Eks Dirut PDAM Makassar Buka Suara Soal Polemik Dana Cadangan

Mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar, Beny Iskandar. (Foto: Kasma)

MAKASSAR – Mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar, Beny Iskandar, akhirnya angkat bicara terkait polemik dana cadangan yang kini tengah disorot Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel).

Dalam konferensi pers di sebuah kafe di Jalan Hertasning, Selasa (10/6/2025), Beny menegaskan bahwa kebijakan dana cadangan baru diberlakukan pada masa kepemimpinannya, yakni periode 2022–2024.

Ia menuturkan, dana cadangan tersebut hanya bisa dibentuk ketika perusahaan dalam kondisi sehat dan mencetak laba.

“Proses terjadinya dana cadangan ini hanya terjadi di era saya. Di era sebelumnya tidak ada karena perusahaan merugi dan punya utang sebesar Rp5,9 miliar,” ujar Beny.

Ia menjelaskan, pada awal menjabat sebagai Dirut definitif di tahun 2022, pihaknya bersama jajaran direksi berhasil melunasi utang tersebut sekaligus mencetak laba perusahaan hingga Rp27 miliar.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, PDAM pun mulai menyisihkan 20 persen dari laba bersih setelah pajak sebagai dana cadangan.

“Selama tiga tahun berturut-turut kami berhasil mencetak laba dan menyetorkan dividen ke Pemkot Makassar. Terakhir, dividen yang kami setorkan mencapai Rp11 miliar, sementara dana cadangannya sebesar Rp2,1 miliar,” katanya.

Beny juga mengungkapkan bahwa dana cadangan yang terkumpul hingga akhir masa jabatannya mencapai Rp14 miliar dan tersimpan di sejumlah bank.

Terkait isu deposito dalam bentuk kerja sama antarlembaga (business to business/B to B), Beny menyebut hal itu merupakan bagian dari Program Pengembangan Operasional (PPO) yang ditawarkan bank.

Dana tersebut, menurutnya, digunakan sepenuhnya untuk kegiatan perusahaan dan tidak ada aliran dana ke pribadi-pribadi direksi.

“PPO itu manfaatnya untuk kegiatan PDAM, seperti peringatan ulang tahun perusahaan. Laporannya lengkap, dan tidak ada satu sen pun masuk ke kantong pribadi,” tegasnya.

Beny bahkan mengungkap bahwa program PPO serupa telah dilakukan sejak 2020 di era Dirut sebelumnya, Hamzah Ahmad, dengan nilai deposito mencapai Rp20 miliar di Bank BTN. Namun, menurutnya, manfaat PPO berupa barang dari kerja sama tahun 2020 tidak tercatat dalam laporan PDAM.

“Bahkan sempat ada permintaan dari Pak Hamzah agar barang diganti uang tunai sebesar Rp315 juta, tapi dana itu juga tidak tercatat masuk ke perusahaan,” beber Beny.

Ia menambahkan, pada 2022, pihaknya melakukan adendum kerja sama untuk menyelamatkan PDAM dari potensi gugatan bank akibat ketidakpatuhan terhadap perjanjian sebelumnya.

“Saya masuk tahun 2022, dan saya adendum perjanjian itu selama dua bulan demi memenuhi kewajiban direksi lama. Kami yang menyelamatkan, tapi manfaatnya justru untuk dia, bukan kami,” pungkas Beny. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *