Tamsil Linrung Apresiasi Program MBG Dorong Ekonomi Rakyat

Ekonomi19 Views

Tamsil Linrung Apresiasi Program MBG Dorong Ekonomi Rakyat Suasana aula pertemuan di sudut kota Makassar siang itu terasa berbeda. Layar besar menayangkan grafik sederhana tentang perputaran ekonomi mikro, sementara di baris kursi paling depan duduk para pelaku usaha kecil yang baru saja merampungkan lokakarya. Di tengah sorot lampu dan hiruk pikuk kamera, Tamsil Linrung hadir dan menyatakan apresiasi terhadap program MBG yang sedang dikerjakan lintas komunitas dan pelaku usaha. Bagi Tamsil, dorongan paling nyata untuk memulihkan ekonomi rakyat tidak selalu datang dari proyek raksasa, melainkan dari ekosistem kecil yang konsisten, transparan, dan dekat dengan kebutuhan harian warga.

“Ekosistem yang kuat itu lahir dari kebiasaan gotong royong yang diorganisasi rapi, bukan dari seremoni yang cepat terlupa.”

Program MBG dan Nafas Baru UMKM Daerah

Banyak orang bertanya apa sebenarnya MBG. Di tingkat paling praktis, MBG adalah inisiatif yang merajut empat simpul. Pendampingan bisnis bagi UMKM, pembiayaan mikro yang adil, digitalisasi kanal penjualan, serta penguatan logistik lokal melalui gudang komunal dan kendaraan bersama. Keempat simpul ini mengatasi kendala klasik yang selama ini membelenggu usaha kecil. Kurang modal, akses pasar sempit, biaya distribusi mahal, dan keterbatasan pengetahuan manajemen.

Dalam beberapa bulan terakhir, tim lapangan MBG mengumpulkan data sederhana dari pedagang warung, produsen kudapan rumah tangga, perajin, hingga petani kota. Peta masalah dibuat sedekat mungkin dengan sumbu kenyataan. Berapa biaya bahan baku harian, berapa ongkos kirim rata rata, berapa lama piutang menunggak, dan di jam berapa penjualan mencapai puncak. Data granular semacam ini yang menjadi titik tolak intervensi.

Apresiasi yang Berbuah Komitmen Kolaborasi

Tamsil Linrung menekankan bahwa apresiasi bukan sekadar kata pujian. Ia mendorong agar pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas bisnis, dan organisasi pemuda mengambil peran yang saling melengkapi. Dalam forum ini, ia menyoroti kekuatan pendekatan MBG yang tidak menggurui. Pendamping datang ke kios, duduk, mencatat, menghitung bersama, lalu menyepakati langkah kecil yang realistis. Ketika keputusan lahir dari meja yang sama, rasa memiliki tumbuh dan perubahan lebih mudah dijaga.

Apresiasi itu sekaligus menjadi sinyal. Program yang menyentuh kebutuhan dasar seperti modal kerja, akses bahan baku bersama, dan rute distribusi yang efisien, adalah jenis program yang pantas mendapat dukungan jangka panjang. Bukan hanya lewat anggaran, melainkan lewat jaringan, regulasi yang mempermudah, dan ruang uji coba kebijakan.

Menjahit Rantai Nilai dari Hulu ke Hilir

Pelaku usaha kecil sering terjebak bekerja sendiri. MBG memperkenalkan pendekatan klaster. Pelaku sejenis dipetakan, kemudian rerata harga bahan baku dinegosiasikan bersama. Rantai nilai disederhanakan. Gudang komunal menampung stok yang dibeli grosir, kendaraan bersama mengantarkan bahan ke anggota klaster pada jam yang telah dijadwalkan. Hasilnya adalah efisiensi biaya dan waktu. Bagi pedagang makanan, selisih harga tepung dan minyak beberapa persen saja bisa menjadi selisih napas di akhir bulan.

Di hilir, pengemasan dan standardisasi label dibantu tim kreatif lokal. Produk yang tadinya hanya dijual di gang perumahan mulai berani masuk ke etalase ritel komunitas dan pasar digital. Dengan begitu, satu intervensi menyusuri alur usaha dari hulu ke hilir, bukan sekadar menyuntik dana dan berharap keajaiban.

Pembiayaan Mikro yang Adil dan Menenangkan

Kredit yang baik bukan yang paling murah nominalnya, melainkan yang paling jelas aturannya. Skema MBG dirancang agar pelaku usaha tidak kembali ke lingkaran utang jangka pendek yang mencekik. Cicilan diselaraskan dengan arus kas sebenarnya. Masa tenggang diperhitungkan saat musim sepi. Edukasi pengelolaan keuangan sederhana menjadi syarat bersama, bukan pelengkap yang boleh dilupakan. Transparansi biaya administrasi ditulis terang agar tidak ada kejutan di akhir periode.

Pendekatan ini membuat pelaku usaha berani merencanakan. Mereka tahu kapan stok harus ditambah, kapan alat produksi perlu diganti, dan kapan menahan diri. Ketika kejelasan terpenuhi, rasa cemas menurun, dan energi bisa dialihkan kembali untuk meningkatkan kualitas produksi.

Digitalisasi yang Membumi, Bukan Memaksa

Banyak program digitalisasi terjebak jargon. MBG memilih jalan yang membumi. Kompetensi digital yang dikejar adalah yang paling berpengaruh terhadap penjualan harian. Membuat foto produk yang jujur tapi menarik, menulis deskripsi yang informatif, membalas pesan pelanggan dengan skrip efisien namun hangat, serta mencatat transaksi di aplikasi sederhana agar arus kas tidak lagi sekadar ingatan.

Marketplace komunitas diluncurkan dengan prinsip ringan. Tidak semua pelaku wajib pindah ke kanal yang sama. Mereka diajak uji coba, mengukur dampak, lalu memutuskan sendiri kanal mana yang paling sesuai. Di beberapa kecamatan, grup pesan instan justru menjadi lokapasar yang efektif. Keputusan ini dibiarkan organik, karena yang dibutuhkan UMKM bukan kanal termodern, melainkan kanal yang paling cocok dengan karakter pelanggan mereka.

Perempuan, Anak Muda, dan Kursi yang Disediakan

Perekonomian rakyat tidak akan bergerak jauh tanpa peran perempuan dan anak muda. MBG menyediakan kelas yang sensitif waktu bagi ibu yang mengatur rumah sekaligus berjualan. Sesi pelatihan dijadwalkan setelah jam sekolah dan sebelum jam makan malam. Materi dikemas padat, dengan ruang tanya jawab yang memadai. Anak muda dilibatkan sebagai fasilitator teknologi, menjembatani generasi dalam hal literasi digital.

Dalam forum apresiasi, Tamsil menyoroti bagaimana kursi ini sengaja disediakan. Tidak sekadar undangan simbolik, tetapi peran fungsional. Perempuan mengepalai klaster produksi makanan beku, anak muda memimpin tim pemasaran digital daerah. Ketika kepercayaan diberikan, kapasitas tumbuh mengikuti peran.

Sinergi dengan Kampus dan Sekolah Kejuruan

Perubahan yang tahan lama membutuhkan pasokan pengetahuan yang stabil. MBG menggandeng kampus dan sekolah kejuruan untuk dua hal. Pertama, praktik kerja bagi mahasiswa dan siswa yang relevan dengan kebutuhan UMKM. Kedua, riset kecil yang langsung dipakai lapangan. Seorang mahasiswa akuntansi, misalnya, membantu merapikan pembukuan tiga kios dalam satu bulan. Siswa desain komunikasi visual membuat template label yang bisa dipakai ulang banyak pelaku. Praktik ini sederhana, tetapi dampaknya konkret.

Kolaborasi semacam ini mengurangi jurang antara bangku belajar dan bangku kerja. Kampus mendapat konteks nyata, pelaku usaha mendapat solusi yang bisa dipakai sekarang juga, dan siswa belajar melihat harga dari setiap jam kerja mereka.

Dampak Berganda di Tingkat Lingkungan

Program ekonomi yang sehat selalu menetes menjadi dampak sosial. Ketika usaha kecil menemukan ritme, tetangga terdekat merasakan manfaat. Pemuda yang sempat menganggur ikut bergabung menjadi kurir paruh waktu. Ibu rumah tangga yang biasanya hanya membantu di dapur mulai menjadi pencatat transaksi. Warung tetangga menjual bahan tambahan karena arus pelanggan meningkat. Pilihan belanja warga pun lebih sering jatuh pada produk lokal karena rantai pasok makin rapi.

Pada level lingkungan, dana sosial kecil disisihkan dari sebagian margin klaster. Tujuannya untuk kebutuhan kolektif yang sering luput dari perhatian. Lampu jalan yang padam, cat dinding pos ronda, atau bantuan darurat tetangga sakit. Kebiasaan kecil ini menegaskan bahwa ekonomi rakyat tidak hanya bicara laba, tetapi juga jaring keselamatan bersama.

Cerita Lapangan yang Menguatkan Argumen

Di kementerian atau ruang rapat, angka kerap bicara lantang. Di lapangan, cerita tak kalah penting. Seorang pembuat keripik rumahan mampu menggandakan kapasitasnya karena akses pembelian bahan baku bersama menurunkan harga secara konsisten. Seorang perajin rajut yang biasanya menjual di arisan kini menerima pesanan dari luar kota karena foto produk yang lebih baik dan sistem pengiriman yang jelas. Seorang pedagang sayur keliling memakai jadwal pengantaran bersama gudang komunal sehingga sayuran tiba lebih segar dan terjual lebih cepat.

Cerita seperti ini bukan anekdot sentimental. Ia adalah bukti bahwa intervensi kecil namun tepat sasaran dapat bergerak luwes tanpa menunggu proyek besar turun.

Standar Kinerja, Transparansi, dan Akuntabilitas

Apresiasi Tamsil juga disertai penekanan soal tata kelola. MBG didorong untuk menjaga tiga standar. Pelaporan yang mudah dibaca warga, audit sederhana berkala untuk memastikan dana bergulir berjalan sesuai niat, serta mekanisme pengaduan yang cepat ditangani. Bukan untuk membebani, melainkan untuk menjaga kepercayaan.

Setiap klaster menyusun target triwulan yang realistis. Penjualan naik sekian persen, penurunan biaya logistik sekian rupiah per unit, dan bertambahnya jumlah pelanggan tetap. Target yang bisa diukur membuat semua pihak paham apa yang sedang dikejar dan kapan perlu koreksi kursi.

Agenda 100 Hari: Cepat tetapi Tidak Tergesa

Dalam momentum apresiasi, Tamsil menyukai pola kerja yang lugas. MBG menyusun agenda seratus hari yang fokus pada penguatan hal dasar. Mengaktifkan gudang dan rute bersama di tiga titik, menyelesaikan pendaftaran legalitas usaha bagi pelaku yang belum memiliki, merapikan pencatatan keuangan dengan format seragam yang mudah, serta menggelar tiga pasar komunitas lintas klaster.

Agenda ini bukan daftar keinginan, melainkan pekerjaan yang dapat dieksekusi dengan sumber daya yang sudah ada. Ketika seratus hari diakhiri dengan laporan jujur, warga melihat hasil dan mengetahui kekurangan. Kepercayaan publik tumbuh dari kejujuran atas apa yang belum sempurna, bukan dari janji yang muluk.

Indikator Keberhasilan yang Menghormati Realitas

Sering kali program gagal bukan karena idenya buruk, melainkan karena indikatornya tidak menghargai realitas. MBG menetapkan indikator yang ramah lapangan. Rasio stok yang basi turun, margin bersih meningkat meski harga jual tidak naik, waktu tunggu pelanggan berkurang, serta tingkat keterlambatan cicilan menurun karena skema pembayaran realistis. Indikator lain yang tak kalah penting adalah kebahagiaan sederhana. Pelaku usaha tidak lagi merasa sendirian. Mereka punya grup yang siap membantu ketika pemasok terlambat atau kurir berhalangan.

Ukuran yang seperti ini mungkin tidak gemerlap di presentasi, tetapi itulah ukuran yang membuat program terus berdenyut.

Ekologi, Limbah, dan Keberlanjutan

Dorongan ekonomi rakyat perlu sensitif terhadap lingkungan. MBG memperkenalkan prinsip nol limbah untuk kategori usaha tertentu. Minyak goreng bekas tidak lagi dibuang sembarangan, tetapi dikumpulkan untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif oleh mitra komunitas. Sisa kain perajut dijadikan aksesori kecil bernilai jual. Kemasan plastik berlapis diganti bertahap dengan opsi yang lebih ramah tanpa menaikkan harga secara drastis. Keputusan seperti ini mencegah keuntungan jangka pendek menggerus kualitas hidup jangka panjang.

Tamsil menilai aspek ini sebagai penanda kedewasaan program. Ekonomi rakyat yang matang tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga menjaga rumah besar bernama lingkungan.

Mengundang Partisipasi Publik dengan Cara yang Menyenangkan

Penggalangan dukungan publik tidak harus selalu formal. MBG menata pasar komunitas yang memadukan pameran produk, lokakarya singkat, dan panggung musik kecil. Anak anak berlarian, orang tua mencicipi produk lokal, dan pelaku usaha bertukar kartu nama. Di sela acara, relawan membantu warga mengunduh dan memahami aplikasi pencatatan transaksi, sementara tim logistik memperagakan cara mengemas yang aman untuk pengiriman jarak jauh.

Ruang semacam ini membuat ekonomi rakyat terasa sebagai perayaan, bukan beban. Orang datang karena ingin, tinggal karena betah, dan pulang dengan kebiasaan baru yang bermanfaat.

Jembatan Kebijakan dan Suara Lapangan

Dalam sesi tanya jawab, beberapa pelaku usaha menyampaikan hambatan yang sifatnya struktural. Perizinan yang masih berlapis, akses ke gerai ritel modern yang membutuhkan standar khusus, dan ongkos logistik antarkota yang relatif tinggi. Tamsil menggarisbawahi bahwa suara seperti ini tidak boleh berhenti di aula. Ia mendorong dibuatnya catatan kebijakan yang ringkas, padat, dan berbasis data lapangan untuk diteruskan ke pemangku kepentingan terkait.

Ketika suara lapangan ditulis rapi dan disampaikan sistematis, jarak antara warga dan pembuat kebijakan memendek. Program tidak lagi menjadi kegiatan yang berdiri sendirian, melainkan bagian dari ekosistem pembangunan yang lebih luas.

Membaca Momentum dan Menjaga Irama

Setiap program punya momentum. MBG sedang berada di fase ketika ekspektasi warga tinggi namun sumber daya masih perlu dirapikan. Disinilah kepemimpinan diuji. Menjaga irama kerja agar tidak kehabisan napas, membagi peran agar tidak terjadi kelelahan pada sedikit orang, dan merayakan kemajuan kecil agar semangat tidak padam.

Tamsil Linrung menutup rangkaian forum dengan sikap yang konsisten. Apresiasi diberikan pada kerja yang nyata, bukan pada poster yang rapi. Ia meminta semua pihak menjaga kejujuran metrik, karena dari situlah dukungan publik datang dan bertahan. Program MBG seperti ini memang tidak riuh di panggung besar, tetapi ia beresonansi di dapur dapur kecil yang selama ini menjadi penyangga ekonomi kota.

Dan ketika lampu aula mulai diredupkan, para pelaku usaha kecil mengantre untuk memotret layar yang menampilkan jadwal klinik bisnis pekan depan. Mereka pulang membawa dua hal yang sering langka berjalan bersama. Harapan yang masuk akal dan rencana yang bisa dikerjakan esok pagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *