Ketegangan antara pihak pengembang dan lembaga legislatif kembali mengemuka di Kota Makassar setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar mengingatkan PT Yasmin, selaku pengembang proyek di kawasan Center Point of Indonesia (CPI), untuk menghentikan sementara kegiatan pembangunan mal yang tengah dikerjakan.
Sorotan tajam dewan ini muncul karena proyek besar tersebut diduga belum sepenuhnya mengantongi izin lengkap, serta dikhawatirkan menyalahi rencana tata ruang wilayah. Di tengah antusiasme pembangunan pesisir yang pesat, suara dewan ini menjadi pengingat agar investasi besar tetap berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan kepentingan publik.
“Makassar memang perlu investasi, tapi bukan dengan mengorbankan aturan dan lingkungan. Kalau izinnya belum tuntas, hentikan dulu, bereskan dokumen, baru jalan lagi.”
Latar Belakang Proyek PT Yasmin di Kawasan CPI
Kawasan Center Point of Indonesia (CPI) merupakan salah satu megaproyek yang digagas pemerintah provinsi Sulawesi Selatan sebagai ikon baru kota pesisir. Di kawasan reklamasi ini, berdiri berbagai gedung megah seperti anjungan, hotel, apartemen, hingga rencana pembangunan pusat perbelanjaan modern oleh PT Yasmin.
Proyek PT Yasmin menjadi perhatian karena dianggap salah satu proyek investasi strategis dengan nilai triliunan rupiah yang diyakini dapat menggerakkan ekonomi lokal. Namun, seiring waktu, muncul pertanyaan dari sejumlah pihak mengenai legalitas pembangunan mal tersebut.
Sejumlah anggota dewan menyoroti bahwa izin mendirikan bangunan (IMB) dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) proyek tersebut belum sepenuhnya rampung. Selain itu, beberapa aspek teknis seperti drainase dan akses publik juga belum jelas dalam dokumen perencanaan.
Situasi inilah yang membuat DPRD Makassar mengambil sikap tegas dengan mengingatkan PT Yasmin untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan konstruksi di lokasi CPI.
Peringatan Keras dari DPRD Kota Makassar
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang berlangsung di kantor DPRD, anggota Komisi C bidang pembangunan menegaskan bahwa proyek sebesar itu tidak boleh berjalan tanpa kelengkapan dokumen hukum yang sah. Mereka menilai, jika pembangunan dibiarkan berlanjut tanpa kepastian izin, maka pemerintah kota berpotensi menghadapi masalah hukum dan sosial di kemudian hari.
Ketua Komisi C DPRD Makassar menyebut bahwa penghentian sementara ini bukan bentuk penolakan terhadap investasi, melainkan langkah preventif agar pembangunan berjalan sesuai koridor hukum.
Pihaknya meminta agar Pemkot melalui Dinas Tata Ruang dan Dinas PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) segera melakukan evaluasi mendalam terhadap seluruh dokumen perizinan PT Yasmin. Jika terbukti belum lengkap, maka sanksi administratif harus diterapkan sesuai ketentuan.
“Investor boleh besar, tapi hukum harus lebih besar. Kita tidak mau proyek yang indah di atas kertas justru menyisakan masalah di lapangan.”
Sorotan terhadap Legalitas Izin dan AMDAL

Salah satu isu utama yang mencuat adalah dugaan bahwa PT Yasmin telah memulai pembangunan fisik sebelum seluruh izin prinsip disetujui. Beberapa anggota dewan mengungkap bahwa hingga kini, belum ada laporan resmi yang menunjukkan kelengkapan izin lingkungan dan perizinan tata ruang.
DPRD Makassar menegaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penataan Ruang Kota Makassar, setiap proyek di wilayah pesisir dan reklamasi wajib memiliki izin lokasi reklamasi, izin lingkungan, serta rekomendasi teknis dari pemerintah provinsi.
Selain itu, karena kawasan CPI berada di bawah koordinasi Pemerintah Provinsi Sulsel, maka koordinasi antar instansi menjadi hal mutlak. Ketiadaan komunikasi yang baik antara Pemprov dan Pemkot berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan kebingungan administrasi.
“Masalah reklamasi ini sensitif. Kalau pengawasan longgar, dampaknya bisa ke masyarakat dan lingkungan. Jangan tunggu sampai semuanya terlambat,” ujar salah satu anggota dewan dari fraksi gabungan.
Respons PT Yasmin dan Sikap Pengembang
Menanggapi peringatan tersebut, pihak manajemen PT Yasmin menyatakan bahwa mereka telah mengurus seluruh proses perizinan sesuai ketentuan dan sebagian besar dokumen sudah dalam tahap finalisasi. Pihaknya menegaskan bahwa proyek pembangunan mal di kawasan CPI dilakukan dengan memperhatikan aspek legal dan lingkungan.
Manajemen juga menambahkan bahwa pembangunan mal tersebut merupakan bagian dari komitmen investasi jangka panjang untuk menciptakan pusat ekonomi baru di pesisir Makassar. Proyek ini disebut mampu membuka ribuan lapangan kerja baru, meningkatkan daya tarik wisata, dan mendongkrak pendapatan daerah.
Namun demikian, PT Yasmin menyatakan siap mengikuti arahan pemerintah dan menghentikan sementara kegiatan konstruksi jika memang masih diperlukan proses verifikasi tambahan.
“Kami tidak ingin berkonflik dengan pemerintah atau masyarakat. Tujuan kami sederhana, ingin berkontribusi pada kemajuan Makassar dengan cara yang bertanggung jawab,” ujar perwakilan PT Yasmin dalam konferensi pers singkat.
Isu Lingkungan dan Dampak terhadap Kawasan Pesisir
Selain soal izin, pembangunan mal di kawasan reklamasi CPI juga menuai kritik dari kalangan pemerhati lingkungan. Mereka menilai, proyek besar seperti ini berpotensi menimbulkan dampak ekologis jangka panjang terhadap sistem pesisir, seperti perubahan arus air laut, penurunan kualitas air, dan kerusakan ekosistem laut.
Kawasan reklamasi CPI sendiri dulunya merupakan habitat alami berbagai biota laut dan kawasan resapan air alami. Dengan hadirnya bangunan besar, termasuk rencana mal dan hotel, banyak pihak khawatir keseimbangan ekologis pesisir Makassar akan terganggu.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar juga menyatakan bahwa setiap proyek reklamasi wajib memiliki dokumen AMDAL yang disetujui lintas instansi, serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses konsultasi publik.
“Masalah lingkungan bukan hanya urusan teknis, tapi moral. Sekali rusak, kita tidak bisa mengembalikannya seperti semula,”
Ketegangan antara Pemprov dan Pemkot
Kasus PT Yasmin di CPI juga menyoroti persoalan klasik: tumpang tindih kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota. Kawasan CPI secara administratif berada di wilayah Kota Makassar, namun secara yuridis merupakan proyek yang dikelola Pemerintah Provinsi Sulsel.
Hal ini membuat sejumlah keputusan perizinan seringkali membingungkan, terutama ketika menyangkut pembagian tanggung jawab antara dua pihak. Beberapa anggota DPRD Makassar menilai, situasi seperti ini memberi ruang abu-abu bagi pengembang untuk bergerak tanpa pengawasan optimal.
Mereka meminta agar Pemprov dan Pemkot segera menandatangani nota kesepahaman baru yang memperjelas batas kewenangan dalam proyek-proyek di kawasan reklamasi.
“Pemerintah jangan sibuk berdebat soal siapa yang berhak, sementara pengembang sudah lebih dulu membangun. Ini yang membuat aturan kehilangan makna.”
Perspektif Ekonomi: Antara Investasi dan Kepatuhan
Tidak bisa dipungkiri, pembangunan mal oleh PT Yasmin di CPI memiliki dampak ekonomi potensial yang besar. Dengan nilai investasi yang mencapai triliunan rupiah, proyek ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak baru bagi sektor perdagangan dan pariwisata.
Namun di sisi lain, DPRD menilai bahwa kepatuhan terhadap hukum harus menjadi prioritas. Tidak ada manfaatnya investasi besar jika pada akhirnya melanggar aturan dan merusak tata ruang kota.
Bahkan, sebagian ekonom lokal mengingatkan agar pemerintah tidak tergoda pada proyek jangka pendek yang hanya fokus pada pembangunan fisik, tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan dan keseimbangan sosial.
“Makassar butuh investasi, tapi investasi yang beradab. Kalau membangun kota tapi menghancurkan lautnya, itu bukan kemajuan, tapi kemunduran.”
Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas
Publik kini menuntut transparansi penuh terkait proyek PT Yasmin di CPI. Sejumlah lembaga masyarakat sipil meminta agar seluruh dokumen izin, peta tata ruang, dan hasil kajian lingkungan dibuka secara publik agar warga mengetahui sejauh mana proyek ini sesuai aturan.
Selain itu, DPRD juga mendesak Pemkot untuk melibatkan masyarakat pesisir dalam proses pengawasan proyek. Warga sekitar CPI, khususnya nelayan dan pedagang kecil, disebut harus menjadi bagian dari dialog agar pembangunan tidak hanya berpihak pada pengembang besar.
Pihak akademisi dari Universitas Hasanuddin juga menyarankan agar proyek besar seperti ini menjalani audit lingkungan dan audit sosial yang independen, guna memastikan keberlanjutan jangka panjang.
“Transparansi adalah satu-satunya jalan agar publik percaya. Tanpa keterbukaan, setiap proyek besar akan selalu dicurigai.”
Arah Baru Pengawasan Investasi di Makassar
Kasus PT Yasmin menjadi momentum bagi DPRD dan Pemkot Makassar untuk memperkuat sistem pengawasan terhadap investasi besar, terutama di sektor properti dan reklamasi. Selama ini, banyak proyek berjalan tanpa pengawasan ketat karena lemahnya koordinasi antar instansi.
Dewan berjanji akan memperketat mekanisme pengawasan lapangan, termasuk membentuk tim khusus yang melibatkan akademisi, aktivis lingkungan, dan warga lokal. Tujuannya agar setiap proyek investasi benar-benar berpihak pada kepentingan publik dan tidak menimbulkan masalah hukum di masa depan.
Sementara itu, Pemkot Makassar berkomitmen memperbaiki sistem perizinan dengan menerapkan sistem digitalisasi agar setiap pengembang dapat dipantau secara real time. Dengan begitu, peluang penyalahgunaan izin dapat diminimalkan.
“Kasus PT Yasmin bisa jadi pelajaran berharga. Kita harus punya keberanian untuk menegakkan aturan meski yang dihadapi adalah perusahaan besar,”
Penutup Sementara: Antara Kepentingan Publik dan Pembangunan
Polemik pembangunan mal oleh PT Yasmin di kawasan CPI memperlihatkan wajah nyata dilema pembangunan di kota besar: di satu sisi, dorongan untuk tumbuh dan berinvestasi begitu kuat, namun di sisi lain, kepatuhan terhadap hukum dan tata ruang sering kali menjadi korban.
Dewan dan Pemkot kini dihadapkan pada tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Jika semua pihak dapat duduk bersama dan menjalankan aturan dengan transparan, maka pembangunan bisa berjalan tanpa menimbulkan luka sosial maupun ekologis.
“Pembangunan bukan sekadar mendirikan bangunan megah, tapi tentang membangun kepercayaan. Tanpa itu, setiap proyek akan kehilangan maknanya.”






