Dimakamkan Besok: Jenazah HM Alwi Hamu Disemayamkan di Jalan Kapten Pierre Tendean Makassar

Headline59 Views

Makassar tengah berkabung. Warga kota pesisir itu menyaksikan kedatangan jenazah seorang tokoh pers besar, HM Alwi Hamu, yang malam ini akan disemayamkan di rumah duka di Jalan Kapten Pierre Tendean, menunggu prosesi pemakaman besok pagi. Almarhum HM Alwi Hamu yang dikenal luas sebagai pendiri Fajar Group meninggal dunia di Jakarta, meninggalkan warisan panjang dalam dunia jurnalistik dan perjuangan suara media di kawasan timur Indonesia.

Kabar pemakaman besok pagi itu mengundang simpati dari banyak pihak, mulai dari masyarakat biasa, tokoh pers, hingga sahabat dekat almarhum HM Alwi Hamu. Sebuah momen yang tidak sekadar akhir perjalanan, melainkan juga pemuliaan terhadap jejak langkah seorang insan pers yang dikenal tegas, cekatan, dan penuh integritas.

“Bukan hanya media yang kehilangan, jadi rakyat pun kehilangan suara yang selama ini menjadi penjaga suara rakyat.”

Rumah Duka di Kapten Pierre Tendean: Titik Persinggahan Terakhir

Ketika ambulans membawa jenazah almarhum HM Alwi Hamu ke Makassar, ia diantar langsung ke rumah duka di Jalan Kapten Pierre Tendean Blok J Nomor 14. Sejak kedatangan malam itu, kerumunan pelayat tak henti datang, membawa doa dan tangis, mengenang kiprah pria yang telah lama menjadi ikon pers Sulawesi Selatan.

Rumah duka itu sebuah rumah sederhana namun khidmat dipenuhi karangan bunga dari berbagai kalangan: rekan jurnalis, tokoh politik, pemimpin lokal, hingga masyarakat awam. Media lokal menyebut bahwa sepanjang pagar rumah duka dipenuhi bunga dan ucapan belasungkawa, sebuah pemandangan yang mencerminkan besarnya pengaruh pribadi HM Alwi Hamu.

Selama malam, lantunan ayat suci dan doa mengisi ruang rumah itu. Para pelayat duduk bergantian di ruang tamu, di halaman, maupun di sudut halaman samping, mengenang sosok yang dianggap sebagai pilar pers di kawasan timur.

Sejarah Singkat HM Alwi Hamu dan Dedikasinya

HM Alwi Hamu lahir di Parepare pada 28 Juli 1944. Sejak muda, ia telah menunjukkan minat kuat terhadap dunia jurnalistik dan organisasi mahasiswa. Ia ikut aktif di HMI, dan dalam fase kehidupan intelektualnya ikut membangun media massa di Sulawesi Selatan sebagai jalan memperluas suara masyarakat.

Pada 1 Oktober 1981, ia mendirikan Harian Fajar di Makassar. Di bawah kepemimpinannya, Fajar tumbuh menjadi salah satu surat kabar paling berpengaruh di kawasan timur Indonesia. Bukan hanya sebagai media, tapi sebagai institusi pembentuk opini publik, perekat masyarakat, dan penjaga kepentingan lokal di kancah nasional.

Kiprahnya tak lepas dari tantangan. Menjadi pemimpin media di luar pulau Jawa, ia harus bekerja keras menghadapi kendala akses informasi, keterbatasan modal, dan persaingan media besar. Namun konsistensinya dalam mempertahankan independensi menjadi contoh bagi generasi jurnalistik berikutnya.

“Dia bukan sekadar pencetak berita, tapi penjaga marwah ketika media boleh runtuh, jurnalisme tidak boleh mati.”

Prosesi Semalam: Doa, Penyalaman, dan Penghormatan

Sejak tiba di rumah duka, prosesi penghormatan berlangsung penuh kehormatan. Para sahabat, rekan pers, hingga tokoh masyarakat berdatangan memberi penghormatan terakhir. Banyak di antaranya menyampaikan pidato singkat dan kenangan pribadi tentang HM Alwi Hamu.

Isak tangis pecah ketika karangan bunga dari tokoh nasional dan dari keluarga besar mengisi ruang sekitar. Departemen pers dan organisasi media di Makassar turut menyusun barisan penghormatan. Lampu sorot ringan menerangi halaman rumah duka, memberi suasana tenang di antara malam yang hening.

Dalam sesi malam itu pula, jenazah ditempatkan di ruang utama rumah duka, dibalut kain kafan dan altar sederhana penuh doa. Belum masuk penghitungannya, namun siapa pun yang melintas menyempatkan diri menunduk memberi penghormatan.

Rencana Pemakaman Besok: Rute dan Prosesi

Rencana pemakaman dijadwalkan berlangsung esok pagi. Sebelum salat jenazah, tubuh almarhum HM Alwi Hamu akan disalatkan di Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar. Setelah itu, iring-iringan akan bergerak menuju titik pengantaran di Graha Pena, sebagai simbol pelepasan publik sebelum ke perjalanan akhir.

Rute selanjutnya melewati Jalan Racing Centre, sebuah jalan yang dikenal sebagai pusat kegiatan pers dan media di Makassar. Dari situ, jenazah akan diantar ke Pekuburan Keluarga Jusuf Kalla, yang berada di kawasan Ir. Sutami, Sudiang, Kecamatan Biringkanaya.

Publik dan media diperkirakan akan menyambut iring-iringan sepanjang rute, terutama di kawasan Graha Pena dan sepanjang Jalan Racing Centre karena tempat itu memiliki afiliasi kuat dengan dunia pers yang dibangun seumur hidup oleh almarhum HM Alwi Hamu.

Makna Jalan Kapten Pierre Tendean dalam Konteks Rumah Duka

Menetapkan rumah duka di Kapten Pierre Tendean bukan kebetulan semata. Jalan itu sendiri bernama atas perwira Angkatan Darat Pierre Andreas Tendean, yang menjadi saksi sejarah kelam G30S pada tahun 1965. Jenazah Pierre Tendean telah dimakamkan sebagai pahlawan revolusi, dikenal sebagai salah satu perwira yang gugur dalam tragedi masa itu.

Dengan demikian, rumah duka HM Alwi Hamu berada di jalan yang sarat sejarah perjuangan. Nama jalan itu menjadi penghubung dua kisah: satu perjuangan institusional pers dan satu perjuangan militer patriotik Indonesia. Kehadiran jenazah almarhum di tempat yang bernama demikian mungkin memberi resonansi simbolis: bahwa perjuangan kebenaran, baik lewat pena maupun tatap mata, memiliki satu panggilan yang sama menjaga keadilan dan kebenaran publik.

Profil Tendean sendiri panjang: ia dikenal sebagai ajudan Jenderal Nasution yang dalam tragedi G30S ditangkap, ditembak, dan jenazahnya dimasukkan ke dalam sumur di Lubang Buaya. Hari pemakamannya di kalender nasional menjadi simbol pengorbanan bagi republik.

Dengan demikian, rumah duka di Jalan Kapten Pierre Tendean bukan saja lokasi fisik, tetapi simbol bahwa perjuangan nilai dan pemakaman berpadu dalam ruang yang sarat makna lokal dan nasional.

Reaksi Masyarakat dan Media

Kabar pemakaman besok mendapat reaksi luar biasa dari masyarakat Makassar dan kalangan media. Di media sosial, banyak yang menyatakan kehilangan besar atas kepergian sosok yang dikenal sebagai pelopor pers Sulawesi Selatan. Hashtag penghormatan terhadap HM Alwi Hamu ramai di linimasa sore tadi.

Perkumpulan wartawan dan organisasi media di Makassar mengumumkan penghentian sementara aktivitas hari ini, agar semua anggota dapat menghadiri prosesi penghormatan di rumah duka. Beberapa radio lokal mengganti jadwal siaran untuk menyiarkan doa dan kenangan tentang almarhum.

Tokoh masyarakat setempat menyebut bahwa kehadiran jenazah di Kapten Pierre Tendean malam ini akan menjadi momen refleksi bagi kota bahwa pers bukan hanya profesi, melainkan bagian dari identitas kota Makassar itu sendiri.

Pesan dari Sahabat, Rekan, dan Generasi Muda

Banyak rekan pers dan sahabat yang menyampaikan kesan tentang karakter almarhum: murah senyum, gigih dalam menegakkan kebenaran, dan rendah hati dalam menghadapi perbedaan.

Seorang rekan jurnalis mengenang bahwa HM Alwi Hamu pernah memanggil salah seorang wartawan muda agar mengoreksi laporan opini, bukan karena marah, tetapi agar tulisan makin kuat. “Beliau memelihara kualitas tulisan seperti tukang pelihara taman merawat bunga,” ujarnya.

Generasi muda media di Makassar mengaku kehilangan mentor nyata. Mereka berharap kelak, pemakaman besok menjadi awal bukan akhir: agar nilai independensi, keberanian kritik, dan kerja keras terus dirawat.

Jejak Warisan yang Tersisa

Penunjukan tak hanya sebagai pemilik media, tetapi juga sebagai pendidik informal bagi banyak jurnalis muda. Jejaknya bisa dilihat di Gedung Graha Pena, bank data arsip pers Sulsel, ruang redaksi hingga kampus yang dijadikan tempat magang media.

Pemilihan rute pemakaman melewati Graha Pena bukan kebetulan. Gedung itu adalah monumen hidup karier dan idealismenya. Mengenakan prosesi lewat sana adalah cara simbolis agar kota ikut melepas dirinya sekaligus mengikhlaskan tongkat estafetnya diteruskan generasi baru.

Perhatian Khusus Terhadap Protokol dan Keamanan

Menghadapi cukup banyak tokoh dan pelayat yang akan hadir, aparat keamanan lokal menyiapkan pengaturan khusus. Jalur lalu lintas diprediksi padat terutama di rute utama antara Graha Pena hingga Sudiang. Petugas lalu lintas, polisi pamong praja, dan relawan akan ditempatkan sepanjang rute untuk mengantisipasi kepadatan.

Protokol kesehatan juga diperhatikan; beberapa ruang utama di rumah duka dilengkapi dengan ventilasi dan jarak antar pelayat agar prosesi tetap aman.

Catatan Tentang Jenazah “Pierre Tendean”

Meskipun pembahasan utama berkisar pada HM Alwi Hamu, nama Pierre Tendean muncul sebagai unsur penting karena alamat rumah duka ikut menggunakan nama jalan beliau. Pierre Andreas Tendean adalah tokoh militer yang gugur dalam peristiwa G30S dan diangkat sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia.

Jejaknya tetap hidup dalam monumen, buku sejarah, dan nama jalan. Jalan Kapten Pierre Tendean tersebar di berbagai kota Indonesia, termasuk Makassar. Dengan demikian, ketika sebuah rumah duka berada di jalan tersebut, itu memberikan lapisan historis: bahwa kota ini mengenang pahlawan masa lalu dan menghormati pejuang media di masa kini di jalur yang sama.

Hujan Doa di Tengah Malam

Malam ini rumah duka di Kapten Pierre Tendean menjadi lahan doa dan harapan. Lampu redup, aroma bunga segar, bisikan salam dan doa menjadi simfoni elegi di bawah langit Makassar. Besok pagi, jenazah akan dikuburkan; tetapi malam ini puluhan tangan meneteskan doa, mengenang sosok yang telah melampaui dirinya melalui karya dan pengaruh.

“Kalau akhir hidupnya ditempatkan di jalan yang bernama pahlawan, semoga artinya beliau tidak hanya dipanggil sebagai jurnalis besar, tapi pahlawan dalam hati banyak generasi”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *