seusai olahraga hingga rambut yang sulit diatur menjelang presentasi kelas. Mereka memperkenalkan ritual sederhana yang meliputi sabun cuci muka yang tidak terasa kesat, sampo yang tidak meninggalkan residu berat, serta deodorant yang tidak mengganggu kulit.
Pendekatan yang disukai siswa adalah demonstrasi cepat dan tidak menggurui. Bukan ceramah panjang, melainkan simulasi yang memperlihatkan perbedaan kulit yang dibersihkan benar dan yang asal asalan. Ada pula segmen mencukur rapi tanpa bikin kulit perih, lengkap dengan tips memilih aftershave yang menenangkan. Kahf mendorong kebiasaan merawat diri sebagai bagian dari sopan santun, menegaskan bahwa rapi bukan berarti berlebihan. Di penghujung sesi, beberapa siswa diminta menata rambut dalam tiga gaya sederhana untuk situasi yang berbeda, dari harian ke formal kompetisi.
“Grooming yang baik membuat siswa fokus pada prestasi, bukan sibuk mengatasi rasa tidak nyaman di tubuhnya.”
Talkshow Sehat Mental dan Tubuh
Bagian paling menyentuh dari agenda hari itu adalah talkshow lintas topik yang mempertemukan guru BK, dokter puskesmas mitra, serta perwakilan brand. Mereka membahas hubungan perawatan diri dengan kesehatan mental. Guru BK menggarisbawahi bahwa jerawat atau kulit sensitif sering memicu rasa minder, dan sekolah harus jadi ruang aman tempat siswa bisa bercerita tanpa dihakimi. Dokter memberi penjelasan singkat mengenai kebersihan alat kosmetik, jarak aman berganti spons, sampai alasan mengapa berbagi lip balm di kantin sebaiknya dihindari.
Perwakilan brand lalu menyambung dengan sesi empati. Mereka mendorong budaya saling mendukung di antara teman sebaya. Tidak ada body shaming, tidak ada komentar soal warna kulit atau tekstur rambut. Standar kecantikan yang sehat adalah yang realistis dan menghargai keragaman. Di akhir talkshow, panitia membagikan kartu komitmen kecil yang bisa diisi siswa. Isinya target kecil yang ingin mereka jalankan satu bulan ke depan, entah itu rajin mencuci muka malam hari atau minum air putih delapan gelas sehari.
Studio Konten Kreator Mini
Setelah istirahat, giliran kelas konten kreator. Tim kreatif dari panitia dan brand menyiapkan sudut foto dengan pencahayaan lembut, latar sederhana, serta beberapa properti aman. Peserta diajak memahami dasar pembuatan konten yang bertanggung jawab. Mulai dari menulis caption informatif, menyertakan penafian bila membahas pengalaman pribadi, hingga etika menandai teman yang terlihat jelas dalam video. Yang menarik, mereka menekankan pentingnya tidak mengedit berlebihan sehingga ekspektasi penonton tetap sehat.
Siswa diberi tugas membuat rangkaian konten pendek tentang kebiasaan perawatan diri yang paling mudah dijalani di sekolah. Ada yang membuat video cara membersihkan wajah seusai olahraga, ada juga yang memotret rutinitas merapikan jilbab dan poni rambut sebelum presentasi. Karya terbaik diputar di layar panggung menjelang sore. Riuh tepuk tangan pecah ketika video lucu namun informatif muncul, membuktikan bahwa edukasi bisa tetap menghibur.
“Konten yang baik itu sederhana dan jujur. Ia tidak menjerat, melainkan mengajak.”
Booth Interaktif dan Permainan Edukatif
Di koridor menuju perpustakaan, booth interaktif berdiri berderet. Ada kuis tebak bahan aktif, roda keberuntungan yang hanya bisa diputar setelah peserta menjawab pertanyaan edukatif, serta stasiun mencuci tangan yang memantau durasi dan teknik melalui sensor. Pengunjung yang berhasil menyelesaikan tantangan mendapat stiker tematik untuk ditempel di kartu komitmen mereka. Cara ini membuat pesan kebaikan mudah menempel karena dikaitkan dengan pengalaman fisik yang menyenangkan.
Booth literasi bahan juga ramai didatangi. Di sana, siswa diajak membaca label produk. Mereka belajar membedakan istilah yang sering salah paham, seperti parfum dan fragrance free, memahami peran humektan, serta menyadari kenapa tabir surya perlu diulang setelah beraktivitas di luar ruangan. Banyak yang baru tahu bahwa SPF dan PA memberi informasi berbeda tentang perlindungan sinar UV.
Keterlibatan OSIS dan Guru sebagai Pendamping
Kekuatan acara ini bukan hanya pada konten, melainkan juga pada organisasi yang rapi. OSIS bertindak sebagai penghubung, menugaskan seksi acara, dokumentasi, dan logistik. Guru hadir sebagai pendamping yang memastikan alur kembali tertib jika antusiasme penonton meluap. Ada guru kimia yang menambahkan contoh nyata hubungan pH sabun dengan kulit, ada guru olahraga yang menjelaskan pentingnya mengganti baju setelah berkeringat agar bakteri tidak berjubel di kulit.
Kolaborasi ini membuat pesan yang disampaikan tidak putus di panggung, melainkan masuk ke ruang kelas. Di hari hari berikutnya, guru bisa merujuk kembali materi dari acara ketika topik yang berkaitan muncul di pelajaran.
“Edukasi terbaik adalah yang bisa dilanjutkan oleh guru di kelas, bukan berakhir di panggung selepas tepuk tangan.”
Protokol Kebersihan dan Keamanan yang Ketat
Panitia menyiapkan protokol kebersihan yang patut diapresiasi. Setiap alat demonstrasi dibersihkan sebelum dan sesudah dipakai. Spons dibagikan satu kali pakai, kuas yang dipakai edukator langsung masuk wadah disinfeksi. Di area Kahf, alat cukur demonstrasi tidak digunakan pada peserta, hanya pada alat peraga khusus, sehingga keamanan tetap terjaga. Alur peserta diatur satu arah untuk mencegah penumpukan, sementara pos air minum disiapkan agar siswa tidak kelelahan.
Hal hal kecil seperti ini menentukan kenyamanan. Orang tua yang datang menjemput mengaku tenang karena melihat anak mereka belajar dengan pengawasan baik, bukan berdesakan tanpa aturan.
Dampak ke Budaya Sekolah
Selepas acara, pengaruhnya terasa di lorong kelas. Siswa mulai berbagi informasi tentang cara mencuci wajah yang benar, kantin menambah stok air mineral kecil, sementara UKS menempel poster baru tentang kebersihan alat kosmetik. OSIS mengusulkan program Jumat Bersih Kulit, rutinitas lima menit sebelum pulang untuk mengingatkan hal hal sederhana seperti menggunakan sabun yang sesuai dan mengganti masker wajah yang terlalu lembap.
Lebih penting lagi, percakapan tentang penampilan berubah nada. Siswa tidak saling mengejek jerawat, melainkan saling berbagi tips yang masuk akal. Aura saling mendukung ini membuat lingkungan sekolah terasa lebih ramah.
Sentuhan Lokal yang Membumi
Citra Cosmetic Goes to School di SMA 18 Makassar juga menyuntikkan sentuhan lokal. Panitia menampilkan karya siswa dari ekstrakurikuler seni yang menggabungkan motif Sulawesi pada desain pembatas buku dan tote bag daur ulang. Di panggung, tim paduan suara menyanyikan lagu daerah sebagai pembuka sesi kedua. Keterkaitan budaya ini membuat acara tidak terasa generik. Ia lekat dengan identitas sekolah dan kota.
Edukator yang bertugas pun berupaya memakai contoh sehari hari yang dekat, seperti panas Makassar di siang hari yang menuntut reapply tabir surya, atau kebiasaan jajan es pisang ijo di jam istirahat yang perlu diimbangi minum air putih cukup agar kulit tidak dehidrasi.
“Program yang menyapa budaya setempat akan lebih lama tinggal di ingatan.”
Peran Orang Tua dan Komite Sekolah
Di ruang perpustakaan, sesi kecil untuk orang tua digelar singkat. Komite sekolah berdialog dengan perwakilan brand dan guru BK. Topiknya seputar mendampingi remaja agar bijak berbelanja. Orang tua diajak menyusun anggaran kecil untuk kebutuhan perawatan dasar, menjelaskan perbedaan keinginan dan kebutuhan, serta menyepakati batas eksperimen produk. Komite juga mendorong orang tua berdiskusi terbuka soal isu citra diri sehingga anak tidak mencari jawaban dari sumber yang tidak bertanggung jawab.
Sesi ini penting karena kebiasaan perawatan diri pada akhirnya dibentuk di rumah. Orang tua yang memahami konteks remaja hari ini akan lebih mudah menjadi teman bicara daripada hakim.
Kompetisi Positif yang Mendidik
Tidak ada acara sekolah yang lengkap tanpa kompetisi. Panitia menyiapkan dua lomba yang dirancang bukan untuk memuja penampilan, melainkan untuk menguji pemahaman. Pertama, lomba presentasi kelompok tentang rutinitas sehat sebelum dan sesudah olahraga. Kedua, lomba desain poster digital bertema kulit sehat di iklim tropis. Juri menilai dari ketepatan informasi, kreativitas, dan kemampuan menyampaikan pesan tanpa menggurui.
Karya terpilih dipajang di mading digital sekolah. Kebanggaan yang timbul terasa menyejukkan. Peserta tidak hanya mengejar hadiah, tetapi ingin melihat gagasan mereka bekerja untuk teman teman.
Ekspansi ke Literasi Digital dan Keamanan Siber
Di sela sesi, panitia menyisipkan edukasi singkat tentang keamanan siber terkait tren berbelanja daring. Siswa diingatkan agar tidak sembarangan membuka tautan diskon palsu dan selalu memeriksa ulasan serta izin edar. Mereka juga diajarkan mengenali bahasa iklan yang menyesatkan, misalnya klaim hasil instan tanpa uji klinis. Menempatkan topik ini di acara kecantikan dan grooming terasa tepat, sebab konsumsi konten kecantikan sering terjadi di dunia digital.
Guru informatika mengambil kesempatan ini untuk merencanakan modul lanjutan. Nantinya, materi keamanan siber akan disisipkan di tugas membuat konten agar siswa mempraktikkan literasi digital secara natural.
“Kecantikan yang paling memikat di ruang digital adalah akal sehat yang tidak mudah diumpani.”
Rencana Lanjutan dan Jejak yang Ditinggalkan
Sebelum sore sepenuhnya turun, panitia mengumumkan rencana lanjutan. Akan ada program mentoring kecil bagi duta kesehatan sekolah yang dipilih dari tiap kelas. Mereka bertugas memelihara papan informasi, mengumpulkan pertanyaan teman, dan menjadi penghubung dengan UKS. Emina dan Kahf berjanji mengirimkan modul ringkas agar materi bisa diteruskan bahkan setelah panggung dibongkar.
Di jalur keluar, siswa menukar kartu komitmen yang penuh stiker dengan booklet kecil berisi ringkasan materi. Buku itu ringan namun padat, memuat cara membaca label, contoh rutinitas pagi dan malam, serta panduan singkat memilih produk sesuai kondisi kulit. Banyak yang menaruhnya di saku seragam, sebuah tanda bahwa hari itu tidak berakhir sebagai euforia semata.
Suara Suara yang Tersisa di Udara
Saat gerimis kembali turun, halaman sekolah pelan pelan lengang. Panggung dibongkar, tenda dilipat, dan sisa keramaian membereskan dirinya sendiri. Namun suara suara yang tersisa terasa hangat. Tawa saat games, bisik diskusi saat talkshow, dan ajakan saling menguatkan di lorong kelas. Di grup chat kelas, foto foto unggahan mulai beredar, diselingi candaan dan rencana mencoba rutinitas baru esok pagi.
“Acara yang baik bukan yang paling megah, melainkan yang membuat siswa bangun keesokan hari dengan kebiasaan kecil yang lebih baik.”
Di SMA 18 Makassar, Citra Cosmetic Goes to School meninggalkan jejak lebih dari sekadar goodie bag. Ia menyalakan kesadaran bahwa merawat diri adalah bagian dari merawat akal sehat dan masa depan. Emina dan Kahf menjadi jembatan yang memudahkan siswa memahami diri sendiri tanpa menggurui, sementara sekolah menjadikan hari itu sebagai pijakan membangun budaya keseharian yang lebih peduli. Ritme itu barangkali sederhana, tetapi justru di kesederhanaan itulah kebiasaan baik tumbuh dan bertahan.






