Dewan Dorong Pemkot Makassar Segera Bebaskan Lahan TPA Antang

Isu mengenai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang kembali menjadi sorotan setelah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar untuk segera menuntaskan proses pembebasan lahan tambahan di kawasan tersebut. Permasalahan sampah di kota metropolitan seperti Makassar memang telah lama menjadi tantangan serius, dan TPA Antang kini berada di titik kritis karena kapasitasnya yang hampir penuh.

Dorongan dewan ini bukan tanpa alasan. Dengan jumlah produksi sampah harian mencapai lebih dari 1.200 ton per hari, TPA Antang di Kecamatan Manggala sudah bekerja di luar batas normalnya. Kondisi itu menimbulkan dampak lingkungan, sosial, dan kesehatan yang kian terasa bagi masyarakat sekitar.

“Masalah sampah bukan hanya urusan kebersihan kota, tapi juga soal keberlanjutan hidup. Jika TPA Antang tidak segera ditangani, kota ini bisa menghadapi krisis lingkungan yang parah,”

Kapasitas TPA Antang Sudah Melebihi Batas

TPA Antang yang telah beroperasi sejak awal tahun 1990-an kini menampung jutaan meter kubik sampah. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Makassar, kapasitas ideal lahan yang tersedia hanya mampu menampung sekitar 700 ton sampah per hari. Namun kenyataannya, volume sampah yang masuk mencapai hampir dua kali lipat dari angka tersebut.

Kondisi ini menyebabkan gunungan sampah semakin tinggi dan area pembuangan semakin meluas hingga ke zona buffer yang semestinya tidak boleh digunakan. Dalam beberapa tahun terakhir, TPA Antang bahkan kerap mengalami kebakaran akibat gas metana yang terperangkap di bawah timbunan sampah.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan potensi pencemaran tanah dan air tanah yang dapat berdampak langsung pada warga di sekitar kawasan. Selain itu, aroma menyengat dan asap dari proses pembusukan menjadi keluhan utama masyarakat di Kecamatan Manggala dan sekitarnya.

“Setiap kali turun hujan, bau dari TPA Antang semakin tajam. Anak-anak kami sering batuk dan sulit tidur karena udara yang tak lagi bersih,” ujar seorang warga yang tinggal di Kelurahan Antang.

Dorongan DPRD: Lahan Baru Harus Segera Ditegaskan

Menanggapi kondisi kritis ini, Komisi C DPRD Kota Makassar yang membidangi urusan infrastruktur dan lingkungan mendesak agar Pemkot Makassar segera menuntaskan proses pembebasan lahan tambahan untuk memperluas area TPA Antang.

Menurut dewan, rencana perluasan lahan sebenarnya sudah diusulkan sejak beberapa tahun lalu, namun belum terealisasi karena terkendala masalah administratif dan negosiasi harga dengan pemilik lahan. Hingga kini, masih ada puluhan hektar lahan yang belum dibebaskan karena status kepemilikan yang belum jelas.

Ketua Komisi C menilai, jika masalah pembebasan lahan terus tertunda, maka risiko darurat sampah akan semakin besar. Apalagi Makassar belum memiliki alternatif lokasi TPA baru yang siap digunakan.

“Kami mendorong Pemkot segera menyelesaikan pembebasan lahan di TPA Antang agar sistem pengelolaan sampah tidak lumpuh. Kalau ini dibiarkan, Makassar bisa tenggelam oleh sampahnya sendiri,”

Selain pembebasan lahan, dewan juga meminta agar Pemkot memperkuat sistem manajemen persampahan yang lebih modern dan berkelanjutan. Termasuk memanfaatkan teknologi waste to energy untuk mengurangi volume timbunan yang masuk ke TPA.

Pemerintah Kota Dihadapkan pada Tantangan Anggaran

Pemerintah Kota Makassar mengakui bahwa persoalan TPA Antang memang telah menjadi prioritas yang tak bisa lagi dihindari. Namun, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Makassar menyebut bahwa tantangan utama saat ini adalah anggaran pembebasan lahan yang cukup besar.

Untuk menambah kapasitas TPA, Pemkot setidaknya membutuhkan lahan tambahan sekitar 10 hingga 15 hektar, dengan nilai kompensasi tanah yang mencapai puluhan miliar rupiah. Anggaran sebesar itu sulit dipenuhi melalui APBD murni tanpa dukungan dari pemerintah pusat.

Selain itu, Pemkot juga perlu memperhatikan keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, warga pemilik lahan di sekitar TPA menuntut harga ganti rugi yang lebih tinggi karena menganggap wilayah mereka kini bernilai strategis akibat pembangunan di kawasan Manggala.

“Kami memahami kesulitan Pemkot, tapi pemerintah harus berani mengambil keputusan. Ini soal kepentingan publik yang jauh lebih besar,”

Tumpukan Sampah dan Dampak Sosial bagi Warga Sekitar

Permasalahan di TPA Antang tidak hanya sebatas soal kapasitas. Warga di sekitar lokasi juga mulai mengeluhkan dampak sosial yang semakin terasa. Selain bau busuk, keberadaan lalat dan hewan liar seperti tikus serta burung pemakan bangkai meningkat drastis.

Anak-anak di beberapa sekolah dasar sekitar TPA dilaporkan sering mengalami gangguan pernapasan dan alergi kulit akibat polusi udara. Beberapa warga bahkan mengaku kehilangan nilai jual tanah mereka karena lokasi yang berdekatan dengan kawasan pembuangan akhir.

