Soal Pergantian PJ Ketua RT RW, Lurah Bunga Eja Beru Kinerjanya Banyak Dikeluhkan Warga

Soal Pergantian PJ Ketua RT RW, Lurah Bunga Eja Beru Kinerjanya Banyak Dikeluhkan Warga Pagi di lorong lorong Bunga Eja Beru tidak lagi sesenyap biasanya. Di depan pos ronda, papan pengumuman berlapis kertas yang ditempel terburu buru menjadi pusat perhatian. Nama nama pejabat sementara ketua rukun tetangga dan rukun warga terpampang, bersanding dengan jadwal rapat lingkungan yang mendadak. Warga berhenti sejenak, membaca, saling bertanya, lalu menghela napas. Kabar pergantian pj ketua RT RW memecah rutinitas, bukan karena sekadar pergantian orang, tetapi karena serangkaian keluhan yang sudah lama mengendap tentang cara kerja di tingkat kelurahan.

“Pelayanan publik di akar rumput hanya punya satu ukuran, apakah warga merasa dipermudah atau dipersulit.”

Riuh Sejak Surat Tugas Terbit

Riuh bermula ketika surat tugas penunjukan beberapa pj ketua RT RW beredar melalui grup percakapan lingkungan. Nama baru muncul menggantikan nama lama, sebagian tanpa penjelasan rinci mengenai alasan dan durasi penugasan. Warga bertanya tanya tentang kriteria, proses konsultasi, dan keterlibatan tokoh wilayah. Di banyak kampung kota, pergantian personel di tingkat rukun tetangga dan rukun warga bukan hal teknis belaka. Ia menentukan kecepatan pengurusan dokumen, jalur penyaluran bantuan, hingga koordinasi saat ada keadaan darurat.

Di Bunga Eja Beru, kabar ini berlari lebih cepat daripada klarifikasi. Warga yang memerlukan surat pengantar administrasi mendapati meja pelayanan tidak siap menampung lonjakan permintaan. PJ ketua yang baru masih memetakan wilayah, sementara daftar prioritas pekerjaan menumpuk. Dalam hari hari pertama, yang tampak ke permukaan adalah kebingungan.

Keluhan yang Menguat di Lorong Lorong

Keluhan warga menyentuh beberapa hal mendasar. Pertama, minimnya sosialisasi sebelum penunjukan pj ketua RT RW. Warga merasa diajak mengetahui hasil, bukan proses. Kedua, respons yang lambat terhadap aduan harian seperti lampu jalan yang padam, saluran tersumbat, dan penertiban pedagang yang menghalangi trotoar. Ketiga, tumpang tindih informasi tentang jadwal pembagian bantuan sehingga memicu antrean panjang dan saling curiga.

Keluhan lain yang berulang adalah komunikasi yang tidak seragam. Ada RT yang mengumumkan lewat pengeras suara masjid, ada yang hanya mengandalkan pesan di grup, ada pula yang menempel kertas di pos ronda. Tanpa standar yang jelas, sebagian warga tertinggal informasi. Dalam urusan publik, keseragaman kanal informasi adalah kunci keadilan.

Lurah Dianggap Tidak Peka Ritme Kampung

Nama lurah menjadi sasaran sorot karena posisinya sebagai simpul koordinasi. Di beberapa pertemuan, warga menilai lurah kurang peka pada ritme kampung. Maksudnya sederhana, kebijakan yang menyangkut level RT RW seharusnya disesuaikan dengan kebiasaan warga di jam sibuk, momen keagamaan, dan siklus ekonomi harian. Bila pengumuman penting jatuh di jam orang berjualan atau mengantar anak sekolah, informasi mudah terlewat.

Selain soal ritme, warga juga menilai pendekatan kelurahan terlalu administratif. Rak dirapikan, berkas dilabeli, tetapi jendela dialog tidak benar benar dibuka. Orang ingin didengar dengan cara yang tidak tergesa gesa. Dalam skala kampung, tatap muka lima belas menit sering lebih efektif daripada lima lembar edaran.

Mengapa Penunjukan Pejabat Sementara Itu Sensitif

Di atas kertas, penunjukan pejabat sementara adalah mekanisme normal. Ia dipakai saat ketua definitif mundur, wafat, berhalangan, atau menjelang pemilihan baru. Namun di lapangan, sensitivitas tinggi karena RT RW adalah wajah negara yang paling dekat. Mereka yang menandatangani surat pengantar, yang mengetuk pintu saat ada pembagian bantuan, yang berdiri paling depan saat banjir masuk halaman.

Penunjukan pj yang terburu buru tanpa peta transisi memadai membuat warga gamang. Dokumen yang harus ditandatangani tertahan, aduan menumpuk, dan bantuan berisiko tidak tepat sasaran. Setiap hari yang lewat tanpa perbaikan memperlebar jurang kepercayaan.

Administrasi Harian yang Tersendat

Efek pertama yang terasa adalah administrasi harian yang tersendat. Warga yang hendak mengurus surat keterangan domisili, pengantar pengurusan akta, atau rekomendasi usaha mikro mendapati antrean yang tidak seperti biasa. Ada pj yang tidak tahu letak buku induk, ada arsip yang berpindah tanpa berita, ada tanda tangan yang menunggu stempel baru karena pergantian belum didaftarkan di kantor kelurahan.

Keterlambatan berantai membuat orang yang bergantung pada kepastian waktu terganggu. Pekerja harian kehilangan jam kerja, ibu yang menunggu jadwal imunisasi anak terpaksa kembali esok hari, dan pedagang kaki lima menunda pendaftaran izin lokasi. Dalam ekonomi rakyat, waktu adalah modal.

Dampak pada Penanganan Lingkungan

RT RW memegang peran penting pada urusan lingkungan fisik. Dari drainase, kebersihan, hingga koordinasi kerja bakti. Di Bunga Eja Beru, perpindahan tongkat komando membuat agenda rutin seret. Saluran yang sedianya dibersihkan pekan itu tertunda, kerja bakti yang semestinya memperbaiki paving jalan kecil berpindah tanpa tanggal. Hal kecil berubah jadi besar ketika hujan datang. Genangan yang biasanya surut dalam satu jam bertahan dua jam karena sampah daun tidak segera diangkut.

Menunda urusan lingkungan sama saja menumpuk biaya masa depan. Lubang kecil di aspal, kalau tidak ditutup, menelan roda motor. Sampah yang tidak tertangani mengundang tikus dan penyakit. Warga merasakan ini bukan sebagai teori, melainkan sebagai sepatu yang basah.

Soal Komunikasi, Siapa Bicara untuk Siapa

Di forum warga, pertanyaan yang mengemuka adalah tentang mekanisme konsultasi. Siapa yang mewakili warga saat kelurahan memutuskan nama pj. Apakah tokoh adat, pengurus masjid, atau perwakilan perempuan dilibatkan. Bagi warga, proses yang inklusif sekaligus efisien penting agar keputusan tidak terasa turun dari langit.

Kelurahan memerlukan daftar pemangku kepentingan yang hidup, bukan sekadar formalitas. Di Bunga Eja Beru, struktur sosial bergerak cepat. Ada ketua karang taruna yang aktif setahun lalu tetapi kini merantau, ada penggerak bank sampah baru yang belum tercatat, ada kelompok seni ibu ibu yang bisa menggerakkan orang lebih cepat daripada surat edaran. Tanpa peta sosial yang diperbarui, kebijakan akan selalu terasa terlambat.

“Keputusan yang baik biasanya lahir dari telinga yang panjang dan peta yang akurat.”

Transparansi Kinerja dan Papan Kendali Sederhana

Warga bukan ingin segalanya sempurna. Mereka ingin melihat rencana dan capaian dalam format yang bisa dipahami. Papan kendali sederhana di pos RW dapat menampilkan daftar prioritas minggu ini, penanggung jawab, dan statusnya. Lampu jalan gang tujuh diperbaiki, selokan lorong empat dibersihkan, jadwal posyandu pindah hari Rabu. Informasi semacam ini menenangkan karena memberi rasa sedang ada yang memegang kemudi.

Sayangnya, di awal pergantian pj, papan kendali tidak segera muncul. Orang bertanya jawaban berulang, dan jawaban yang berbeda keluar dari mulut yang berbeda. Ketika informasi tercerai, keluhan membesar karena ketidakpastian menular.

Menyoal Kapasitas PJ dan Dukungan Kelurahan

Warga memahami bahwa pj yang baru butuh waktu beradaptasi. Namun adaptasi harus ditopang sistem, bukan dibiarkan mengalir. Kelurahan seyogianya menyiapkan paket transisi. Peta wilayah, daftar kontak cepat, arsip digital dasar, alur kerja baku, dan jadwal pendampingan selama masa awal. PJ yang bekerja tanpa peta dan alat hanya akan menjadi sasaran keluhan yang tidak adil.

Di beberapa wilayah, pendampingan diperkuat dengan pelatihan singkat. Cara menulis berita acara, teknik memimpin rapat lima belas menit, hingga trik mengurai antrean layanan dengan nomor urut. Keterampilan praktis ini menentukan sejauh mana warga merasakan perbaikan.

Mekanisme Evaluasi yang Terukur

Kelurahan memiliki kewenangan menunjuk pj, tetapi evaluasi harus bersandar pada indikator yang jelas. Kecepatan layanan, jumlah aduan yang terselesaikan, konsistensi kerja bakti, dan keteraturan informasi publik dapat menjadi tolok ukur. Evaluasi yang rutin dan terbuka menghindarkan asumsi. Jika hasilnya baik, warga cepat menaruh dukungan. Jika tidak, koreksi dilakukan sebelum besar menjadi krisis.

Warga mengusulkan agar evaluasi tidak hanya berbasis angka, melainkan juga pengalaman. Sesi dengar warga diadakan per dua bulan, dengan pertanyaan sederhana yang sama tiap pertemuan agar terlihat tren perbaikan. Di ruang kecil itu, ketidaknyamanan yang tidak tercatat dalam tabel biasanya muncul.

Rantai Layanan Bantuan Sosial

Salah satu sumber kekecewaan terbesar adalah bantuan sosial yang tidak sinkron. Daftar penerima tidak mutakhir, data ganda tidak dibersihkan, dan jadwal pembagian berubah tanpa pemberitahuan memadai. Di masa pergantian pj, rantai layanan ini rawan putus. Warga yang berhak merasa ditinggalkan, sementara warga yang tidak lagi berhak masih terdaftar karena data lama tidak diperbarui.

Solusinya menuntut kerja detail. Verifikasi lapangan bersama pengurus RT lama, melibatkan kader posyandu, dan memanfaatkan aplikasi sederhana untuk menandai perubahan. Dengan cara itu, daftar menjadi milik bersama, bukan milik satu meja.

“Data yang jelek membuat kebijakan yang baik tampak buruk di mata warga.”

Peran Camat dan Sinkronisasi Antarwilayah

Ketika kegaduhan meluas, peran camat menjadi penting sebagai penyeimbang. Camat dapat menyusun panduan transisi RT RW yang seragam antar kelurahan, sehingga warga tidak bingung dengan praktik yang berbeda hanya karena lintas batas satu lorong. Panduan tersebut mencakup jadwal minimal sosialisasi, format papan kendali, dan standar waktu layanan administrasi.

Sinkronisasi ini juga mencegah kelurahan merasa berjalan sendiri. Dalam urusan pelayanan dasar, keseragaman standar membuat kualitas naik sekata. Warga di Bunga Eja Beru tidak perlu iri pada kelurahan tetangga hanya karena keluhannya lebih cepat tertangani.

Jalan Tengah dalam Konflik Internal

Tidak semua pergantian pj berjalan mulus. Ada yang menolak karena merasa tidak dihargai, ada yang menggandakan kunci sekretariat, ada pula yang membawa urusan ke media sosial dengan bahasa yang memantik emosi. Dalam situasi seperti ini, mediasi menjadi seni yang menentukan. Ruang mediasi perlu dihadiri pihak yang dipercaya dua belah pihak, bukan hanya pejabat yang punya otoritas.

Jalan tengah sering kali berupa pembagian masa transisi yang jelas. Misalnya, pj baru fokus pada urusan administrasi dan layanan mendesak, sementara pengurus lama menyelesaikan pekerjaan lingkungan yang telah dimulai. Setelah satu bulan, seluruh kendali pindah dengan arsip tertata dan alat terinventaris.

Menjaga Keamanan dan Kedaruratan

RT RW adalah ujung tombak ketika kebakaran, banjir, atau keributan terjadi. Masa pergantian tidak boleh membuat jalur darurat kendur. Daftar ketua satgas kebencanaan, nomor pemadam, puskesmas, dan aparat keamanan harus ditempel di titik publik. Simulasi singkat evakuasi dapat diulang, setidaknya untuk pengurus baru agar tidak gagap ketika telepon darurat berdering tengah malam.

Kedewasaan layanan diukur dari kesiapan menghadapi buruknya hari. Bila sistem berdiri, orang di dalam sistem boleh berganti tanpa membuat layanan terhuyung.

Ekonomi Lorong yang Tidak Boleh Mati

Bunga Eja Beru dikenal dengan denyut UMKM lorong. Warung kecil, bengkel, jasa cuci motor, dan pengrajin kue. Dalam masa pergantian, layanan perizinan, pengantar bantuan modal, dan promosi kolektif rawan terabaikan. Padahal, ekonomi lorong sedang bangkit pelan. RT RW menjadi simpul yang menghubungkan pelaku usaha dengan program pemerintah dan lembaga keuangan.

Kelurahan bisa menunjuk satu pengurus khusus ekonomi lorong yang membantu pj dalam hal yang bersifat teknis. Tugasnya mengurus kalender bazar, mengkoordinasi pelatihan, dan memastikan etalase digital lingkungan tetap terbarui. Dengan begitu, roda ekonomi kecil tetap berputar.

“Keberhasilan sebuah kelurahan akhirnya terlihat di rak warung dan sumringah pelanggan yang kembali.”

Teknologi Sebagai Penyangga, Bukan Pengganti Tatap Muka

Aplikasi pengaduan dan pelaporan membantu menyatukan alur. Namun teknologi tidak boleh menggantikan tatap muka sepenuhnya. Di banyak keluarga, ponsel pintar hanya dipegang anak, sementara orang tua tetap mengandalkan papan pengumuman. Kombinasi terbaik adalah kanal digital untuk dokumentasi dan histori, serta kanal fisik untuk memastikan semua warga terjangkau.

Di beberapa RT, penerapan nomor antrean digital sederhana melalui tautan gratis dipadukan dengan loket fisik untuk warga lansia. PJ menerima manfaat ganda, data terekam rapi dan warga merasa dihormati.

Sumber Daya Manusia yang Perlu Disegar

Keluhan warga sering kali menyasar sistem, padahal sering berakar pada kelelahan manusia. Pengurus yang merangkap banyak urusan, tenaga yang menua tanpa regenerasi, dan ritme kerja yang tidak adil. Di Bunga Eja Beru, pergantian pj seharusnya menjadi kesempatan menyegarkan susunan kerja. Rotasi tugas dibuat agar kelelahan tersebar, kader muda dilibatkan dengan pendampingan, dan penghargaan sederhana disediakan agar semangat terjaga.

Penghargaan tidak harus mahal. Sertifikat bulanan, pengumuman nama di papan pengumuman, atau sekadar ucapan di pengeras suara membuat orang merasa diakui. Dalam kerja sosial, pengakuan adalah energi.

Mengembalikan Rasa Memiliki

Akar dari banyak keluhan adalah rasa memiliki yang menurun. Warga merasa kebijakan datang dari atas, bukan dari ruang tempat mereka biasa berkumpul. Pengurus lama yang puluhan tahun berkeringat merasa terpinggirkan. Anak muda yang baru bergabung bingung menempatkan diri. Mengembalikan rasa memiliki harus dimulai dari hal kecil. Membuka rapat dengan sesi sapa tetangga, memberi ruang bagi warga baru memperkenalkan diri, dan mengundang ide meski sederhana.

Ketika orang merasa menjadi bagian dari keputusan, mereka akan menjadi bagian dari pelaksanaan. Rasa memiliki adalah semen yang menyatukan batu batu yang berbeda.

“Pemerintahan paling kuat adalah yang membuat warganya merasa menjadi tuan di halaman sendiri.”

Menagih Kepemimpinan yang Hadir

Warga Bunga Eja Beru tidak menuntut lurah yang serba bisa. Mereka menagih pemimpin yang hadir, yang berani mengakui kekurangan, dan cepat memperbaiki lintasan. Kepemimpinan seperti itu dirasakan dalam sikap sederhana. Datang tepat waktu saat rapat, mendengar hingga selesai sebelum berbicara, dan menutup pertemuan dengan daftar kerja yang jelas. Ketika pucuk memberi contoh, gerak di bawah lebih mudah serempak.

Masa pergantian pj ketua RT RW bisa menjadi luka atau peluang. Di Bunga Eja Beru, halaman sedang terbuka. Warga menanti apakah tulisan yang berikutnya adalah kalimat yang membuat mereka percaya untuk melangkah bersama lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *