Densus 88 Mabes Polri Geledah Rumah Terduga Teroris di Gowa

Headline20 Views

Tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri kembali bergerak di Sulawesi Selatan. Pada Sabtu malam tanggal 24 Mei 2025, tim gabungan melakukan penggeledahan terhadap sebuah rumah di Kabupaten Gowa, yang diduga menjadi tempat tinggal dan aktivitas terduga teroris. Penggeledahan ini menarik perhatian publik dan media, terutama karena lokasi tersebut dikenal sebagai “Rumah Kuning Gowa”, julukan yang melekat di masyarakat sekitar.

Aksi ini diiringi penangkapan seorang remaja berinisial MA (19 tahun) yang sempat mengajar di rumah tahfiz setempat. Saat penangkapan, petugas turut menyita sejumlah barang bukti yang dianggap berkaitan dengan aktivitas jaringan teror.

“Ketika aparat Densus 88 hadir di lorong-lorong kota, masyarakat sadar bahwa ancaman bukan mitos. Rumah biasa bisa menyimpan bahaya yang tak tampak,”

Kronologi Penangkapan dan Penggeledahan

Menurut keterangan Densus 88, penangkapan MA terjadi ketika ia sedang membeli galon air di sekitar kawasan Borong Raukang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Petugas anti teror langsung mengepung lokasi dan membawa MA ke markas untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Setelah penangkapan, tim Densus 88 bersama Polres Gowa melakukan penggeledahan di rumah yang diyakini menjadi pusat aktivitas sang terduga. Rumah tersebut dikenal di lingkungan sekitar sebagai “Rumah Kuning Gowa” karena cat luarnya yang mencolok kuning terang. Warga setempat menyebut rumah itu pernah aktif sebagai rumah tahfiz di mana beberapa kegiatan mengaji dilakukan.

Dalam penggeledahan, petugas menyita sejumlah barang elektronik seperti laptop, media penyimpanan data, dokumen, serta beberapa perangkat komunikasi. Densus 88 juga memeriksa setiap sudut bangunan, termasuk ruang tidur, kamar belakang, bahkan ruang bawah tanah (jika ada).

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari operasi yang lebih luas dalam membasmi sel-sel jaringan terorisme di wilayah Sulsel.

Rumah Kuning Gowa: Identitas dan Aktivitasnya

“Rumah Kuning” telah lama disebut-sebut oleh warga sekitar sebagai tempat aktivitas keagamaan alternatif, khususnya pengajaran tahfiz (mengaji Al-Qur’an). Namun, menurut pejabat Kementerian Agama Kabupaten Gowa, rumah tahfiz tersebut tidak memiliki izin operasional resmi.

Instansi agama setempat menyebut bahwa mereka baru mengetahui keberadaan lembaga pengajaran di sana setelah peristiwa ini mencuat ke publik. Rumah Kuning dikatakan semula tidak melapor sebagai lembaga pendidikan atau yayasan ke dinas terkait.

Warga sekitar mengenang bahwa rumah itu tampak sangat tertutup dalam aktivitasnya. Hanya sebagian kecil orang yang diperkenankan masuk. Beberapa tetangga mengaku mendengar suara pengajian larut malam, namun tidak curiga karena dianggap wajar di kawasan padat keagamaan.

“Rumah kuning itu dulu tampak biasa saja, seperti rumah warga. Tapi malam menjelang, lampunya menyala lama dan suara salawat sering terdengar,” ujar seorang tetangga yang enggan disebut nama.

Saksi dan Pernyataan Keluarga

Ibu MA, Sitti Halijah, merasa sangat terkejut saat mengetahui kabar penangkapan anaknya. Ia mengaku tidak mengetahui aktivitas apa pun di dalam rumah yang dilakukan oleh MA selain mengajar mengaji di rumah tahfiz.

“Saya tidak tahu kalau anak saya jadi terduga teroris. Dia hanya mengajar mengaji di rumah tahfiz gratis, tak ada aktivitas politik atau lain-lain yang saya tahu,” ungkap Halijah saat ditemui awak media di depan rumahnya setelah terdengar kabar penangkapan.

Beberapa adik MA mengaku mendapat kabar dari warga sekitar bahwa Densus 88 sudah berada di depan rumah. Keterkejutan dan kebingungan melanda keluarga karena selama ini aktivitas rumah mereka dianggap biasa dan tidak menimbulkan curiga.

Keluarga berharap agar proses hukum berjalan adil dan transparan, serta MA mendapat pendampingan hukum yang objektif.

Barang Bukti dan Indikasi Aktivitas Terorisme

Dari hasil penggeledahan, petugas menyita beberapa benda yang menjadi barang bukti penting: laptop, flash drive, dokumen dakwah (kertas bertuliskan materi pengajian), serta perangkat komunikasi. Semua barang ini akan diperiksa lebih lanjut di laboratorium forensik.

Beberapa indikasi awal yang menjadi perhatian penyidik antara lain: adanya dokumen materi ekstrem, pola jaringan komunikasi antar tersangka, serta kemungkinan keterkaitan dengan jaringan radikal lokal atau nasional.