Meski demikian, sebagian masyarakat juga menggantungkan hidupnya dari aktivitas di TPA. Para pemulung, pengumpul plastik, dan sopir truk sampah menganggap TPA Antang sebagai sumber ekonomi, meski dengan risiko kesehatan yang tinggi.

“Mau bagaimana lagi, di sinilah kami bisa mencari makan. Setiap hari kami masuk ke TPA, meski tahu bahayanya,” ungkap seorang pemulung paruh baya yang telah 15 tahun bekerja di sana.

Upaya Penataan Ulang TPA Antang

Pemkot Makassar telah mencoba melakukan sejumlah upaya untuk memperbaiki kondisi TPA Antang. Beberapa di antaranya adalah penerapan sistem sanitary landfill untuk mengurangi risiko pencemaran, serta rencana pembangunan unit pengelolaan sampah terpadu di kawasan tersebut.

Selain itu, pihak DLHK juga menggandeng beberapa investor untuk mengembangkan proyek waste to energy atau pembangkit listrik tenaga sampah. Proyek ini diharapkan mampu mengurangi volume sampah yang ditimbun hingga 40 persen per tahun, sekaligus menghasilkan energi listrik yang bisa disalurkan ke jaringan PLN.

Namun, proyek tersebut belum terealisasi secara penuh karena masih dalam tahap kajian teknis dan perizinan.

“Sebenarnya TPA Antang punya potensi besar untuk menjadi pusat pengelolaan sampah modern di Indonesia Timur. Tapi semua itu butuh komitmen dan investasi jangka panjang,”

Konflik Lahan dan Penolakan Sebagian Warga

Salah satu kendala terbesar dalam pembebasan lahan adalah penolakan sebagian warga yang tidak sepakat dengan rencana perluasan TPA. Mereka khawatir area pemukiman akan semakin dekat dengan tumpukan sampah, dan nilai tanah mereka akan turun drastis.

Beberapa kali pertemuan antara Pemkot dan perwakilan warga dilakukan, namun belum menghasilkan kesepakatan. Warga meminta agar Pemkot mempertimbangkan relokasi TPA ke lokasi baru yang lebih jauh dari permukiman padat.

Namun, mencari lokasi pengganti bukan perkara mudah. Selain keterbatasan lahan, faktor sosial dan penolakan masyarakat di wilayah calon lokasi baru menjadi kendala tersendiri. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga sempat menawarkan kerja sama pembangunan TPA regional di luar Makassar, namun hingga kini belum ada keputusan final.

“Masalah TPA ini seperti lingkaran yang tidak putus. Di mana pun dibangun, pasti akan ada yang menolak. Tapi kota besar tidak bisa hidup tanpa solusi pengelolaan sampah,”

Teknologi dan Alternatif Pengelolaan Sampah

Beberapa anggota dewan mengusulkan agar Makassar mulai beralih ke sistem pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan. Misalnya dengan metode refuse-derived fuel (RDF), incinerator, atau biogas system yang bisa memanfaatkan sampah organik menjadi energi.

Selain itu, peningkatan peran masyarakat dalam memilah sampah dari sumber juga menjadi bagian dari solusi jangka panjang. Dengan sistem pemilahan di tingkat rumah tangga, volume sampah yang masuk ke TPA bisa berkurang hingga 30 persen.

Dewan menilai bahwa investasi pada teknologi ini jauh lebih efisien dibanding terus memperluas lahan TPA. Namun, Pemkot perlu menyiapkan regulasi, pelatihan, serta infrastruktur pendukung seperti bank sampah dan fasilitas daur ulang yang memadai.

“Kita tidak bisa selamanya menimbun sampah. Kota besar seperti Makassar harus punya pendekatan modern yang lebih manusiawi dan berwawasan lingkungan,”

Harapan Baru untuk Pengelolaan TPA Antang

Dalam rapat koordinasi terakhir antara DPRD dan Pemkot Makassar, disepakati bahwa penyelesaian masalah TPA Antang akan menjadi salah satu prioritas utama pada tahun anggaran mendatang. Beberapa langkah strategis yang disepakati antara lain percepatan pembebasan lahan, penataan sistem drainase, dan peningkatan fasilitas alat berat untuk pengelolaan sampah.

Selain itu, Pemkot juga berencana melakukan revitalisasi area sekitar TPA agar tidak hanya berfungsi sebagai tempat pembuangan, tetapi juga sebagai kawasan edukasi lingkungan. Program ini akan melibatkan sekolah, komunitas, dan lembaga sosial untuk memberikan edukasi tentang pentingnya daur ulang dan pengurangan sampah plastik.

TPA Antang diharapkan bisa menjadi contoh transformasi tempat pembuangan tradisional menjadi pusat edukasi dan inovasi pengelolaan sampah di masa depan.

“Jika TPA Antang bisa berubah menjadi ruang edukasi lingkungan, maka dari tempat yang dulu bau dan kotor bisa lahir kesadaran baru tentang pentingnya menjaga bumi,”

Seruan Terakhir: Kolaborasi Semua Pihak

Persoalan TPA Antang bukan hanya tugas pemerintah atau dewan. Ia adalah tanggung jawab bersama seluruh warga Makassar. Pemerintah perlu menyediakan kebijakan dan infrastruktur, dewan memastikan pengawasan dan anggaran, sementara masyarakat harus berperan aktif dalam mengurangi sampah dari sumber.

Dengan sinergi antara semua pihak, krisis sampah Makassar dapat diubah menjadi momentum untuk melahirkan sistem pengelolaan modern yang berkelanjutan.

“TPA Antang bukan sekadar gunungan sampah. Ia adalah cermin dari bagaimana kita, sebagai manusia kota, memperlakukan lingkungan tempat kita hidup.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *