Rayakan HUT ke 7 Owner Harper Perintis Sukses Karena Ada Budaya Gotong Royong Langit pagi di kawasan Perintis menyisakan kabut tipis ketika balon warna ungu dan oranye naik dari halaman hotel. Musik mengalun dari pojok taman, aroma kopi robusta menyatu dengan wangi melati meja resepsionis, sementara para tamu melintas dengan senyum yang terasa lebih hangat dari biasanya. Hari itu Harper Perintis merayakan tujuh tahun kiprahnya. Di atas panggung kecil, para karyawan bergantian menampilkan bakat. Ada yang bernyanyi, ada yang menabuh jimbe, ada pula yang memamerkan tari tradisi dengan langkah yang serentak. Puncak acaranya sederhana tetapi mengena. Pemotongan tumpeng bersama para karyawan senior, satpam, barista, room attendant, teknisi, hingga petugas kebersihan. Pemilik berdiri di tengah lingkaran, bukan di atasnya. Isyarat yang jelas bahwa keberhasilan hotel ini tidak dilahirkan oleh seorang saja, melainkan oleh sebuah keluarga besar yang percaya pada kekuatan gotong royong.
“Perayaan ulang tahun bukan soal usia, melainkan soal cara kita menjaga satu sama lain agar tetap tegak ketika tugas menumpuk dan tamu menanti.”
Panggung Perayaan yang Menyatukan Seluruh Bagian
Rangkaian acara ulang tahun dirancang bukan untuk menunjukkan kemewahan, melainkan untuk memantulkan jati diri. Panitia internal sejak sebulan lalu membagi peran lintas departemen. Front office menyiapkan sambutan dan tur singkat untuk tamu yang ingin melihat dapur produksi roti. Housekeeping mengatur sudut foto yang menonjolkan seni lipat handuk yang membentuk bunga. Engineering memamerkan maket sistem penghematan energi yang mereka kembangkan. Food and beverage mengatur bazar kecil bertema rasa kampung yang diangkat ke panggung perhotelan. Semua berjalan rapi karena ide ide dikumpulkan dari bawah, bukan disusunkan dari atas.
Di meja registrasi, setiap karyawan menempelkan kartu kecil bertuliskan satu kalimat tentang arti gotong royong bagi mereka. Kartu kartu itu kemudian menjadi instalasi dinding. Ada yang menulis bahwa gotong royong berarti mau bertukar jadwal demi teman yang anaknya sakit. Ada yang menulis bahwa gotong royong adalah mengangkat koper tamu paling berat tanpa diminta siapa pun. Ada pula yang menulis bahwa gotong royong adalah berani menegur dengan cara yang baik ketika standar kerja mulai turun. Dinding itu menjadi cermin bersama.
Filosofi Sederhana yang Melahirkan Disiplin Tinggi
Pemilik hotel mengawali sambutan tanpa teks panjang. Ia bercerita tentang masa awal yang serba terbatas. Kamar yang belum terisi penuh, promosi yang masih meraba, dan tim yang bekerja serba rangkap. Ia mengatakan bahwa tantangan pertama bukan soal pasar, melainkan soal meracik budaya kerja yang pas. Keputusan yang paling berpengaruh kemudian adalah menanamkan kebiasaan saling bantu yang diatur dalam alur yang jelas. Ini bukan gotong royong yang sekadar slogan. Setiap bantuan terdokumentasi dalam alur kerja. Setiap saling isi terdengar dalam briefing harian. Setiap keterlambatan diselamatkan oleh rekan yang sudah dilatih untuk menutup celah.
“Gotong royong tidak akan bertahan tanpa disiplin. Disiplin tidak akan bertahan tanpa empati. Keduanya adalah dua sayap yang membuat bisnis pelayanan bisa terbang lebih stabil.”
Setelah Gong Ditepuk, Kerja Sama Mengisi Ruang Kecil
Budaya gotong royong terasa paling nyata pada ruang yang jarang terlihat tamu. Di gudang linen yang sejuk, housekeeper saling membantu menilai kondisi seprai sebelum kembali ke kamar. Standar kebersihan tidak dibiarkan menjadi beban individu. Dua orang menilai, yang lain mencatat, lalu petugas laundry memastikan tidak ada noda yang lolos. Ketika tamu memesan kamar tambahan di tengah malam, resepsionis menekan tombol panggilan untuk engineer yang siap memeriksa AC dan lampu sebelum kamar dibuka. Gerak seperti ini membuat penanganan berjalan mulus, seolah segalanya terjadi tanpa usaha. Padahal semua lahir dari latihan berulang dan kesadaran untuk tidak membiarkan seorang rekan berjalan sendirian.
Di area dapur, suasananya pun serupa. Chef de partie memberi aba aba, barista menyiapkan minuman, steward memposisikan peralatan, dan kasir restoran memastikan kode promo ulang tahun terpasang. Saat satu orang kewalahan, yang lain masuk tanpa banyak bicara. Mereka memahami ritme masing masing. Tidak ada yang heroik, tetapi semua terasa padu.
Front Office sebagai Wajah dan Jembatan
Di barisan depan, budaya gotong royong tampak dalam cara tim front office membagi peran halus. Ketika satu resepsionis melayani check in tamu rombongan, rekan di sebelahnya menjadi pemandu untuk menitipkan bagasi dan menghubungkan ke bellboy. Petugas concierge memastikan daftar restoran mitra tersedia jika tamu bertanya rekomendasi makan malam. Jika ada keluhan, guest relation officer mengambil alih dengan bahasa yang menenangkan sambil mencatat detail teknis untuk diteruskan ke bagian terkait.
Keserempakan ini berasal dari latihan role play yang mereka jalankan tiap pekan. Mereka mempraktikkan skenario mulai dari kartu kamar yang tidak terbaca hingga permintaan ulang tahun mendadak di restoran. Latihan kecil itu ternyata membesarkan rasa saling percaya. Mereka tahu siapa yang cepat membaca situasi, siapa yang kuat di data, dan siapa yang paling piawai mengajak tamu tersenyum.
“Di bisnis perhotelan, kerja cepat bukan berarti terburu buru. Kerja cepat adalah tenang karena tahu siapa yang memegang ujung setiap benang.”
Dapur Inovasi Menghadirkan Rasa Lokal
Perayaan ulang tahun tidak lengkap tanpa cerita dapur. Tim kuliner menyiapkan menu yang memeluk rasa lokal. Ada sup konro yang dibikin lebih ringan tanpa menghilangkan kedalaman bumbu. Ada pisang ijo yang tampil elegan di piring putih dengan saus yang halus. Ada kopi susu gula aren yang diracik dari olahan petani mitra. Semua dikisahkan di kartu kecil di atas meja. Bukan sekadar daftar bahan, melainkan kisah dari mana bahan itu datang. Ini cara hotel menyambungkan rantai kerja dari kebun ke meja.
Kolaborasi dengan pemasok lokal bukan basa basi. Tim purchasing dan dapur memantau musim panen agar suplai sayuran daun dan rempah terjaga. Ketika pasokan sedang seret, restoran berani mengubah menu harian agar kualitas tidak mentah. Keputusan itu mudah dilakukan karena ada ruang komunikasi yang lapang antara bagian produksi, pemasok, dan pelayanan. Gotong royong di jaringan yang lebih luas.
Engineering dan Siasat Hemat Energi
Di balik dinding, tim engineering mengusung proyek kecil yang sekarang menjadi kebanggaan. Mereka memasang sensor gerak di koridor agar lampu menyala saat ada langkah, mematikan saat sepi. Sistem pendingin ruangan mendapat pengaturan ulang agar tidak bekerja lebih keras dari yang diperlukan. Hasilnya terlihat pada tagihan energi yang lebih bersahabat. Namun lebih dari itu, ada rasa memiliki yang tumbuh. Teknisi tidak sekadar memperbaiki kerusakan, mereka ikut menata masa depan hotel dengan kepedulian pada efisiensi.
Saat perayaan, maket sistem itu dipamerkan. Tamunya bukan hanya pejabat undangan, melainkan para karyawan sendiri. Mereka diajak memahami kenapa suhu lobi disetel pada angka tertentu, mengapa tirai dibuka pada jam jam tertentu untuk memanfaatkan cahaya alami, dan bagaimana semua itu berujung pada kenyamanan tamu.
“Keberlanjutan tidak lahir dari satu kebijakan, tetapi dari seribu kebiasaan kecil yang diulang dengan konsisten.”
Cerita Para Tamu dan Jejak Loyalitas
Perayaan tujuh tahun membuka buku tamu yang penuh cerita. Seorang pasangan bercerita tentang resepsi kecil yang pernah mereka gelar di ballroom. Ada keluarga yang mengenang sarapan pertama anak mereka setelah perjalanan jauh. Ada pebisnis yang memuji ketepatan waktu layanan antar jemput dini hari. Sebagian dari mereka kembali bukan karena diskon, melainkan karena rasa tenang yang akrab. Rasa akrab itu lahir dari orang orang yang ingat nama, kebiasaan, bahkan alergi makanan.
Hotel menyimpan catatan preferensi tamu dalam sistem yang aman. Catatan itu bukan untuk membanjiri tamu dengan penawaran, melainkan untuk memudahkan pelayanan. Bila tamu senang dengan bantal keras, housekeeping menyiapkan tanpa diminta. Bila tamu selalu pesan jus tanpa gula, barista sudah tahu arah rasa yang diinginkan. Gotong royong antara data, ingatan, dan inisiatif menghasilkan pengalaman yang tampak sederhana tetapi sukar ditandingi.
Saat Badai Datang, Soliditas Menjadi Penjaga
Tidak ada perjalanan yang mulus seluruhnya. Ada hari ketika cuaca buruk membuat penerbangan ditunda dan tamu menumpuk. Ada momen ketika listrik padam di seputaran kota dan hotel harus bertumpu pada generator. Ada juga masa ketika pandemi memaksa okupansi menyusut. Di setiap persimpangan sulit itu, yang menyelamatkan bukan hanya modal, melainkan solidaritas.
Tim menyusun jadwal kerja fleksibel, membuka pos bantuan internal, dan memperkuat komunikasi dengan pemasok. Manajemen berani transparan mengenai kondisi keuangan dan rencana langkah selanjutnya. Ketika semua pihak diberi ruang bicara, rasa memiliki tumbuh. Keputusan pahit terasa lebih bisa ditanggung bersama. Tidak ada gosip liar yang beredar karena informasi resmi disampaikan jujur.
“Kepercayaan adalah mata uang terkuat saat badai. Ia tidak bisa dibeli, hanya bisa dirawat hari demi hari.”
Kelas Kecil yang Menyulut Keterampilan Besar
Budaya gotong royong berkelanjutan membutuhkan suplai keterampilan. Harper Perintis rajin menggelar kelas kecil di sela jam kerja. Pelatihan barista dasar untuk karyawan yang tertarik pindah jalur, kelas menulis caption untuk admin media sosial hotel, hingga coaching singkat cara merespons ulasan tamu dengan empati. Polanya selalu lintas departemen. Seorang housekeeper boleh bergabung di kelas fotografi produk. Seorang teknisi boleh ikut kelas public speaking. Di sinilah terjadi pertukaran pandang.
Kelas kelas itu melahirkan individu yang luwes. Ketika festival kuliner lokal digelar, tim tidak perlu panik. Ada fotografer internal yang sudah terbiasa memotret, ada penulis yang siap membuat narasi singkat, ada pembawa acara yang anteng memandu kuis. Pergerakan terasa ringan karena kemampuan tersebar.
Menjaga Jiwa Muda Lewat Program Komunitas
Hotel menyadari bahwa berada di jalan besar berarti bersebelahan dengan banyak komunitas. Mereka membuka halaman untuk kegiatan olahraga pagi, bazar minat baca, dan sesi diskusi singkat tentang pariwisata berkelanjutan. Bukan program pemasaran semata, melainkan cara memperluas keluarga. Komunitas inilah yang kemudian menjadi amplifier reputasi. Mereka mengajak kawan kawan menginap saat ada acara, mereka pula yang mengirimkan sukarelawan ketika hotel mengadakan program bantuan sekolah.
Saling dukung ini bukan rahasia. Di panggung perayaan, para wakil komunitas diberi kesempatan bercerita, menyampaikan masukan, sekaligus menularkan semangat. Gotong royong pun melompat pagar, menyeberang dari ruang kerja ke ruang kota.
“Bisnis yang sehat adalah yang bisa menjadi tetangga yang baik. Ketika tetangga ikut bangga, reputasi bergerak tanpa perlu diteriakkan.”
Tata Kelola yang Membiarkan Ide Mengalir
Budaya menyokong mutu hanya hidup di organisasi yang mau menerima ide dari bawah. Di Harper Perintis, gagasan segar tidak harus menunggu rapat bulanan. Ada papan ide di ruang karyawan. Kertas kecil berisi saran terbaik mendapat hadiah simbolis dan kesempatan memimpin eksekusinya. Banyak inovasi lahir dari sini. Misalnya ide sarapan ringan bagi tamu yang harus berangkat sebelum subuh. Housekeeping mengusulkan koridor aromaterapi di jam jam tertentu agar tamu malam merasa lebih rileks. Security merancang rute evakuasi baru yang lebih ramah bagi lansia.
Setiap ide diuji cepat. Jika cocok, dipakai. Jika tidak, dicatat alasan penolakannya. Dengan cara ini, budaya gotong royong tumbuh bersama budaya pembelajaran. Orang berani mencoba karena tahu kegagalan tidak akan dipermalukan.
Narasi Digital yang Menjaga Kedekatan
Di era telepon pintar, kehangatan tatap muka perlu dikawal oleh narasi digital yang konsisten. Tim media sosial hotel tidak sekadar memajang foto lobi. Mereka menceritakan manusia di balik layanan. Profil barista yang pulang kampung seminggu untuk panen padi, teknisi yang hobi memelihara tanaman, atau resepsionis yang sedang belajar bahasa asing. Cerita kecil ini menarik perhatian calon tamu dan memperkaya hubungan dengan tamu lama.
Narasi itu dibangun dengan gaya yang tidak berjarak. Bahasa yang ramah, foto yang jujur, dan nada yang konsisten membuat akun hotel terasa seperti teman lama. Banyak tamu mengirim pesan privat untuk mengucapkan selamat ulang tahun, menyebut nama karyawan favorit mereka, bahkan menitip salam.
“Di balik logo ada manusia. Ketika manusia tampil, kepercayaan menyusul tanpa diminta.”
Tamu Bisnis dan Tamu Liburan Sama Sama Dipeluk
Hotel ini tumbuh di persimpangan dua pasar. Tamu bisnis yang mengejar efisiensi dan tamu liburan yang mencari pengalaman. Gotong royong antarbagian menjadi jembatan. Sales menyesuaikan paket rapat yang ringkas dengan jeda kopi yang sigap. Tim kuliner menyiapkan menu anak yang menyenangkan tanpa pewarna buatan. Tim event memastikan ruang serbaguna bisa diubah dari suasana formal pagi hari menjadi panggung semi santai sore hari. Semua bisa terjadi karena bagian operasional, pemasaran, dan keuangan berunding dalam satu meja yang sama.
Dengan kelincahan ini, kalender hotel tidak bergantung pada satu segmen saja. Ketika musim libur datang, keluarga menjadi fokus. Ketika musim konferensi tiba, fasilitas rapat dan layanan cepat menjadi sorotan. Jembatan ini kuat karena ditopang kebiasaan saling memahami kebutuhan unit lain.
Hari Puncak yang Menjadi Titik Berangkat Baru
Puncak perayaan ditutup oleh doa bersama. Tidak ada kembang api yang memekakkan telinga. Tidak ada sorak sorai yang berlebihan. Yang ada adalah rasa syukur yang senyap. Kue lapis tujuh tingkat habis terbagi. Di halaman, pameran foto perjalanan tujuh tahun diangkat kembali ke gudang dengan hati hati. Karyawan bergantian bersalaman dengan pemilik yang sejak pagi tidak lelah menepuk pundak satu per satu.
Di ujung acara, mereka menempelkan poster kecil di ruang karyawan bertulisan janji sederhana. Mengingatkan untuk saling bantu sebelum diminta, menyelesaikan pekerjaan dengan standar yang sama entah dilihat atau tidak, serta menjaga bahasa yang ramah ketika lelah. Janji yang tampak biasa, namun justru hal hal begitulah yang membuat usia menjadi berarti.