Namun pihak kepolisian menekankan bahwa semua dugaan masih dalam tahap penyelidikan dan perlu pembuktian ilmiah lebih lanjut. Pemeriksaan forensik dan sidik jari digital menjadi kunci untuk menghubungkan bukti fisik dengan jaringan yang lebih besar.

Respons Pemerintah Daerah dan Kemenag Gowa

Pemerintah Kabupaten Gowa merespons cepat kejadian ini dengan menyatakan dukungan kepada aparat keamanan dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Bupati Gowa berharap proses penyelidikan berjalan transparan dan tidak menimbulkan kegelisahan publik.

Sementara itu, Kementerian Agama Kabupaten Gowa menyatakan akan memperketat pengawasan terhadap lembaga tahfiz di wilayahnya. Kepala Kemenag Gowa menyebut bahwa operasional institusi pengajaran agama harus sesuai izin dan regulasi, agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas yang bertentangan dengan hukum.

Mereka juga menyatakan jika ke depan akan memperbanyak sosialisasi kepada masyarakat dan pengelola lembaga keagamaan agar prosedur izin dan tata kelola kelembagaan dijalankan secara benar.

“Mendidik anak membaca Al-Qur’an sah dan baik, tetapi jika kelembagaan tidak jelas, bisa disalahgunakan. Itu yang harus kita cegah sejak sekarang,” ucap Kepala Kemenag Gowa.

Implikasi Keamanan dan Kewaspadaan Publik

Kasus di Gowa ini menambah daftar operasi Densus 88 di Sulawesi Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat semakin diingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap penyebaran paham ekstremisme, terutama di lingkungan pendidikan keagamaan informal.

Orang tua, tokoh masyarakat, dan pengawasan lingkungan menjadi elemen penting dalam pencegahan. Rumah-rumah kuning atau bangunan rumah dengan aktivitas ibadah malam perlu mendapatkan perhatian, agar tidak menjadi pintu masuk ideologi ekstrem yang sembunyi di balik dakwah.

Pihak kepolisian juga mengimbau agar warga yang mencurigai aktivitas tidak lazim di lingkungan mereka segera melapor. Kerja sama warga dan aparat keamanan disebut sangat vital dalam menghadang penyebaran radikalisme.

“Keamanan tidak bisa hanya ditangani Densus 88, tapi harus dirawat oleh masyarakat. Karena sedikit kelalaian, ide buruk bisa tumbuh subur di tempat tersembunyi,”

Tantangan Penegakan Hukum dan Proses Peradilan

Salah satu tantangan terbesar dalam kasus semacam ini adalah memastikan proses penyidikan dan peradilan berjalan adil tanpa pelanggaran hak asasi. Terduga harus diperlakukan sebagai warga negara yang berhak mendapatkan pembelaan.

Penyidik Densus 88 harus berhati-hati dalam menyusun berkas perkara agar kekeliruan fakta tidak memberi celah pada gugatan praperadilan. Analisis digital, saksi, dan bukti material harus kuat dan tahan uji di pengadilan.

Selain itu, pengadilan kasus terorisme sering menjadi sorotan publik dan media. Transparansi dan integritas proses menjadi modal penting agar penegakan hukum tidak dikaitkan dengan tindakan sewenang-wenang.

“Menangkap teroris bukan akhir tugas. Membuktikannya di pengadilan dengan adil adalah yang paling menentukan integritas negara,”

Wajah Baru Ekstremisme Lokal

Fenomena remaja terduga teroris mengajar di rumah tahfiz menjadi salah satu tren yang makin mengkhawatirkan. Banyak kasus penangkapan di berbagai daerah menunjukkan modus baru: aktivitas keagamaan informal sebagai “inkubator” ideologi ekstrem.

Rumah kuning seperti di Gowa bisa menjadi simbol bagaimana ideologi ekstrem menyusup ke lingkungan masyarakat melalui aktivitas keagamaan yang tampaknya biasa. Hal ini memerlukan perhatian ekstra dari aparat keamanan, pemuka agama, dan masyarakat.

Para ahli deradikalisasi menyebut bahwa salah satu strategi pencegahan adalah memperkuat pendidikan moderasi keagamaan dalam lembaga pengajian, menata kurikulum dakwah, serta memperkuat kontrol kelembagaan agar tidak disalahgunakan.

“Ekstremisme tidak selalu datang dari deklarasi besar. Kadang ia menyusup lewat langkah kecil di rumah-rumah doa yang tampak sunyi,”

Pesan Moral dan Harapan Keadilan

Kasus penggeledahan Rumah Kuning di Gowa mengingatkan bahwa negara harus hadir bukan hanya lewat aparat keamanan, tetapi juga lewat pembelaan nilai kemanusiaan dan keadilan. Masyarakat menuntut agar penegakan hukum tidak hanya tegas, tetapi juga adil.

Keluarga korban dan publik berhak tahu proses dan fakta di balik dugaan. Media dan lembaga pengawas wajib menjaga penyajian informasi agar tidak menimbulkan kepanikan atau stigma terhadap masyarakat yang menjalankan aktivitas keagamaan sah.

“Menangkap pelaku itu penting, tapi memperkuat nilai toleransi dan keadilan di masyarakat itu jauh lebih penting agar tragedi seperti itu tak terulang,”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *