Stadion Untia Makassar Dilirik Investor Tiongkok, Pemkot Bahas Peluang Strategis Angin laut dari pesisir utara Makassar bertiup lebih sibuk dari biasanya. Di Untia, kawasan yang selama ini dikenal sebagai pintu gerbang aktivitas perikanan dan permukiman baru, rombongan kecil berkemeja rapi tampak meninjau lahan luas yang menjadi kandidat arena olahraga modern. Pemerintah kota mengonfirmasi adanya minat awal dari konsorsium investor asal Tiongkok untuk menjajaki pengembangan Stadion Untia. Bukan sekadar lapangan besar dengan tribun megah, gagasannya meliputi ekosistem olahraga terpadu yang menyambungkan stadion, area latihan, zona komersial, dan ruang terbuka publik.
“Proyek stadion yang sehat itu bukan cuma soal kapasitas kursi, melainkan tentang bagaimana infrastruktur ini berdenyut setiap hari, memompa ekonomi lokal, dan menjadi kebanggaan warganya.”
Mengapa Untia Menjadi Magnet Baru
Dari sudut pandang tata ruang, Untia menyuguhkan kombinasi yang menggoda. Lahan yang relatif terintegrasi, akses yang terus membaik ke koridor arteri, dan kedekatan dengan pesisir yang menenangkan. Pemerintah kota membaca pekerjaan rumah yang selama ini ada di sisi utara Makassar: kebutuhan ruang olahraga berkelas, destinasi rekreasi keluarga, dan akselerasi pusat pertumbuhan baru. Bagi investor, lokasi yang tengah naik daun ini berarti biaya konektivitas yang lebih terkendali dan peluang penciptaan nilai lahan di sekitar stadion.
Untia juga simbol perubahan wajah utara kota. Jika selama ini pusat event bertumpu pada kawasan tengah dan selatan, pembangunan stadion di pesisir memberi penyeimbang geopolitik kota. Dampaknya bukan hanya pemerataan keramaian, tetapi juga pemerataan kesempatan ekonomi.
Skema Investasi: Dari KPBU hingga Konsesi Campuran
Di meja pembahasan, pemerintah kota membuka opsi pembiayaan yang tidak membebani APBD secara berlebihan. Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha menjadi kandidat utama, lengkap dengan ruang negosiasi atas komponen yang layak mendapat dukungan fiskal terbatas. Investor dari Tiongkok, menurut pejabat kota, tertarik pada model konsesi jangka panjang dengan pendapatan yang bersumber dari multi-arus. Hak kelola stadion, pusat ritel dan F&B, naming rights, hingga hak siar dan konser.
Skema campuran juga dibahas. Bagian infrastruktur publik seperti jalan penghubung, drainase kawasan, utilitas bawah tanah, dan penataan pesisir dapat ditopang pemerintah. Sementara komponen pendapatan komersial menjadi wilayah privat. Pembagian risiko dirinci sejak awal: risiko konstruksi, permintaan, pendanaan, hingga risiko regulasi. Transparansi inilah yang menentukan minat investor bertahan setelah euforia awal surut.
Stadion Sebagai Mesin Ekonomi Harian
Stadion yang hidup bukan stadion yang hanya bersinar saat pertandingan besar. Konsep Untia diarahkan menjadi mesin ekonomi harian. Zona latihan dan akademi dibuka untuk sekolah, komunitas, dan kompetisi amatir. Koridor ritel di ground floor ditata sebagai pasar kurasi yang memberi ruang UMKM lokal, dari kopi Toraja hingga kudapan Makassar. Setiap akhir pekan, plaza pesisir menjadi ruang festival kecil: pameran komunitas, nonton bareng, kelas kebugaran, hingga bazar olahraga.
Konsep pemakaian harian ini menekan risiko “gedung kosong”. Perputaran orang menciptakan permintaan jasa parkir, ojek daring, penyewaan sepeda, hingga jasa cuci peralatan olahraga. Dengan demikian, dampak ekonomi tidak hanya terjadi saat event besar, tetapi menetes halus, konsisten, dan terasa bagi warga sekitar.
Desain Ramah Iklim Pesisir
Makassar memahami tantangan pesisir. Karena itu, arsitektur stadion Untia diarahkan mengadopsi prinsip desain tropis dan adaptif. Kanopi lebar, ventilasi silang alami, dan facade yang memecah panas siang hari menjadi standar, bukan bonus. Sistem drainase kawasan diperbesar kapasitasnya, memadukan kolam retensi dan bioswale di area lanskap agar limpasan air hujan tidak membebani saluran kota.
Di sisi energi, studi awal merekomendasikan pemasangan panel surya di atap tribun dan kanopi plaza, ditambah sistem lampu LED berdaya rendah. Air bekas olah dari fasilitas internal dialirkan ke unit pengolahan mandiri untuk kemudian dipakai ulang sebagai penyiram rumput dan tanaman. Prinsipnya jelas: stadion modern di pesisir harus selaras dengan lingkungan, bukan sekadar menantangnya.
Konektivitas: Bus, Sepeda, dan Jalur Pejalan Kaki
Sebuah stadion gagal bila semua orang merasa harus datang dengan mobil. Untia menyiapkan tiga lapis konektivitas. Pertama, jaringan BRT dan shuttle hari pertandingan yang tersinkronisasi dengan jadwal kick off. Kedua, jalur sepeda yang aman dari kawasan sekitar dengan parkir sepeda berpenjagaan. Ketiga, trotoar lebar yang nyaman dan teduh, menghubungkan stadion dengan halte, ruang terbuka, dan kantong parkir satelit.
Pengelola juga menimbang skema tiket terintegrasi: satu QR untuk masuk stadion sekaligus naik shuttle. Langkah ini bukan saja memudahkan penonton, tetapi juga mengurangi kepadatan kendaraan pribadi di simpul masuk. Saat mobilitas publik nyaman, stadion menjadi destinasi yang ramah keluarga.
Standar Rumput dan Multi-Event
Rumput lapangan sering jadi “korban” ambisi multi acara. Rencana teknis Untia menegaskan standar FIFA untuk struktur lapangan, sistem irigasi, dan pergantian permukaan jika diperlukan. Jadwal konser dan event non-olahraga dipadatkan dengan kalender perawatan, sehingga kualitas pertandingan tidak terganggu. Tribun modular di sisi tertentu memungkinkan penyusutan atau perluasan kapasitas sesuai kebutuhan acara.
Di luar lapangan utama, kompleks latihan menyediakan dua sampai tiga lapangan pendamping, lengkap dengan ruang ganti, ruang fisioterapi, dan gym. Fasilitas ini penting agar klub atau tim nasional yang berkegiatan tidak selalu “berbagi” lapangan utama, menjaga kualitas rumput tetap prima sepanjang musim.
“Stadion yang bagus tahu kapan harus ramai dan kapan harus istirahat; di sela keduanya, kualitaslah yang dibela mati-matian.”
Pelibatan Komunitas dan Safeguards Sosial
Proyek besar hampir selalu menimbulkan tanya di kalangan warga. Pemerintah kota menyiapkan mekanisme konsultasi publik bertahap. Pemetaan sosial ekonomi di kelurahan sekitar dicatat sejak awal. Kompensasi atas gangguan sementara saat konstruksi, prioritas rekrutmen lokal, dan program pelatihan kerja menjadi bagian dari paket safeguards. Bagi pedagang kecil, disiapkan skema relokasi temporer yang fair, bukan instruksi sepihak.
Fokusnya adalah keadilan transisi. Ketika stadion berdiri, warga sekitar tidak merasa tergusur dari ruang hidupnya, melainkan menjadi bagian dari ekosistem baru yang memberi penghidupan lebih baik. Komunitas nelayan pun dilibatkan dalam penataan pesisir agar jalur tradisional tidak terputus.
Ekosistem Bisnis: Naming Rights hingga Data Analytics
Investor memandang stadion bukan bangunan statis. Sumber pendapatan modern dipecah menjadi beberapa aliran. Naming rights untuk kompleks, sponsorship zona tertentu, suite korporat, museum mini klub, hingga tur stadion akhir pekan. Penjualan tiket dikelola dengan platform digital yang menampung data perilaku penonton. Dari sini, lahir personalisasi promosi: paket keluarga, diskon transportasi, hingga penawaran F&B berbasis kebiasaan kunjungan.
Di skala kota, data pergerakan massa saat event membantu Dinas Perhubungan menyetel lampu lalu lintas adaptif. Di skala UMKM, data transaksi konsesi memberi insight menu yang paling diminati, jam puncak, dan pola stok. Ekosistem bisnis berbasis data seperti ini memastikan keputusan tidak berjalan pada firasat semata.
Kepastian Lahan dan Sisi Hukum
Minat investor internasional selalu bertabrakan dengan satu syarat utama: kepastian lahan. Pemkot membahas status peruntukan dalam RTRW dan RDTR, memastikan bahwa zona olahraga dan komersial pendukung tidak bertentangan dengan rencana ruang. Inventarisasi aset, batas administrasi, dan potensi tumpang tindih klaim disisir sejak awal untuk mencegah sengketa di tengah jalan.
Selain itu, klausul pemutusan kontrak, penyelesaian sengketa, dan forum arbitrase dipertegas dalam dokumen. Kepastian hukum yang terang membuat biaya modal lebih murah, sebab risiko dianggap terkelola dengan baik oleh lembaga pembiayaan.
Linimasa: Dari Studi Kelayakan ke Groundbreaking
Pembahasan peluang strategis melahirkan linimasa kerja yang realistis. Tiga sampai empat bulan pertama dialokasikan untuk studi kelayakan terperinci. Teknis, finansial, legal, sosial, dan lingkungan. Setelah itu, negosiasi komersial dan skema dukungan pemerintah digarap paralel dengan detail engineering design. Jika semua lintasan berjalan mulus, tahap pekerjaan awal tanah dapat dimulai setelah izin lingkungan terbit, diikuti konstruksi struktur utama sekitar 18 sampai 24 bulan.
Linimasa seperti ini mencegah janji tergesa. Stadion adalah proyek yang menuntut kesabaran karena kualitas tampak di detail, bukan pada tanggal seremoni.
Sinergi dengan Klub dan Akademi
Kota yang punya stadion layak menyandingkannya dengan ekosistem pembinaan. Diskusi awal menyentuh kemitraan dengan klub lokal dan sekolah sepak bola. Paket pemanfaatan lapangan latihan, akses ke fasilitas medis, dan program beasiswa talenta muda disusun agar talenta Sulsel tidak selalu “merantau” terlalu cepat. Turunannya menyasar kegiatan turnamen usia dini, kursus wasit dan pelatih, dan festival olahraga sekolah.
Sinergi ini mengubah stadion dari “tempat singgah selebritas sepak bola” menjadi rumah pembibitan talenta. Di jangka panjang, performa tim dan antusiasme penonton tumbuh bersama.
Dampak Pariwisata dan “City Branding”
Makassar mendapat bonus citra bila stadion Untia muncul sebagai latar konser tur Asia atau kualifikasi internasional. Industri perhotelan, transportasi, dan kuliner menyiapkan paket “matchday weekend”. Wisatawan memadukan menonton pertandingan dengan tur kuliner dan kunjungan ke pulau pulau terdekat. City branding bertumpu pada narasi kota pelabuhan modern yang ramah wisata olahraga.
Narasi ini penting karena kompetisi antarkota semakin padat. Stadion memberi “panggung” untuk diisi cerita. Cerita tentang kebersihan, keamanan, keramahan, dan efisiensi layanan. Bila panggung rapi, cerita baik lebih mudah lahir.
“Sebagus apa pun arsitektur, yang membuat orang kembali adalah pengalaman—mulai dari mereka turun kendaraan sampai mereka pulang dengan hati ringan.”
Manajemen Kemacetan dan Perparkiran
Hari pertandingan selalu identik dengan kemacetan. Untia mengantisipasi lewat tiga strategi. Parkir satelit di radius tertentu dengan shuttle cepat, dynamic pricing untuk memecah kedatangan, dan penataan drop off bertingkat yang memisahkan layanan taksi daring, bus, serta kendaraan pribadi. Area pejalan kaki di lingkar stadion steril dari kendaraan saat jam puncak, membuat arus manusia lebih rapi dan aman.
Teknologi turut digunakan. Aplikasi resmi menampilkan peta parkir real time, menandai kantong yang sudah penuh dan memberi saran rute alternatif. Dengan informasi di tangan, penonton menjadi bagian solusi, bukan sekadar objek pengaturan.
Standardisasi Keamanan dan Kenyamanan
Keamanan adalah fondasi kenyamanan. Rancangan Untia mengacu pada standar internasional untuk egress penonton, titik kumpul darurat, dan sistem CCTV terpadu. Petugas keamanan digembleng untuk bertindak ramah sekaligus sigap. Sisi kenyamanan menyentuh hal yang tampak sepele namun menentukan: jumlah toilet yang memadai, akses disabilitas yang benar benar bisa digunakan, hingga signage yang jelas dalam dua bahasa.
Ketika detail seperti ini benar, penonton merasa dihargai. Mereka datang bukan untuk menghadapi kerepotan, tetapi untuk menikmati acara yang tertib.
Konsistensi Pengawasan dan Kualitas Konstruksi
Banyak stadion terjebak “cantik di brosur, lelah di tahun ketiga”. Pemkot menekankan prakondisi pengawasan konstruksi independen. Pengujian material, inspeksi berkala, dan commissioning yang ketat sebelum serah terima. Kontrak memasukkan masa tanggung jawab pemeliharaan awal oleh kontraktor agar cacat bawaan tertangani tuntas.
Di sisi operasi, audit tahunan fasilitas menjadi kewajiban. Rangka atap, struktur tribun, sistem listrik, dan peralatan keselamatan diservis dengan catatan terbuka. Transparansi ini memberi rasa aman bagi publik sekaligus menekan ongkos darurat.
Peluang Kolaborasi Pendidikan dan Riset
Stadion modern adalah laboratorium hidup. Kerja sama dengan kampus dan SMK membuka ruang riset manajemen event, rekayasa struktur, hingga manajemen rumput. Mahasiswa dapat magang di unit operasional, mempelajari logistik hari pertandingan, pemasaran digital, hingga analitik penonton. Kolaborasi ini menciptakan tenaga kerja lokal yang siap, mengurangi kebutuhan impor tenaga ahli dari luar kota.
Dengan melibatkan dunia pendidikan, stadion memberi nilai tambah yang melampaui hiburan. Ia menjadi ruang belajar raksasa yang mengasah keterampilan abad 21 di kota pelabuhan.
Menjaga Ritme Komunikasi Publik
Minat investor sering memicu ekspektasi berlebihan. Pemerintah kota menegaskan pola komunikasi yang rutin. Pembaruan bulanan tentang kemajuan studi, jadwal konsultasi warga, dan keputusan teknis besar disiarkan melalui kanal resmi. Media lokal diajak untuk menautkan kritik dan saran warga ke meja teknis, bukan hanya menjadi gaung sensasi.
Ritme komunikasi yang stabil membuat publik tenang. Mereka paham apa yang sedang terjadi, apa yang belum diputuskan, dan bagaimana memberi masukan yang didengar.
“Proyek besar membutuhkan kesabaran publik; tugas pemerintah adalah mengisi jeda dengan informasi yang jernih, bukan dengan seremonial yang bising.”
Menakar Masa Depan Untia sebagai Distrik Olahraga
Bila rantai keputusan berhasil dilalui—dari studi hingga konstruksi—Untia berpeluang bertransformasi menjadi distrik olahraga yang mengikat banyak fungsi kota. Di siang hari, ia menjadi ruang latihan, sekolah kebugaran, dan kantor operasional. Di malam hari, ia menjadi panggung bersama yang mempertemukan warga lintas usia. Di akhir pekan, ia menjadi festival kecil yang merayakan kreativitas lokal.
Semua ini menjadi mungkin ketika perencanaan menghormati realitas: angin pesisir, budaya setempat, dan arus ekonomi warga. Untia tidak perlu meniru siapa pun. Ia cukup menjadi versi terbaik dari kota pelabuhan yang berani menata pertumbuhan dengan kepala dingin, langkah terukur, dan mata yang jernih memandang jauh ke horizon.