Raih Antusias Tinggi, Pendaftar Telkom DigiUp 2023 Meningkat hingga 98 Persen Ruang auditorium yang biasanya tenang berubah menjadi sarang ide. Di atas panggung, layar LED menayangkan angka yang membuat peserta bersiul pelan. Pendaftar Telkom DigiUp 2023 naik hingga 98 persen dibanding tahun sebelumnya. Di barisan kursi, wajah wajah muda dari beragam kampus dan komunitas startup saling berbisik, membicarakan peluang yang tiba tiba terasa lebih nyata. Antusias Tidak hanya kuantitas yang melonjak, kualitas proposal juga ikut merangkak naik. Banyak yang datang membawa prototipe, metrik uji pasar, dan rencana go to market yang lebih tertata. Atmosfernya bukan sekadar lomba teknologi. Ini terasa seperti gerbang masuk ke ekosistem inovasi yang disiapkan matang.
“Ketika platform pembinaan bakat digital ditata serius, antusiasme publik akan menemukan jalannya sendiri. Lonjakan 98 persen bukan kebetulan, melainkan hasil konsistensi membangun kepercayaan.”
Apa Itu DigiUp dan Mengapa 2023 Menjadi Titik Balik
DigiUp adalah program pengembangan talenta dan akselerasi solusi digital yang dirancang untuk mempertemukan tiga jejaring. Talenta mahasiswa serta fresh graduate yang haus tantangan, komunitas maker dan startup early stage yang butuh pembinaan, serta unit unit bisnis yang mencari solusi konkret untuk kebutuhan pelanggan. Tahun 2023 menjadi titik balik karena kurikulumnya tidak lagi berhenti pada pelatihan teknis. Program ini dilebarkan menjadi pengalaman ujung ke ujung. Peserta belajar merumuskan masalah, memvalidasi pengguna, membangun purwarupa, menyiapkan rencana komersialisasi, lalu mempresentasikan kepada panel industri yang memiliki jalur nyata ke pasar.
Dari sisi penyelenggaraan, format hybrid benar benar dijalankan. Kelas sinkron digelar pada jam ramah mahasiswa dan pekerja, materi asinkron tersedia dengan tugas kecil yang mengecek pemahaman, dan klinik mentor diadakan di lima kota besar. Hasilnya, lebih banyak orang merasa program ini dapat dijangkau tanpa harus meninggalkan kesibukan utama.
Menelisik Angka Lonjakan 98 Persen
Kenaikan nyaris dua kali lipat tidak datang dari satu titik saja. Pendaftar tersebar dari kota besar hingga kabupaten yang jarang tersorot dalam peta teknologi. Jika tahun lalu dominasi peserta datang dari kampus kampus metropolitan, tahun ini komposisinya lebih berimbang. Komunitas pengembang di kota pelabuhan besar di timur turut mengirim tim. Sekolah vokasi mengirim rombongan dengan pendekatan yang lebih praksis. Sementara komunitas wirausaha kecil memanfaatkan jalur UKM untuk mengajukan solusi berbasis aplikasi ringan.
Komite seleksi mencatat pula peningkatan signifikan pada jumlah tim yang telah memiliki pengguna uji coba. Angka itu mengindikasikan pemahaman baru. Peserta datang bukan hanya mengusung ide, tetapi membawa bukti bahwa ide tersebut memiliki denyut kehidupan.
“Pertumbuhan terbaik bukan yang sekadar membesar, melainkan yang membesar sambil menyebar. Ketika peserta tumbuh dari banyak kota, ekosistem ikut bernapas lebih panjang.”
Fokus Tantangan yang Membumi
DigiUp 2023 merumuskan tantangan yang tidak memaksa peserta berpikir terlalu jauh dari realitas. Pilar pilar tantangannya antara lain konektivitas cerdas untuk rumah dan usaha kecil, solusi peningkatan produktivitas kantor modern, layanan publik dengan antarmuka ramah warga, penggunaan data aman untuk keputusan bisnis, serta layanan finansial mikro yang melindungi pengguna. Bahasa yang digunakan tidak terlalu teknis agar peserta dengan latar belakang non komputer tidak merasa diasingkan. Namun setiap tantangan tetap menyimpan kedalaman teknis untuk diuji oleh para pengembang yang lebih mahir.
Kekuatan pendekatan ini terlihat dari ragam proposal. Ada tim yang mengusulkan sensor sederhana untuk memantau antrian layanan publik dengan papan informasi real time. Ada pula yang membawa sistem rekomendasi stok untuk kios kecil agar belanja tidak lagi spekulatif. Di jalur edukasi, tim lain menawarkan platform pembelajaran vokasi yang langsung terhubung dengan kebutuhan usaha lokal. Semuanya berangkat dari masalah yang bisa ditunjuk dengan jari, bukan mimpi kabur yang sulit diukur.
Seleksi Berlapis yang Transparan
Pendaftaran yang melonjak memaksa panitia menata seleksi berlapis. Tahap pertama adalah pemeriksaan kelayakan administratif dan autentikasi tim. Tahap kedua menilai kecocokan masalah solusi dengan bukti awal validasi. Tahap ketiga berupa wawancara singkat untuk memeriksa komposisi tim, komitmen waktu, dan kesiapan menjalani kurikulum. Tahap terakhir adalah pitch berdurasi tujuh menit di depan panel pembina dengan format tanya jawab lima menit.
Transparansi menjadi kunci. Di setiap tahap, tim menerima umpan balik ringkas yang dapat dipakai untuk perbaikan. Tim yang tertahan tidak sekadar menerima penolakan, melainkan daftar saran riset pengguna dan rujukan materi yang bisa dipelajari.
“Kompetisi yang sehat adalah kompetisi yang tetap mendidik mereka yang belum lolos. Dari situ reputasi program tumbuh bukan karena hadiah, melainkan karena integritas.”
Mentor Lintas Disiplin dan Pola Pembelajaran Baru
Salah satu pembeda tahun 2023 adalah komposisi mentor yang lebih beragam. Di ruang pembinaan duduk berdampingan praktisi produk digital, spesialis keamanan siber, arsitek cloud, pelaku UMKM, desainer layanan, hingga pengacara yang paham perlindungan data. Kombinasi ini mengubah ritme diskusi. Peserta tidak hanya ditanya soal arsitektur sistem, tetapi juga implikasi hukum, biaya operasional, dan etika penggunaan data pelanggan.
Pola pembelajarannya tidak menggurui. Mentor memicu pertanyaan dengan studi kasus yang nyata. Peserta diajak menimbang trade off. Apakah solusi lebih baik dioptimalkan untuk kecepatan rilis atau ketahanan jangka panjang. Apakah fitur baru benar benar diinginkan pengguna atau hanya keinginan pengembang. Keputusan keputusan ini menuntut kedewasaan. Hasilnya mulai terlihat di pertengahan program ketika tim menjadi lebih hemat menambah fitur, namun lebih gemar memperbaiki alur yang membuat pengguna tersenyum.
Perempuan di Garda Depan dan Inklusivitas yang Terukur
Statistik keikutsertaan perempuan naik dibanding tahun sebelumnya. Banyak tim menempatkan perempuan sebagai product lead atau UX lead. Kelas khusus yang membahas desain ramah keluarga dan inklusivitas akses digital menarik minat peserta lintas gender. Di beberapa kota, panitia menyediakan penerjemah bahasa isyarat pada sesi tertentu dan memastikan materi bisa dibaca perangkat pembaca layar. Detail kecil semacam ini menjadikan DigiUp lebih ramah bagi talenta yang selama ini jarang terakses program teknologi.
Dampaknya terasa langsung. Ide ide yang lahir cenderung lebih peka pada pengalaman pengguna sehari hari. Mulai dari pengingat kesehatan lansia yang tidak bergantung pada layar kecil, hingga penjadwal kerja yang mempertimbangkan ritme pekerja paruh waktu. Inklusivitas terbukti memperluas imajinasi desain.
“Keberagaman bukan pajangan. Ia adalah mesin yang menyuntikkan sudut pandang baru ke dalam produk.”
Dari Bootcamp ke Pilot Project
Salah satu hal yang membedakan DigiUp dengan kompetisi kampus biasa adalah jembatan ke implementasi. Setelah fase bootcamp, tim terpilih diajak menjajal pilot project terbatas bersama unit bisnis yang relevan atau mitra komunitas. Di sinilah banyak produk mendapat kenyataan. Halaman login yang tampak mulus di demo bisa tiba tiba terasa lambat di jaringan padat. Fitur favorit pengembang bisa saja tidak tersentuh pengguna. Namun justru di titik itu perbaikan lahir.
Tim yang tangkas merespons umpan balik cenderung bertahan. Mereka menulis daftar perbaikan harian, mengubah alur onboarding, mempercepat proses reset kata sandi, atau menambah satu lapis bantuan kontekstual. Pilot project bukan panggung menilai, melainkan bengkel kerja. Ketika bengkel selesai, produk keluar lebih siap menempuh jalan lebih jauh.
Demoday yang Menguji Narasi
Puncak program adalah demoday yang tidak diatur seperti pesta besar semata. Formatnya dibuat disiplin. Tujuh menit presentasi, lima menit tanya jawab, dan dua menit penutup yang harus berisi permintaan konkret. Apakah tim mencari mitra distribusi, akses API, atau dukungan pendanaan kecil untuk memperluas uji coba. Ketegasan permintaan menjauhkan acara dari sekadar parade fitur.
Panelis mengapresiasi tim yang bercerita jujur. Mereka yang berani mengakui kegagalan eksperimen pertama dan memaparkan apa yang dipelajari cenderung lebih dipercaya. Sementara tim yang menjejalkan terlalu banyak jargon tanpa bukti pengguna nyata harus menerima saran untuk kembali ke lapangan.
“Narasi yang kuat adalah narasi yang memegang data dengan tangan kanan dan empati pengguna dengan tangan kiri.”
Mengapa Antusiasme Meledak di 2023
Ada tiga faktor yang sering disebut peserta. Pertama, akses. Materi yang bisa ditonton ulang dan klinik yang hadir di lebih banyak kota mengecilkan jarak. Kedua, relevansi. Tantangan yang terasa dekat dengan keseharian membuat orang merasa masalah mereka diundang untuk dipecahkan. Ketiga, kesinambungan. Kejelasan jalur setelah lulus program membuat peserta melihat masa depan, bukan kebuntuan setelah piala dibagikan. Tiga hal ini menjelma menjadi magnet.
Panitia juga lebih rajin membuka mikrofon ke komunitas sejak pra acara. Roadshow di kampus kampus tidak sekadar membagi brosur, melainkan menggelar mini workshop yang memberi rasa. Banyak yang memutuskan mendaftar di tempat setelah mencicipi satu jam kelas kilat desain produk.
Dampak ke Ekosistem Talenta Digital
Perubahan yang paling terasa bukan hanya pada tim yang menang. Efek riaknya menyentuh kelas kelas tempat peserta kembali berkegiatan. Dosen mengambil modul tertentu untuk memperkaya mata kuliah praktikum. Komunitas lokal mengadopsi format klinik mentor dua jam tiap pekan. Bahkan perusahaan rintisan yang tidak ikut program memanfaatkan rangkuman materi untuk memperbaiki onboarding karyawan baru. DigiUp perlahan berperan sebagai kurikulum bersama yang tersebar tanpa paksaan.
Di level individu, banyak peserta mengaku lebih percaya diri memasuki wawancara kerja karena mereka sudah terbiasa menjawab pertanyaan yang menekan asumsi. Portofolio mereka bukan cerpen kosong. Ada angka, ada testimoni pengguna, ada bukti iterasi.
“Investasi terbaik sebuah program adalah kebiasaan baru yang menetap setelah lampu panggung dimatikan.”
Menata Etika, Keamanan, dan Privasi
Dalam geliat inovasi, DigiUp menegaskan pagar pagar yang harus dihormati. Sesi khusus keamanan siber membahas pola serangan yang umum menimpa aplikasi baru. Peserta diajari kebiasaan sederhana, seperti tidak menyimpan rahasia di kode, mengelola kunci dengan aman, dan membatasi izin aplikasi sesuai kebutuhan. Di ranah privasi, pembahasan menyentuh desain persetujuan yang jelas, bahasa yang tidak menyesatkan, dan harmoni antara bisnis dan hak pengguna.
Kesadaran ini melahirkan produk yang tidak hanya cepat, tetapi juga beradab. Pengguna tidak merasa ditipu, dan mitra lebih berani membuka akses karena melihat tim memahami tanggung jawabnya.
Kolaborasi Industri dan Riset
DigiUp 2023 memperkuat simpul dengan laboratorium riset di kampus dan unit bisnis yang siap mengujikan solusi. Kolaborasi ini menghemat waktu. Akses ke data tiruan dan lingkungan uji membuat peserta bisa bereksperimen tanpa mengganggu sistem produksi. Dari sisi industri, program ini berfungsi sebagai radar bakat. Banyak tim yang tidak memenangkan hadiah utama justru dilirik untuk proyek khusus karena keahliannya pas.
Ruang temu antara riset dan praktik ini mengurangi jurang yang selama ini sering dikeluhkan. Inovasi tidak lagi berakhir di laporan seminar. Ia melanjut di meja kerja, di toko kecil, di kantor kelurahan, atau di meja kasir restoran.
“Sains yang dekat dengan pasar akan lebih mudah menjaga relevansinya. Pasar yang dekat dengan sains akan lebih cepat menangkap masa depan.”
Menjaga Ritme Pasca Program
Selesai demoday, pekerjaan tidak tamat. Program menyediakan kanal alumni yang aktif. Di sana, peluang magang, info beasiswa, hingga undangan proyek freelance dibagikan. Mentor tetap membuka jam konsultasi terbatas untuk tim yang serius menindaklanjuti. Komunitas alumni juga membentuk kelompok belajar yang memaksa anggota menjaga ritme belajar. Dengan cara ini, antusiasme tidak menguap.
Bagi penyelenggara, kanal alumni menjadi barometer dampak jangka menengah. Data di sana membantu memperbaiki desain program tahun berikutnya. Materi yang kurang menggigit diperbaiki. Topik yang terlalu berat dipilah menjadi dua tingkatan. Inilah lingkar balik yang membuat DigiUp terasa hidup.
Catatan untuk Tahun Berikutnya
Lonjakan 98 persen adalah kabar bagus yang datang bersama PR. Seleksi harus tetap adil ketika jumlah pendaftar kian membengkak. Kapasitas mentor perlu ditambah tanpa mengorbankan mutu. Kota kota baru perlu disapa agar pemerataan benar benar terjadi, bukan sekadar jargon. Dari sisi peserta, disiplin menulis dokumentasi dan mengukur indikator keberhasilan harus dijaga agar cerita sukses bisa dibuktikan, bukan hanya diceritakan.
Bila irama ini dipertahankan, DigiUp berpotensi tumbuh menjadi rujukan nasional untuk pengembangan talenta digital yang membumi. Ia tidak sibuk memuja buzzword, tetapi sabar menyalakan lampu kecil di banyak meja kerja. Di musim ketika minat belajar teknologi kadang tersapu tren singkat, program seperti ini mengingatkan bahwa kemajuan adalah maraton, bukan lomba sprint.






